Anda di halaman 1dari 7

BAB VI

SUNNAH SEBAGAI BASIC MENTAL PROFESIONAL

A. Makna, fungsi dan kedudukan sunnah dalam hukum Islam


1. Makna Sunnah
Ketika mendengar kata sunnah, maka langsung terlintas dibenak kita
tentang segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW Baik
perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya. Pengertian itulah yang sampai sekarang
dipegang teguh oleh umat Islam klasik hingga modern. Sunnah pada dasarnya
berarti tingkah laku yang merupakan teladan atau kepatuhan yang telah diikat
kuat dengan adanya keyakinan religius terhadap aspek –aspek diluar
pemahaman rasio. Sunnah dalam hal ini terdiri dari sunnah yang baik , dan
sunnah yang buruk . Dalam pengertian ini, al-Qur’an menyebutnya dengan
Sunnah al-Awwaliin, yaitu sunnah yang telah diturunkan oleh Allah
SWT. kepada orang-orang terdahulu. Di dalam teks hadist juga terdapat istilah
sunnah yang mencakup pengertian sunnah yang baik dan sunnah yang
buruk, sebagaimana hadist riwayat Muslim yang mengatakan: «Barangsiapa di
dalam Islam memperkenalkan perilaku atau kebiasaan baik , ia akan
memperoleh pahala atas perilaku tersebut dan pahala orang-orang yang ikut
melakukannya di kemudian hari. Sebaliknya siapa yang memperkenalkan
perilaku yang buruk , ia akan memperoleh dosa perilaku tersebut dan dosa
orang-orang yang melakukannya dikemudian hari tanpa ada sesuatu yang
mengurangi dosa mereka
Dahulu, masyarakat Arab pra Islam menggunakan kata sunnah untuk
menyebut praktik kuno dan berlaku terus menerus di lingkungan masyarakat
yang pada saat itu diwariskan oleh nenek moyang mereka. Jadi, pandangan kita
selama ini yang menyatakan bahwa sunnah adalah segala sesuatu yang berasal
dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, perintah, larangan, dan ketetapan itu
keliru. Minhaji menyebutkan bahwa pengertian dasar dari sunnah adalah sesuatu
yang telah kita terima dan mentradisi di kalangan masyarakat. Dengan
demikian, sunnah merupakan pandangan hidup atau sesuatu yang sedang dan
telah diikuti oleh masyarakat tertentu.
2. Fungsi dan Kedudukan Sunnah
Sunnah ialah penafsiran terhadap ajaran al-Qur’an. Sunnah merupakan
implementasi nyara serta ideal dalam Islam. Sunnah, disamping sebagai penafsir
terhadap ajaran al-Qur’an juga berfungsi sebagai referensi dan sumber petunjuk
kedua setelah al-Qur’an. Umat Islam juga telah sepakan untuk menjadikan
sunnah sebagai salah satu dasar hokum untuk beramal , karena sesuai dengan
apa yang telah dikehendaki Allah.
Kesepakatan umat Islam dalam mempercayai, menerima, dan
mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam sunnah sudah
dilakukan sejak Rasulullah saw. Dalam sejarah Islam juga terdapat banyak
peristiwa yang menggambarkan adanya kesepakatan untuk menggunakan
sunnah Rasullah saw. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kedudukan
sunnah jika dilihat dari segi statusnya sebagai dalil dan sumber ajaran Islam
menempati posisi yang sangat strategis setelah Al-Qur’an.

B. Sunnah Nabi sebagai paradigma keunggulan (Siddiq, Amanah, Tabligh, Fathonah)


1. Shiddiq
Shiddiq berarti jujur dalam perkataan dan perbuatan, amanah berarti
dapat dipercaya dalam menjaga tanggung jawab. Menurut Toto Tasmara Shiddiq
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu jujur pada diri sendiri, jujur pada orang
lain, dan jujur pada Allah SWT, sedangkan menurut Marzuki jujur pada diri
sendiri yaitu berpihak pada kebenaran. Indikator orang yang jujur pada diri
sendiri yaitu, berjalan dengan penuh keyakinan diri, berdiri di atas
kebenaran, mandiri, memiliki kesadaran otentik, dan berani mempertahankan
makna hidup dan jati dirinya bertanggung jawab, disiplin, dan taat. Selanjutnya
jujur pada orang lain bukan hanya sekadar berkata dan berbuat benar, namun
berusaha memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi orang lain.
Dalam hal kejujuran pastinya ada hadist yang menjelaskan tentang
seruan Nabi Muhammad saw. Ketika ada seseorang yang menjabat di dalam
suatu pemerintahan, maka ia harus melakukan upaya-upaya pemerintah yang
baik seperti transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas atas aktivitas
operasional institusi yang dipimpinnya. Pemerintah yang baik adalah pemerintah
yang menyikapi kekuasaan yang dilakukan oleh masyarakat diatur oleh berbagai
tingkatan negara yang berkaitan dengan sumber-sumber
sosial, budaya, politik, serta ekonomi. Rumusnya sederhana, «Jujur akan
mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan akan mengantarkannya kepada
surga
Dengan kejujuran yang dilandasi sikap istiqamah, seseorang akan
mampu melewati badai yang selalu menghadang gerak dan langkahnya. menjadi
seorang pemimpin kepercayaan bagi orang-orang yang hidup pada masa
itu. Beliau selalu memperlakukan orang dengan adil dan jujur.
2. Amanah
Sifat yang dimiliki Rasul selanjutnya yaitu sifat dapat dipercaya atau
bertanggung jawab. Jauh sebelum menjadi Rasul pun beliau sudah diberi gelar
al-Amin . Sifat amanah inilah yang dapat mengangkat posisi Nabi di atas
pemimpin umat atau Nabi-Nabi terdahulu
Pemimpin yang amanah yakni pemimpin yang benar-benar
bertanggungjawab pada amanah, tugas dan kepercayaan yang diberikan Allah
swt. Sifat amanah yang ada pada diri Nabi Muhammad saw. memberi bukti
bahwa beliau adalah orang yang dapat dipercaya, karena mampu memelihara
kepercayaan dengan merahasiakan sesuatu yang harus dirahasiakan dan
sebaliknya selalu mampu menyampaikan sesuatu yang seharusnya disampaikan.
Bersifat amanah berarti menyampaikan semua perintah Tuhan tidak
dikurang tidak pula ditambah berdasarkan wahyu yang ditulis dan dikumpul
perlahan. Dalam kehidupan bermasyarakat, tentunya amanah harus diterapkan
oleh semua orang. Misalnya seorang guru diberikan amanah untuk menjadi
seorang kepala sekolah di suatu SMP Ketika ia mengemban amanah tersebut, ia
tidak boleh menyia-nyiakan.
3. Tabligh
Tabligh artinya menyampaikan kebenaran. Menurut Marzuki R
asulullah adalah komunikator unggul disertai pesan-pesan tidak saja verbal
belaka, tetapi diikuti gerak amal nyata. Nilai-nilai tabligh memberikan muatan
yang mencakup aspek kemampuan berkomunikasi kepemimpinan
pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya insani, serta kemampuan
diri untuk mengelola sesuatu.
Panggilan menjadi seorang Rasul bagi Muhammad ketika berusia 40
tahun adalah bukti bahwa beliau seorang penyampai risalah Tuhan. Kunjungan
Malaikat Jibril yang memerintahkan beliau membaca wahyu dari Allah, ternyata
juga merupakan pemberitahuan pengangkatan beliau menjadi seorang Rasul
Allah. pemberian Allah yaitu mundhir diutusnya Nabi Muhammad saw., sebagai
orang yang memberi peringatan yakni untuk membimbing umat, memperbaiki
dan mempersiapkan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Predikat mundhir yang disandang menuntut beliau untuk menguasai informasi
agar dapat memimpin umatnya serta bertugas untuk menyampaikan risalah
kepada manusia. Tiaptiap orang yang beriman wajib meyakinkan bahwa Allah
telah mengutus beberapa Rasul dari golongan manusia sendiri untuk
menyampaikan pelajaran kepada umatnya dan apa saja yang diperintahkan
kepadanya untuk menyampaikannya serta menjelaskan hukum-hukum yang
berkenaan dengan perbuatan-perbuatan yang mulia dan sifat-sifat yang dituntut
bagi mereka untuk mengerjakan.
Si perempuan menyampaikan penyesalannya kepada Rasul dan
berharap diberikan sanksi berupa hukum rajam. Begitu pula dalam kehidupan
sehari-hari kita. Kita harus menyampaikan informasi berharga kepada semua
orang. Hal tersebut dapat kita mulai. Dari lingkungan terkecil terlebih
dahulu, yaitu keluarga. Setelah itu kita bisa sampaikan kepada masyarakat
sekitar. Dan selanjutnya, jika dirasa perlu kita harus menyampaikannya ke
masyarakat luas.
4. Fathanah
Fathanah berarti kecerdasan, lawan dari jahlun . Fathanah diartikan
dengan kecerdasan,  kemahiran atau penguasaan terhadap bidang
tertentu. Fathanah menjadi kecerdasan total yang berawal dari ketajaman intusi
mata batin yang berada pada dimensi ruhani. Ciri Fathanah:
a. The man of wisdom. Terampil melaksanakan profesinya, sangat berdedikasi
dan dibekali dengan hikmah dan kebijaksanaan;
b. High in integrity. Bersungguh-sungguh dalam segala hal, mampu melihat
dibalik tampak dengan perenungan dan tafakur
c. Willingness to learn. Memiliki motivasi yang sangat kuat untuk terus belajar
dan mampu mengambil pelajaran dari setiap peristiwa yang dihadapi;
d. Proactive stance. Proaktif dan ingin memberikan kontribusi positif bagi
lingkungan
e. Fait in God. Sangat mencintai Tuhannya, dan kerena selalu mendapat
petunjuk dari-Nya;
f. Creditable and refutable. Menempatkan diri sebagai insane yang dapat
dipercaya;
g. Being the best. Selalu ingin menjadikan dirinya sebagai teladan, dengan
menampilkan unjuk kerja yang terbaik;
h. Empathy and compassion. Menaruh cinta kepada orang lain sebagaimana ia
mencintai dirinya sendiri;
i. Emotional maturity. Memiliki kedewasaan emosi, tabah, dan tidak pernah
mengenal menyerah serta mampu mengendalikan diri;
j. Balance. Memiliki jiwa yang tenang;
k. Sense of mission. Memiliki arah tujuan dan arah yang jelas dalam
kehidupan;
l. Sense of competition. Memiliki sikap untuk bersaing secara sehat
Kita sebagai generasi milenial harus mmempertahankan apa yang selama ini
sudah dibangun oleh Rasulullah saw. demi umatnya. Kita jangan sampai
dibodohi oleh hal-hal tidak jelas. Semakin lama, semakin banyak bermunculan
hal yang tidak jelas dan tidak bermanfaat. Kita harus pintar menyeleksinya.
Jangan semua hal kita terima tanpa mengetahui baik buruknya. Rasulullah
berusaha untuk membawa umatnya dari zaman kegelapan hingga ke zaman yang
terang benderang seperti sekarang ini. Kita harus bisaa meneladani sikap
Rasulullah. Pandai menyeleksi mana yang baik dan mana yang buruk, serta
pandai pula melihat adanya peluang.

C. Menjelaskan penerapan sunnah dalam konteks budaya (‘urf)


Indonesia memiliki berbagai macam budaya dan tradisi masing-masing
pada setiap sukunya. Bukan hanya di Indonesia, namun juga di negara-negara
tetangga bahkan Arab sekalipun. Indonesia dalam pandangan islam. ‘Urf berasal
dari kata ‘arafa yang mempunyai derivasi kata alma‘ruf yang berarti sesuatu
yang dikenal atau diketahui. Sedangkan ‘urf menurut bahasa adalah kebiasan
yang baik. Ada berbagai macam definisi tentang‘urf menurut beberapa
ahli, antara lain, definisi ‘urf menurut Abd alWahhab Khallaf bahwa‘urf adalah
sesuatu yang dikenal oleh masyarakat dan berlangsung dalam
kehidupannya, baik berupa perbuatan, tindakan meninggalkan sesuatu atau
ungkapan sedangkan menurut fuqaha, ‘urf adalah segala sesuatu yang telah
menjadi kebiasaan masyarakat dan dilakukan terus-menerus, baik berupa
perkataan maupun perbuatan. Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa ‘urf adalah suatu perbuatan atau perkataan yang sudah dikenal dan
diterima oleh masyarakat serta sudah menjadi kebiasaan baik yang dilakukan
secara berulang-ulang dan memiliki makna yang khusus.
Lalu apakah ‘urf dan adat itu sama? Para ulama secara umum tidak
membedakan antara ‘urf dan adat. ‘Urf pada dasarnya lebih spesifik dari
adat, karena ‘urf merupakan kebiasaanyang berlaku umum dan tidak alamiah
karena bersumber dariperenungan dan pengalaman. Sedangkan adat adalah
semua jenis kebiasaan, baik yang umum atau bagi orang atau kasus tertentu
seperti kebiasaan pribadi serta juga meliputi sesuatu yang alamiah.
Secara umum, hanya terdapat dua kategori ‘urf, yaitu ‘urf sahih dan
‘urf fasid. ‘Urf sahih adalah kebiasaan yang sudah dikenal umat manusia yang
tidak berlawanan dengan agama. Misalnya, memberikan hadiah pada
kerabat, mengadakan acara silaturahmi pada hari raya Idul Fitri. ‘Urf fasid
adalah kebalikan dari ‘urf sahih. ‘Urf fasid adalah ‘urf yang buruk dan tidak bisa
diterima karena bertentangan dengan agama. Contohnya adalah meminum-
minuman keras, berjudi, dan mencuri. Ada beberapa jenis ‘urf, jika ditinjau dari
jenis tindakannya,’urf dibagi menjadi’urf qawli dan ‘urf fi’li. Begitu juga dalam
hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Ibnu Masud bahwa Nabi Muhammad
Saw bersabda yang artinya, “Segala sesuatu yang dipandang oleh umum itu
baik, maka baik pulalah di sisi Allah dan segala sesuatu yang dipandang oleh
umum itu jelek, maka jelek pulalah di sisi Allah”
Para ulama yang memahami dan mengamalkan ‘Urf mengungkapkan
bahwa ada beberapa persyaratan untuk menerima ‘urf, yaitu:
1. ‘Urf dapat diterima oleh akal sehat. Syarat ini telah menjadi hal yang wajar
untuk dapat diterima secara umum oleh masyarakat.
2. ‘Urf berlaku untuk umum dan merata dalam masyarakat yang berada
dalam lingkungan tersebut.
3. Tidak bertentangan dengan ketentuan Allah SWT atau norma-norma dalam
masyarakat.
Selain diakui sebagai suatu adat atau kebiasaan di masyarakat, ‘urf juga
menjadi salah satu dasar hukum islam yang terus berkembang dan mengalami
perubahan dari dulu hingga sekarang mengikuti aspek hukum, nilai-nilai dan
adat istiadat, tidak hanya di Arab namun juga di negara lainnya. Sejak
dulu, ‘urf sudah menerima berbagai tradisi, seperti tradisi Arab, Nasrani, dan
Yahudi. Begitu pula dengan budaya dari masyarakat Nusantara yang terdapat
sistem-sistem budaya berupa gagasan atau ajaran dan sistem sosial berupa
prilaku dan tindakan yang beragam yang telah ada sebelum Islam masuk ke
Nusantara.
Berikut adalah manfaat dari ‘urf:
1. Mengembangkan dan memanfaatkan tradisi lokal yang sudah ada.
2. Memasukkan hal-hal yang berkaitan dengan Islam ke dalam tradisi yang
mengandung unsur penyimpangan
3. Tidak menggunakan tradisi yang bertentangan dengan syariat atau ajaran
islam.
4. Menghindari pertentangan antara tradisi yang sudah ada dengan ajaran
dalam islam.
Alasan para Ulama yang memakai ‘urf dalam menentukan hukum
antara lain, banyak hukum syariah yang ternyata sebelumnya telah menjadi
kebiasaan orang Arab. Sehingga kaidah pokok dalam ‘urf Adat itu bisa
dijadikan patokan hukum dan dalam kaidah lain dinyatakan bahwa ‘urf
menurut shara’ itu memiliki suatu penghargaan dan kaidah ’urf merupakan
dasar hukum yang telah dikokohkan. Tradisi gotong royong ini mempunyai
banyak nilai positif seperti mempererat solidaritas dan persaudaraan antar
warga.

D. model penerapan nilai-nilai sunnah dalam lingkungan pendidikan, keluarga, dan


pekerjaan.
Ada berbagai macam permasalahan sosial yang pasti dihadapi oleh setiap
individu di dunia ini. Permasalahan sosial seperti tawuran antar pelajar atau antar
kampung, pembegalan, pencurian dan tindakan-tindakan lainnya yang dapat
membahayakan diri sendiri dan orang lain membuat masyarakat resah. Pendidikan
Islam memiliki 3 tahapan kegiatan, yaitu:
1. Tilawah, membacakan ayat Allah
Tilawah dapat diartikan sebagai pembacaan yang bersifat spiritual atau
aktifitas membaca yang diikuti komitmen dan kehendak untuk mengikuti apa
yang dibaca itu. Qur’an kata tilawah sering digunakan daripada kata qiro’ah
dalam konteks tugas para Rasul’alaihimussalam. Syaikh Ibnu Utsaimin dalam
kitabnya Majalis Syahr Ramadlan menguraikan cakupan makna tilawah dalam
dua macam
Pertama – Tilawah hukmiyah, yaitu membenarkan segala informasi al
Qur’an dan menerapkan segala ketetapan hukumnya dengan cara menunaikan
perintah-perintahNya dan menjauhi laranganlaranganNya.
Kedua – Tilawah lafdziyah, yaitu membacanya. Inilah yang
keutamaannya diterangkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits Bukhari bahwa
"sebaik-baiknya diantara kamu adalah yang belajar Al Qur’an dan yang
mengajarkannya

2. Tazkiyah, mensucikan jiwa


Tazkiyah, secara bahasa (harfiah) berarti Tathahhur, maksudnya
bersuci. Seperti yang terkandung dalam kata zakat, yang memiliki makna
mengeluarkan sedekah berupa harta yang berarti tazkiyah (penyucian). Karena
dengan mengeluarkan zakat, seseorang berarti telah menyucikan hartanya dari
hak Allah yang wajib ia tunaikan.
3. Ta’limul kitab wa sunnah, mengajarkan al-kitab dan al-hikmah.
Banyak sunnah nabi yang memiliki relevasi ke dasar pemikiran dan
implikasi langsung bagi pengembangan dan penerapan dunia
pendidikan. Contoh yang ditunjukkan Nabi, merupakan sumber dan acuan yang
dapat digunakan umat Islam dalam seluruh aktivitas kehidupannya. Sunnah Nabi
berfungsi sebagai sumber Pendidikan Islam yang utama setelah al-Qur'an. An-
Nisa : 59. Dapat disimpulkan bahwa sunnah nabi dapat menjadi suri tauladan
dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah model-model penerapan nilai-nilai
As-Sunnah dalam lingkungan
a. Pendidikan
 Menerapkan pendidikan karakter di sekolah berdasarkan segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw., baik ucapan,
perbuatan, penetapan, atau lainnya.
 Shalat dzuhur atau ashar berjamaah.
 Melaksanakan upacara setiap hari Senin atau pada hari-hari besar
Nasional.
 Mempelajari pelajaran Qiroati.
 Mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seperti rohani Islam, berenang,
menggambar, dan ekstrakurikuler lainnya.
 Pelaksanakan piket kelas secara bergilir.
 Mengedarkan kotak amal ke setiap kelas setiap hari Jum’at.
b. Keluarga
 Sholat berjamaah bersama keluarga
 Menceritakan kisah-kisah Nabi
 Melaksanakan puasa sunnah
 Menghadiri kajian-kajian Islam
 Duduk ketika makan atau minum.
c. Pekerjaan
 Mengerjakan suatu pekerjaan dengan jujur
 Menepati janji dalam menyelesaikan pekerjaan
 Membaca bismillah untuk memulai suatu pekerjaan dan mengakhirinya
dengan membaca hamdalah
 Berbicara dengan lemah lembut

Anda mungkin juga menyukai