Anda di halaman 1dari 33

CEREBRAL SALT WASTING

(HIPONATREMIA)
UU No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 4

Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas
hak moral dan hak ekonomi.

Pembatasan Pelindungan Pasal 26

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:
1. Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa
aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
2. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan peneliman ilmu
pengetahuan;
3. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali
pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar, dan
4. Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku
Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000
(seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
CEREBRAL SALT WASTING
(HIPONATREMIA)

Penulis : Cika Widya Dharma


Dosen Pembimbing : Ns. Roza Marlinda, M. Kep
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-

Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan buku ini. Tak lupa juga

mengucapkan salawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi

Besar Muhammad SAW, karena berkat beliau kita mampu melewati masa

jahiliyah.

Penulis ucapkan juga rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang

mendukung lancarnya proses pembuatan buku ajar ini mulai dari proses penulisan

hingga proses cetak, yaitu orang tua penulis, dosen pembimbing, rekan-rekan

penulis, penerbit, dan masih banyak yang tidak bisa Penulis sebutkan satu per

satu.

Adapun, buku yang berjudul ‘Cerebral Salt Wasting (Hiponatremia)’ ini

telah selesai Penulis buat secara maksimal dan sebaik mungkin agar menjadi

manfaat bagi para pembaca. Penulis sadar penulisan ini tidak luput dari

kekeliruan, sehingga dapat dikatakan masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,

Penulis mohon agar pembaca memberi kritik dan saran terhadap karya buku ajar

ini agar Penulis dapat terus meningkatkan kualitas buku ini.

Demikian buku ini Penulis buat, dengan harapan agar pembaca dapat

memahami informasi dan juga mendapatkan wawasan mengenai cerebral salt

wasting (hiponatremia) ini. Terima kasih.

Hormat Penulis,

ii
Cika Widya Dharma
DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM..................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii

BAB I CEREBRAL SALT WASTING.................................................... 1


A. Definisi............................................................................................... 1
B. Etiologi............................................................................................... 2
C. Patofisiologi........................................................................................ 3
D. Karakteristik....................................................................................... 4
E. Penatalaksanaan.................................................................................. 5

BAB II HIPONATREMIA........................................................................ 8
A. Definisi............................................................................................... 8
B. Etiologi............................................................................................... 8
C. Patofisiologi........................................................................................ 9
D. Manifestasi Klinis............................................................................... 10
E. Pemeriksaan Diagnostik..................................................................... 10
F. Pengobatan.......................................................................................... 11
G. Penatalaksanaan.................................................................................. 13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..................................................... 14


Deskripsi Kasus............................................................................................ 14
A. Pengkajian.......................................................................................... 14
B. Diagnosa Keperawatan....................................................................... 18
C. Intervensi Keperawatan...................................................................... 18
D. Implementasi Keperawatan................................................................ 24
E. Evaluasi Keperawatan........................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 27
PROFIL PENULIS.................................................................................... 28

iii
BAB I

CEREBRAL SALT WASTING

A. Definisi

Cerebral Salt Wasting (CSW) merupakan penyebab hiponatremia

dalam penyakit sistem saraf pusat (SSP) (Tenny & Thorell, 2020). CSW

ditandai dengan kehilangan sodium dari ginjal akibat gangguan intrakranial

sedangkan fungsi dari ginjal masih dalam batas norma, kondisi tersebut

menyebabkan hiponatremia dengan peningkatan natrium urin dan hipovolemia

(Pratiwi & Mahadewa, 2019).

CSW cenderung hilang dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan

setelah onset tetapi dapat tetap menjadi masalah kronis. CSW masih

merupakan kondisi yang diperdebatkan, sehingga insiden dan prevalensinya

yang tepat mungkin sulit untuk dijabarkan. CSW paling sering muncul setelah

perdarahan subarachnoid aneurisma. Kondisi lain yang menyebabkan CSW

telah dilaporkan meliputi: setelah operasi untuk tumor hipofisis, neuroma

akustik, remodeling kalvarial, glioma, infeksi termasuk meningitis

tuberkulosis dan meningitis virus, karsinoma metastasis, dan trauma kranial.

Insiden CSW untuk gangguan SSP lainnya sebagian besar dilaporkan sebagai

laporan kasus. Insiden dan prevalensi CSW di luar pasien dengan gangguan

SSP tidak dilaporkan secara detail.

1
B. Etiologi

Etiologi CSW tidak sepenuhnya dipahami. CSW paling sering muncul

setelah gangguan sistem saraf pusat. Pencetus yang paling sering dijelaskan

adalah perdarahan subaraknoid aneurisma. Penyebab CSW terjadi lebih

sering setelah perdarahan subarachnoid aneurisma dibandingkan dengan

perdarahan subaraknoid traumatis atau gangguan SSP lainnya tidak

didefinisikan dengan baik. Penyebab CSW jarang terjadi setelah cedera atau

penyakit lain juga tidak didefinisikan dengan baik. Seringkali CSW menjadi

diagnosis eksklusi setelah laboratorium mengungkapkan hiponatremia serum

dengan peningkatan kadar natrium urin.

C. Patofisiologi

Patogenesis dari CSW masih belum sepenuhnya dimengerti. CSW

terjadi karena natriuresis primer yang menyebabkan terjadinya hipovolemia

dan deplesi dari sodium (Na), tanpa diketahui stimulus apa yang mampu

mengeksresi sodium dalam jumlah yang besar (Mirsa, 2019). Faktor

natriuretik seperti atrial natriuretic peptide (ANP), brain natriuretic peptide

(BNP), C-type natriuretic peptide (CNP), dan dendroaspis natriuretic peptide

(DNP) mungkin berperan dalam terjadinya CSW.

Ada dua teori saat ini untuk patofisiologi CSW, yaitu efek dari faktor

sirkulasi atau disfungsi sistem saraf simpatis. Teori pertama merupakan otak

melepaskan peptida natriuretik otak setelah cedera, yang kemudian memasuki

sirkulasi sistemik melalui darah penghalang otak yang terganggu. Faktor

neuritik ANP terutama dari atrium jantung dan BNP dari ventrikel,

2
hipotalamus, proyeksi simpatis, dan medula adrenal. Pelepasan ANP dan BNP

sebagian besar disebabkan oleh distensi atrium atau ventrikel disamping

berbagai pengaruh simpatis dan hormonal. BNP bekerja pada tubulus ginjal

untuk menghambat reabsorpsi natrium serta menurunkan pelepasan renin.

Dari beberapa variasi natriuretik, BNP merupakan peptida yang paling

mungkin untuk memediasi terjadinya CSW, dipercaya bahwa peningkatan

volume plasma dapat menyebabkan pelebaran dinding atrial, sehingga

merangsang respon simpatik atau terjadinya peningkatan angiotensin II atau

endotelin yang mampu menyebabkan peningkatan pelepasan peptida ini (Yee

et al., 2010).

Teori kedua menunjukkan bahwa cedera sistem saraf simpatis tidak

dapat lagi meningkatkan reabsorpsi natrium dan merangsang pelepasan renin

karena cedera pada hipotalamus. Mekanisme pasti dari CSW masih terbuka

untuk diperdebatkan.

Gambar 1. Mekanisme CSW

D. Karakteristik

Dasar diagnosis CSW adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik

diketahui bahwa pasien merupakan pasien dengan gangguan sistem saraf

3
pusat. Selanjutnya pasien mengalami diuresis yang berlebihan, akibat diuresis

tersebut pasien mengalami dehidrasi yang ditandai dengan penurunan status

mental dan kondisi yang haus terus menerus serta keseimbangan cairan yang

negatif. Pasien juga pasti mengalami tanda atau gejala hipovolemia seperti

hipotensi, penurunan tekanan vena sentral, kurangnya turgor kulit, atau

peningkatan hematocrit (Cerda et al., 2008).

Evaluasi untuk CSW dimulai dengan basal metabolic panel (BMP)

untuk mengidentifikasi hiponatremia (natrium serum kurang dari 135 meq/L).

Pemeriksaan urin biasanya diperiksa untuk natrium dan osmolalitas urin.

Natrium urin biasanya meningkat di atas 40 meq/L. Osmolalitas urin

meningkat di atas 100 mosmol/kg.

Penting untuk membedakan CSW dan SIADH karena keduanya

ditangani dengan strategi pengobatan yang berlawanan untuk menghindari

komplikasi hipovolemia dan mengurangi perfusi serebral. Perbedaan utama

pada kelainan tersebut adalah volume plasma dan ekskresi Na dan Cl dari

urine. CSW ditandai oleh volume plasma yang rendah dengan gejala

dehidrasi, osmolalitas serum yang rendah dan banyaknya eksresi Na dan Cl

melalui urine, sedangkan SIADH menunjukkan volume plasma yang tinggi

dengan osmolalitas yang rendah. Tekanan vena sentral yang rendah

mengkonfirmasi deplesi volume sehingga mengindikasikan diagnosis kepada

CSW. Penentuan status volume penting untuk diagnosis, karena SIADH

menunjukkan kondisi euvolemic atau hipervolemic dan CSW menunjukkan

4
kondisi hipovolemic. Keseimbangan elektrolit harus dipantau setiap hari untuk

menghindari kesalahan diagnostik sehingga tatalaksana menjadi tidak tepat.

Kompilasi karakteristik utama untuk membedakan antara CSW dan

SIADH ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan antara CSW dan SIADH


Parameter CSW SIADH
Volume Plasma  (<35 mL/kgBB) 
Keseimbangan Garam - Bervariasi
Dehidrasi + -
Berat Badan   atau tetap
PCWP  (<8 mmHg)  atau N
CVP  (<6 mmHg)  atau N
Hipotensi Ortostatik + ±
Hematokrit   atau tetap
Osmolalitas Serum  atau N 
Rasio BUN:SC  N
Protein Serum  N
Natrium Urin  
Kalium Serum  atau tetap  atau tetap
Asam Urat Serum N 

E. Penatalaksanaan

Pasien dengan CSW menunjukkan pengurangan volume ekstraseluler

yang signifikan dan defisit total sodium tubuh sedikitnya sekitar 2

mmol/KgBB. Penatalaksanaan CSW adalah penggantian dari sodium dan air

yang hilang sebagai hasil dari kelainan natriuresis dan diuresis. Pada pasien

dengan hiponatremia asimtomatik, kadar ADH meningkat sebagai respon

kompensasi. Normal saline diberikan untuk mengembalikan volume

intravaskular. Saat volume intravaskular dinormalisasi, stimulus untuk

5
pelepasan ADH dihilangkan dan kelebihan air diekskresikan menyebablan

polyuria sehingga menyebabkan koreksi hiponatremia dan cairan harus tetap

diberikan selama hiponatremia berlanjut. Pada hiponatremia ringan sampai

sedang, dapat diberikan normal saline. Salin hipertonik (3%) melalui kateter

vena sentral diindikasikan pada kasus hiponatremia berat dengan koma atau

kejang. Setelah situasi darurat selesai, diberikan normal saline dalam dosis 50

ml/kg/jam mungkin cukup untuk memperbaiki hypovolemia. Ketika kondisi

euvolemia sudah tercapai, perhatian selanjutnya ditujukan pada koreksi

hiponatremia. Koreksi hiponatremia dapat dilakukan dengan terapi

penggantian Na menggunakan larutan saline hipertonik, teutama dilakukan

jika serum sodium mencapai nilai yang sangat rendah yaitu <125 mEq/l.

Terapi penggantian harus dilakukan dengan perlahan, hal ini dilakukan untuk

menghindari kompilkasi lebih lanjut seperti pontine myelinolysis. Kenaikan

serum sodium tidak boleh lebih dari 0,7 mEq per liter per jam, dan maksimum

total perubahan harian adalah tidak boleh lebih dari 20 mEq per liter.

Selain itu metode lain untuk memperbanyak serum sodium dan volume

intravaskular adalah dengan pemberian mineralkortikoid. Salah satu

mineralkortikoid yang digunakan dalam hal ini adalah fludokortison yang

dapat diberikan 0,05-0,1 mg dua kali sehari, dimulai saat diagnosis CSW

dibuat dan dilanjutkan sampai konsentrasi sodium kembali normal dan

konsentrasi volume intravaskular stabil normal. Fludokortison

direkomendasiakan digunakan setelah beberapa hari ketika diagnosis

ditegakkan dan manajemen dengan terapi penggantian cairan dan garam telah

6
dilakukan dengan baik namun masih belum memberikan hasil memuaskan.

Fludokortison bekerja langsung pada tubulus renal untuk meningkatkan

reabsorbsi dari sodium, tetapi memiliki efek sekunder seperti hipokalemia,

edema paru dan hipertensi yang dapat terjadi pada pemakaian jangka panjang.

Oleh karena itu penggunaan fludokortisone hanya digunakan jika penggantian

garam dan cairan tidak dapat menangani kelebihan natriuresis.

7
BAB II

HIPONATREMIA

A. Definisi

Hiponatremia adalah kekurangan kadar natrium di cairan ekstrasel

yang menyebabkan perubahan tekanan osmotic. Perubahan ini mengakibatkan

pidahnya cairan dari ruang ekstrasel ke intra sel sehingga sel menjadi

bengkak. konsentrasi natrium plasma menggambarkan rasio natrium tubuh

total terhadap air total tubuh.

Hiponatremia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium

dalam plasma darah yang ditandai dengan adanya kadar natrium plasma yang

kurang dari 135 mEq/L, mual, muntah, dan diare. Hal tersebut menimbulkan

rasa haus yang berlebihan, denyut nadi cepat, hipotensi, konvulsi, dan

membran mukosa kering (Alimul, 2003).

B. Etiologi

1. Hiponatremia dengan ADH meningkat

Sekresi AHD meningkat akibat deplesi volume sirkulasi efektif

seperti pada muntah, diare, pendarahan, jumlah urine meningkat, gagal

jantung, sirosis hati, SIADH (syndrome of inappropriate ADH-secretion),

insufisiensi adrtenal, dan hipotiroid.

8
2. Hiponatremia dengan ADH tertekan fisiologik

Pada polidipsia primer dan gagal ginjal terjadi ekskresi cairan lebih

rendah dibanding asupan cairan sehingga menimbulkan respon fisiologik

yang menekan sekresi ADH. Respon fisiologik dari hiponatremia adalah

tertekannya pengeluaran ADH dari hipotalamus sehingga ekskresi urin

meningkat karena saluran air (AQP2A) di bagian apical duktus koligentes

berkurang (osmolaritas urin rendah).

3. Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal atau tinggi

Dalam keadaan normal, 93% dari volume plasma terdiri dari air

dan elektrolit, sedangkan 7% sisanya terdiri dari lipid dan protein. Pada

hiperlipidemia atau proteinemia berat akan terjadipenurunan volume air

plasma menjadi 80% sedang jumlah natrium plasma tetap dan osmolalitas

plasma normal, akan tetapi karena kadar air plasma berkurang

(pseudohiponatremia) kadar natrium dalam cairan plasma total yang

terdeteksi pafa pemeriksaan laboratorium lebih rendah dari normal.

C. Patofisiologi

Natrium adalah kewaspadaan utama dari cairan ekstraseluler dan

terutama bertanggung jawab untuk tekanan osmotik pada kompartemen

tersebut. Natrium meningkatkan konduksi/ transmisi impuls dan esensia untuk

mempertahankan keseimbangan asam/ basa. Rentang serum normal adalah

135-145 mEq/l; intraseluler,10 mEq/l sehingga apbila terjadi kekurangan

natrium pada cairan tubuh,maka akan menimbulkan penyakit pada tubuh.

9
D. Manifestasi Klinis

Gejala dari hiponatremia antara lain mual dan kram perut. Selain itu

kebanyakan merupakan gejala bersifat neuropsikiatrik dan kemungkinan

berhubungan dengan pembengkakan seluler dan edema serebral. Hal ini di

sebabkan saat kadar natrium ekstraseluler menurun, cairan seluler relatif

menjadi lebih pekat dan menarik air ke dalam sel.

Gambaran-gambaran hiponatremia yang lain yang berhubungan

dengan kehilangan natrium dan penambahan air termasuk anoreksia, kram

otot, dan perasaan kelelahan. Jika kadar natrium serum turun dibawah

115mEq/L (115 mmol/L) dapat terjadi letargi, konfusi, kedutan otot,

kelemahan fokal, hemiparase, papiledema, dan kejang.

E. Pemeriksaan Diagnostik

1. Natrium serum: menurun kurang dari 135 mEq/l (namun tanda dan gejala

tidak terjadi sampai kadar kurang dari 120 mEq/l)

2. Natrium urine: kurang dari 15 mEq/l menandakan konservasi ginjal

terhadap natrium karena kehilangan natrium dari sumber non renal kecuali

ada pembuangan natrium nefropati

3. Kalium serum: mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat

natrium pada kalium sedikit

4. Bikarbonat serum: mungkin menurun, tergantung pada ion mana yang

hilang dengan natrium

5. Osmolalitas: umumnya rendah, tetapi mungkin normal, atau tinggi

10
6. Osmolalitas urine: biasanya kurang dari 100 mOsmol/L, kecuali ada

SIADH dimana pada kasus ini akan melebihi osmolalitas serum

7. Berat jenis urine: mungkin turun (kurang dari 1,010) atau meningkat (lebih

besar dari 1,020) bila ada SIADH

8. Ht: tergantung pada keseimbangan cairan

F. Pengobatan

Cairan intravena diberikan untuk meningkatkan konsentrasi natrium

darah secara perlahan. Kenaikan konsentrasi yang terlalu cepat bias

mengakibatkan kerusakan otak yang menetap. Asupan cairan diawasi dibatasi

dan penyebab hiponatremia diatasi. Jika keadaannya memburuk atau tidak

menunjukkan perbaikan setelah dilakukannya pembatasan asupancairan, maka

pada SIADH diberikan demeclocycline atau diuretik thiazide untuk

mengurangi efek hormone anti diuretic terhadap ginjal.

Secara umum, hiponatremia paling baik diterapi dengan cara

menaikkan secara perlahan kadar sodium darah pasien. Dan sebagian besar

para ahli sepakat bahwa usaha penaikan kadar sodium darah tersebut tidak

boleh melebihi 10-12 mEq/L per harinya. Peningkatan kadar sodium darah

yang terlalu cepat justru akan menyebabkan komplikasi yang lebih

memperburuk keadaan (meski jarang terjadi) berupa myelinasi pons. Pasien

yang mengalami myelinasi pons ini akan menderita kelumpuhan, sindrom

“terkunci” (locked-in syndrome) dan bahkan kematian. Pasien dengan kadar

sodium darah diantara 100 hingga 110 mEq/L dan disertai gejala-gejala

hiponatremia yang berat, haruslah segera diterapi untuk mencegah kerusakan

11
saraf yang permanen. Dengan meningkatkan kadar sodium secara cepat, 3-6

mEq/L akan memberikan keseimbangan elektrolit antara otak dan tubuh

sehingga keadaan pasien dapat terstabilkan. Sampai saat ini belum ada studi

besar yang terkontrol baik yang khusus mempelajari berbagai macam terapi

untuk hiponatremia simptomatik. Rekomendasi saat ini berdasar atas berbagai

kasus, hasil konsensus panel dan pendapat para ahli. Berdasar atas informasi

yang tersedia, larutan hipertonik mestilah disiap-sediakan bagi individu-

individu yang sebelumnya pernah mengalami kejang, koma atau kelainan

neurologis fokal lainnya dan juga bagi mereka memiliki kadar sodium darah

kurang dari 120 mEq/L (beberapa ahli berpendapat kurang dari 110 mEq/L)

Direkomendasikan bagi kelompok pasien-pasien ini, menerima 1,5 mL/kg

larutan saline hipertonik 3% dalam jangka waktu kurang dari satu jam dan

juga ditambahkan furosemide dosis kecil (20 mg) secara intravena untuk

menjamin diuresis air dan menghambat sekresi ADH akibat rangsangan cairan

hipertonik tadi. Terapi seperti ini akan meningkatkan kadar sodium darah pada

level 1-2 mEq/L dalam satu jam. Infus kedua dapat diberikan pada jam

berikutnya bila pasien masih menunjukkan gejala-gejala neurologis. Kejang

dapat juga diterapi secara agresif dengan benzo diazepine. Meskipun

peningkatan 3-6 mEq/L akan dapat menstabilkan pasien dengan cepat,

peningkatan total kadar sodium dalam 24 jam pertama perawatan, tidak boleh

melampaui 10 - 12 mEq/L. Pemantauan kadar sodium darah ini harus

dilakukan secara seksama tiap 2 jam sekali dalam ruang perawatan ICU. Bila

kadar sodium serum meningkat terlalu cepat, pemberian infus D5W.

12
G. Penatalaksanaan

1. Penggantian natrium

Pengobatan yang paling nyata adalah pemberian natrium secara

hati-hati. Pemberian dapat di berikan secara oral,selang nasogastrik, atau

perenteral.pasien yang mampu makan atau minum penggantian natrium

dapat mudah di lakukan karena natrium banyak terdapat dalam diet

normal. Kebutuhan natrium lazim pada orang dewasa adalah kurang lebih

100 mEq, jika tidak ada kehilangan yang abnormal. Pada SIADH, salin

yang hipertronis saja tidak dapat mengubah natrium plasma. Natrium yang

berlebihan di sekresikan dengan cepat dalam urine yang pekat.

2. Pembatasan air

Jika hiponatremia terjadi pada pasien dengan volume cairan normal

atau berlebih, pengobatan pilihannya adalah pembatasan air. Hal ini jauh

lebih aman di bandingkan pemberian natrium dan biasanya cukup efektif.

Meskipun demikian jika jika gejala neurologis timbul, mungkin perlu

pemberian volume kecil larutan natrium hipertronis seperti natrium klorida

3% atau 5%. Penggunaaan yang tidak benar dari cairan ini sangat

berbahaya, hal ini dapat di pahami ketika perawat mengangap bahwa satu

liter larutan natrium klorida 3% dan mengandung 513 mEq natrium dan

satu liter natrium klorida 5% mengandung 855% mEq natrium.

13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Deskripsi Kasus

Pasien datang ditemani oleh anaknyan. Pasien masuk RS melalui IGD

dengan keluhan sering mengalami mual/ muntah, malaise, kulit kemerahan,

kering, panas dan demam sejak beberapa hari yang lalu.

Dari pemeriksaan fisik tanda-tanda vital didapatkan TD: 140/90 mmHg,

suhu: 380C, nadi: 86x/menit, RR: 18x/menit dan suara nafas stridor, BB: 30 kg,

TB: 150 cm. IMT= 13,33. Keadaan umum pasien lemah dengan GCS 15, tingkat

kesadaran composmentis kooperatif. Turgor kulit buruk, bola mata cekung,

membrane mukosa kering, penurunan saliva/ keringat, Bentuk dada normal tidak

ada kelainan, konjungtiva tidak anemis, ictus cordis terlihat, bentuk abdomen

rounded, sulit menelan/ disfagia. Dx: Hiponatremia.

A. Pengkajian

1. Identitas Klien

a. Nama : Tn. X

b. Umur : 54 tahun

c. Jenis Kelamin : Laki-laki

d. Agama : Islam

e. Pekerjaan : Swasta

f. Diagnosa Medis : Hiponatremia

14
2. Pengkajian Tanda dan Gejala

a. Aktivitas/ istirahat

Gejala : Malaise, kelemahan umum, pingsan kram otot

b. Integritas ego

Gejala : Ansietas

Tanda : Gelisah, ketakutan

c. Makanan/ Cairan

Gejala : Mual/ muntah, anoreksia

Tanda : Turgor kulit buruk, bola mata cekung, membrane mukosa

kering, penurunan saliva/ keringat

d. Neurosensori

Tanda : Kedutan otot, letargi, gelisah, stupor

e. Sirkulasi

Tanda : Hipotensi, takikardia, penurunan nadi perifer

f. Eliminasi

Gejala : Kram abdomen, diare

Tanda : Penurunan haluaran urin

g. Pernapasan

Tanda : Takipnea

h. Keamanan

Tanda : Kulit kemerahan, kering, panas, demam

3. Pemeriksaan Fisik

a. Kesadaran : Composmentis (GCS : E4 V5 M6)

15
b. Tanda-tanda vital:

a. TD :140/90 mmHg

b. S : 38 oC

c. N : 86 x/menit

d. RR : 18 x/menit

e. BB : 30 kg

f. TB : 150 cm

g. IMT : 13,33

c. B1 (Breathing)

1) Inspeksi : Bentuk dada normal tidak ada kelainan, RR: 18 x/

menit

2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

3) Perkusi : Sonor

4) Auskultasi : Stridor

d. B2 (Blood)

1) Inspeksi : Konjungtiva tidak anemis, ictus cordis terlihat

2) Palpasi : Denyut nadi 86 x/menit, suhu 38oC, akral hangat

3) Perkusi : Tidak ada kelainan

4) Auskultasi : Hipotensi dengan kolaps vasomotor

e. B3 (Brain)

Composmentis (GCS : E4 V5 M6), mata tidak cekung, sklera

tidak ikterik, pupil isokor, bentuk wajah simetris.

16
f. B5 (Bowel)

1) Inspeksi : Bentuk abdomen rounded, sulit menelan/ disfagia

2) Auskultasi : BU 4 x/menit

3) Perkusi : timpani

4) Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan

g. B6 (Bone)

Kulit dingin atau lembab, gambaran jari pada sternum sianosis

4. Aktivitas Sehari-Hari

a. Pola Nutrisi

Dalam pola pemenuhan kebutuhan nutrisi, frekuensi makan

klien 3 kali sehari dengan ½ porsi dikarenakan pasien sulit menelan/

disfagia.

b. Pola Eliminasi

Pola eliminasi BAB klien yaitu 1 kali sehari dengan kosistensi

feses agak keras. Pola buang air kecil klien sekitar 2-3 kali sehari

dengan warna urine kuning pekat.

c. Pola Istirahat dan Tidur

Pasien mengatakan kadang-kadang sulit tidur karena gelisah,

sering mual dan muntah. Klien mengatakan tidur hanya ± 6 jam dalam

satu hari.

17
d. Pola Aktivitas dan Latihan

Pasien mengatakan selama sakit aktivitas sehari-harinya

dibantu oleh keluarga dan perawat diruangan. Pasien mengatakan tidak

bisa banyak beraktivitas karena akan merasa lelah.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Aktual/ resiko peningkatan tekanan intrakranial yang berhubungan dengan

hipoosmolalitas, air memasuki sel-sel otak, overhidrasi intraseluler sel-sel

otak.

C. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa NOC NIC Rasional


Keperawatan
1. Aktual/ resiko Setelah 1. Kaji faktor 1. Kehilangan
peningkatan dilakukan penyebab natrium yang
tekanan tindakan dari situasi/ menyebabkan
intrakranial keperawatan keadaan deplesional
yang selama 3x24 individu dan hiponatremia
berhubungan jam tidak factor yang dapat
dengan terjadi menurunkan disebabkan
hipoosmolalit peningkatan osmolalitas oleh
as, air tekanan serum mekanisme
memasuki sel- intracranial 2. Memantau ginjal dan
sel otak, TTV tiap 4 non-ginjal.
overhidrasi Kriteria hasil : jam Sebab paling
intraseluler 1. Klien 3. Evaluasi sering dari
sel-sel otak tidak pupil mekanisme
gelisah; 4. Beri asupan ginjal adalah
tidak cairan secara diuretic, dan
mengeluh oral lebih jarang
nyeri 5. Awasi adalah
kepala; temperature penyakit
mual-mual dan ginjal boros
dan pengaturan garam.

18
muntah; suhu Kehilangan
GCS: lingkungan natrium non-
4,5,6; 6. Pertahankan ginjal terjadi
2. TTV kepala/leher pada
dalam pada posisi kehilangan
batas yang netral, volume
normal; usahakan cairan seperti
3. Tidak dengan pada muntah,
mengalam sedikit diare, atau
i deficit bantal. pada
neurologis Hindari defisiensi
. penggunaan adrenal
bantal yang (aldosteron
tinggi pada rendah)
kepala 2. Suatu
7. Berikan keadaan
waktu normal
istirahat terjadi bila
antara sirkulasi
tindakan serebral
perawatan terpelihara
dan batasi dengan baik
lamanya atau ditandai
prosedur dengan
8. Kurangi fluktuasi
rangsangan tekanan
ekstra dan darah
berikan rasa sistemik,
nyaman penurunan
seperti outoregulator
lingkungan kebanyakan
yang tenang merupakan
9. Cegah/ tanda
hindari penurunan
terjadinya difusi local
valsava vaskularisasi
menuver darah
10. Kaji serebral.
peningkatan Dengan
istirahat dan peningkatan

19
tingkah laku tekanan
pada pagi darah
hari (diastolic),
11. Palpasi maka
pembesaran/ dibarengi
pelebaran dengan
blader, peningkatan
pertahankan tekanan
drainase darah
urine secara intakranial.
paten jika Adanya
digunakan, peningkatan
dan pantau tensi,
terdapatnya bradikardia,
konstipasi disritmia, dan
12. Berikan dispnea,
penjelasan merupakana
pada klien tanda
(jika sadar) terjadinya
dan keluarga tekanan
tentang intracranial
sebab akibat 3. reaksi pupil
tekanan dan
intracranial pergerakan
meningkat kembali bola
13. Observasi mata
tingkat merupakan
kesadaran tanda dari
dengan GCS gangguan
14. Kolaborasi saraf jika
a. Pemberi batang otak
an O2 terkoyak.
sesuai Keseimbanga
indikasi n saraf antara
b. Berikan simpatis dan
cairan parasimpatis
intra merupakan
vena respon reflex
jenis nervus
NaCl cranial

20
c. Berikan 4. Berikan
obat asupan cairan
diuretic dengan
osmotic, interval yang
contohny teratur,
a: terutama
manitol, pada klien
furoscide yang
d. Berikan mengalami
insulin gangguan
dan yang tidak
glukosa mampu
e. Monitor mempersepsi
hasil kan atau
laborator berespon
ium terhadap rasa
sesuai haus
dengan 5. Panas
indikasi merupakan
seperti reflex dari
protombi hypothalamu
LED s.
Peningkatan
kebutuhan
metabolism
dan O2 akan
menunjang
pengkatan
tekanan
intracranial
6. perubahan
kepala pada
satu sisi
dapat
menimbulkan
penekanan
pada vena
jugularis dan
menghambat
aliran darah

21
ke otak,
untuk itu
dapat
mmeningkatk
an tekanan
intracranial
7. Tindakan
yang terus
menerus
dapat
meningkatka
n tekanan
intracranial
8. Memberikan
suasana yang
tenang dapat
menurangi
respon
psikologis
dan
memberikan
istirahat
untuk
mempertahan
kan tekanan
intracranial
yang rendah
9. Mengurangi
tekanan
intratorakal
dan
intraabdomen
, sehingga
menghindari
peningkatan
tekanan
intracranial
10. Tingkah
nonverbal ini
dapat

22
merupakan
indikasi
peningkatan
tekanan
intracranial
atau
memberikan
reflex nyeri
jika pasien
tidak mampu
mengungkap
kan keluhan
secara verbal,
nyeri yang
tidak
menurun
dapat
meningkatka
n tekanan
intracranial
11. Dapat
meningkatka
n respon
automatis
yang
potensial
menaikkan
tekanan
intracranial
12. Meningkatka
n kerjasama
dalam
meningkatka
n perawatan
klien dan
mengurangi
kecemasan
13. Perubahan
kesadaran
menunjukkan

23
peningkatan
tekanan
intracranial
dan berguna
untuk
menentukan
lokasi dan
perkembanga
n penyakit

D. Implementasi Keperawatan

Tgl/ Jam Diagnosa Implementasi TTD


Keperawatan
Aktual/ resiko 1. Melakukan
peningkatan kajian faktor
tekanan penyebab factor
intrakranial yang yang
berhubungan menurunkan
dengan osmolalitas
hipoosmolalitas, serum
air memasuki sel- 2. Memonitor
sel otak, tanda-tanda
overhidrasi vital
intraseluler sel-sel 3. Mengecek pupil
otak 4. Memberikan
asupan cairan
secara oral
5. mengawasi
temperature dan
pengaturan suhu
lingkungan
6. membantu
mempertahanka
n kepala/ leher
pada posisi yang
netral
7. memanajemen
lingkungan

24
yang nyaman
8. mencegah
terjadinya
valsava
menuver
9. memberikan
penjelasan pada
klien tentang
sebab akibat
tekanan
intracranial
meningkat
10. mengobservasi
tingkat
kesadaran
dengan GCS
11. Memberikan O2
sesuai indikasi
12. Memberikan
cairan intra vena
jenis NaCl
13. Memberikan
obat diuretic
osmotic
14. Memberikan
insulin dan
glukosa

E. Evaluasi Keperawatan

Tanggal Evaluasi TTD


S:
 Pasien menyatakan tidak merasa
nyeri kepala, gelisah, mual atau
muntah
 Pasien menyatakan tidak merasa
nyeri kepala, gelisah, mual, dan
kejang

25
O:
 Tidak terdapat papil edema,
TTV
 Tekanan darah dalam batas
normal (120/80 mmHg)
 Nadi 80x/menit
 Suhu : 36-36,7 0C
 Pernafasan 16-20 kali per menit
 Tidak mengalami defisit
neurologis
A:
 Masalah teratasi
P:
 Intervensi dihentikan

26
DAFTAR PUSTAKA

Tenny, S., & Thorell, W. (2020). Cerebral Salt Wasting Syndrome. StatPearls
Pratiwi, D. A., & Mahadewa, T. G. B. (2019). Cerebral Salt Wasting Syndrome in
Traumatic Brain Injury: Pitfall and Management. MEDICINA, 50(1), 198-
204.
Cerdà-Esteve, M., Cuadrado-Godia, E., Chillaron, J. J., Pont-Sunyer, C.,
Cucurella, G., Fernández, M., ... & Roquer, J. (2008). Cerebral salt wasting
syndrome. European Journal of Internal Medicine, 19(4), 249-254.
Misra, U. K., Kalita, J., & Tuberculous Meningitis International Research
Consortium. (2019). Mechanism, spectrum, consequences and management
of hyponatremia in tuberculous meningitis. Wellcome Open Research, 4.
Yee, A. H., Burns, J. D., & Wijdicks, E. F. (2010). Cerebral salt wasting:
pathophysiology, diagnosis, and treatment. Neurosurgery Clinics, 21(2), 339-
352.

PROFIL PENULIS

Cika Widya Dharma lahir di Padang, 4 Maret

2002. Penulis pernah bersekolah di SD N 37 Alang

Lawas. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke

SMPN 4 Padang, setelah itu penulis melanjutkan

pendidikan ke SMA N 2 Padang. Setelah itu

Alhamdulillah penulis menyelesaikan pendidikan

27
dan lulus pada tahun 2020. Sekarang penulis melanjutkan studi di Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Syedza Saintika Padang dengan Program Studi

Sarjana Keperawatan Angkatan 2020. Buku ini dengan judul buku

Cerebral Salt Wasting (Hiponatremia) merupakan karya pertama penulis.

Berkat dukungan, dorongan dan motivasi orang terdejat Alhamdulillah

penulis dapat menyelesaikan penulisan buku ini.

28

Anda mungkin juga menyukai