“PINDANG PRESTO”
Disusun Oleh :
Kelompok 2
Pertemuan : 3 ( Ketiga )
PENDAHULUAN
Menurut Arifudin (1983), pengolahan bandeng duri lunak merupakan salah satu usaha
diversifikasi. Proses pengolahan menggunakan suhu yang tinggi (115 – 121°C), dengan
tekanan 1 atm. Suhu dan tekanan yang tinggi ini dicapai dengan menggunakan alat
pengukus bertekanan tinggi (autoclave) atau dalam skala rumah tangga dengan alat
pressure cooker.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Membuat pindang presto
2. Membandingkan warna, tekstur, aroma, dan rasa ikan pindang dari jenis pembungkus
ikan yang berbeda
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu hasil olahan ikan pindang adalah pindang duri lunak. Mempunyai ciri
hampir sama dengan bandeng, dengan kelebihan yakni tulang, duri dari ekor hingga kepalanya
cukup lunak, sehingga dapat dimakan tanpa menimbulkan gangguan duri pada mulut
(Arifudin, 1988).
Menurut SNI No: 4106.1-2009, pindang presto/duri lunak adalah produk olahan hasil
perikanan dengan bahan baku ikan utuh yang mengalami perlakuan sebagai berikut:
penerimaan bahan baku, sortasi, penyiangan, pencucian, perendaman, pembungkusan,
pengukusan, pendinginan, pengepakan, pengemasan, penandaan, dan penyimpanan.
Pindang duri lunak merupakan salah satu jenis diversifikasi pengolahan hasil perikanan
terutama sebagai modifikasi pemindangan yang memiliki kelebihan yaitu tulang dan duri dari
ekor sampai kepala lunak sehingga dapat dimakan tanpa menimbulkan gangguan duri pada
mulut (Arifudin, 1988).
Dalam pengolahan pindang duri lunak dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara
tradisional dan modern. Pada pengolahan pindang duri lunak secara tradisional, wadah yang
digunakan untuk memasak biasanya berupa drum yang dimodifikasi atau dandang berukuran
besar. Pengolahan pindang duri lunak secara tradisional menggunakan prinsip pengolahan ikan
bandeng.
Secara modern, pengolahan pindang duri lunak menggunakan presto. Pindang presto
merupakan hasil olahan dari ikan pindang yang melalui proses pemanasan dan tekanan.
Pengolahan pindang presto menggunakan suhu tinggi (115-1210C) dengan tekanan 1,5
atmosfer. Suhu dan tekanan yang tinggi dicapai dengan menggunakan autoclave yaitu alat
bertekanan tinggi atau dalam skala rumah tangga dengan alat presscooker selama 60-90 menit
(Arifudin, 1993). Pada pemasakan presto adanya uap bertekanan tinggi akan dapat
melunakkan duri sehingga duri ikan akan menjadi rapuh dan mudah hancur, namun bentuk
ikan masih seperti aslinya (Achyadi, 2001).
Dalam pengolahan pindang presto juga ditambahkan garam sebagai pengawet yang
berfungsi mengurangi kadar air pada suatu bahan pangan sehingga akan menghambat atau
menghentikan sama sekali aktivitas enzim dan bakteri yang berperan dalam proses penurunan
mutu ikan, selain itu garam juga bersifat bakteristatik (Wahyuningsih, 2002).
Proses pengolahan pindang duri lunak dengan uap air panas bertekanan tinggi
menyebabkan tulang dan duri menjadi lunak. Selain itu uap air panas yang bertekanan tinggi
ini sekaligus berfungsi menghentikan aktifitas mikroorganisme pembusuk ikan, kerasnya
tulang ikan disebabkan adanya bahan organik dan anorganik pada tulang. Bahan anorganik
meliputi unsur-unsur kalsium, phosphor, magnesium, khlor dan flour sedangkan bahan organik
adalah serabut-serabut kolagen. Tulang menjadi rapuh dan mudah hancur bila bahan organik
yang terkandung di dalamnya larut (Soesetiadi, 1977).
Pada pindang presto ikan yang sering digunakan yaitu Ikan bandeng. Ikan bandeng
merupakan salah satu ikan yang ada indonesia. Ikan ini banyak ditemukan di perairan
samudera hindia dan akrab dengan habitat terumbu karang disekitar pesisir. Ikan bandeng
disukai sebagai makanan karena cita rasa yang gurih, rasa daging kental (tidak asin seperti
ikan laut) dan tidak mudah hancur jika dimasak. Kelemahan bandeng ada dua, yaitu:
dagingnya berduri dan kadang-kadang berbau tanah atau lumpur. Duri bandeng sebenarnya
adalah tulang dari bandeng. Duri ini mengganggu kenikmatan dalam memakan dagingnya.
Gangguan ini dapat diatasi dengan penggunaan panic bertekanan tinggi (presto atau autoclave)
dalam waktu tertentu, sehingga duri ini menjadi lunak dan dapat dihancurkan jika dikunyah.
Sedangkan bau lumpur dapat diatasi dengan cara. Cara pertama adalah memelihara ikan
selama 1-14 hari dalam air mengalir bebasbiasmin sebelum di jual. Cara kedua adalah dengan
perlakuan pemberian asam tertentu. Umumnya bandeng yang berbau lumpur diambil dari
tambak. Menurut Saanin (1968), klasifikasi ikan bandeng (Chanos chanos Forsk) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Pisces
Ordo : Malacopterygii
Family : Chanidae
Genus : Chanos
Ikan Bandeng mempunyai ciri-ciri seperti badan memanjang, padat, kepala tanpa sisik,
mulut kecil terletak di depan mata. Mata diselaputi oleh selaput bening (subcutaneus).
Pengolahan bandeng duri lunak (Eko Susanto) Seri materi penyuluhan bagi masyarakat pesisir
4 punggung terletak jauh di belakang tutup insang dan dengan rumus jari-jari D. 14-16; sirip
dada (pectoral fin) mempunyai rumus jari-jari P. 16-17; sirip perut (ventrial fin) mempunyai
rumus jari-jari V. 11-12; sirip anus (anal fin) terletak jauh di belakang sirip punggung dekat
dengan anus dengan rumus jari-jari A. 10-11; sirip ekor (caudal fin) berlekuk simetris dengan
rumus jari-jari C. 19 (Hadie, 1986).
Menurut Djarijah, A.S.( 1995), ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dapat tumbuh
hingga mencapai 1,8 m, anak ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) yang biasa disebut nener
yang biasa ditangkap di pantai panjangnya sekitar 1 -3 cm, sedangkan gelondongan berukuran
5-8 cm.
N
o Parameter Deskripsi
1
Rupa
. Ikan utuh dan tidak patah, mulus, tidak luka atau lecet,
bersih, tidak terdapat benda asing, tidak ada endapan
lemak, garam, atau kotoran lain
2
Warna
.
Warna spesifik, cemerlang, tidak berjamur, dan
berlendir
3
Bau
.
Spesifik seperti ikan rebus, gurih, segar, tanpa bau
tengik, masam, basi, atau busuk
4
Rasa
.
Gurih spesifik bandeng duri lunak, enak dan tidak
5
Tekstur
. terlalu asin, rasa asin merata, serta tidak ada rasa asing
Kompak, padat, cukup kering, tidak berair, dan kesat
Sumber: Saparinto (2007)
Persyaratan mutu bandeng duri lunak menurut SNI No: 4106.1-2009 adalah sebagai
berikut:
*) Apabila diperlukan
Proksimat
Air g 70.85
Energi kJ 619
Protein g 20.53
Lemak g 6.73
Abu g 1.14
Karbohidrat g 0.00
Minerals
kalsium, Ca mg 51
Besi, Fe mg 0.32
Magnesium, Mg mg 30
Fosfor, P mg 162
Kalium, K mg 292
Natrium, Na mg 72
Seng, Zn mg 0.82
Tembaga, Cu mg 0.034
Mangan, Mn mg 0.020
Vitamins
Vitamin C mg 0.0
Thiamin mg 0.013
Riboflavin mg 0.054
Niacin mg 6.440
Vitamin A, IU IU 100
Kolesterol mg 52
METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat/Bahan :
1. Alat
Pisau
Baskom
Alumunium foil
Daun pisang
Panci Presto
2. Bahan
Ikan Bandeng
Ayam
Garam
bumbu dihaluskan (tiap kg ikan : bawang merah 5 siung, bawang putih 1,5 siung,
kunyit 0,5 cm, dan jahe 0,25 cm)
3.2 Prosedur :
1. Siangi ikan (sisik tidak perlu dibersihkan), keluarkan insang dan isi perutnya dan
ayam, lalu cuci.
2. Rendam ikan dan ayam dalam larutan garam 3% selama 20 menit, tutup dengan es
batu dipermukaannya.
3. Tiriskan ikan dan ayam dan beri garam halus 2%.
4. Lumuri ikan dan ayam dengan bumbu yang dihaluskan.
5. Bungkus ikan dan ayam dengan alumunium foil dan daun pisang.
6. Masak selama 60 menit dalam panci presto.
7. Angkat ikan dan ayam setelah panci dingin, tiriskan, amati mutu organoleptik dan
kadar air pindang.
8. Catatan : masing-masing perlakuan 2 ekor ikan.
3.1 Diagram Alir
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kami melakukan pengamatan organoleptik pada ikan
bandeng/pindang dan ayam presto dengan cara dibungkus daun pisang dan alumunium
foil. Dari hasil organoleptik yang kami lakukan pada ikan pindang presto dengan
bungkusan daun pisang diketahui warna ikan putih kekuningan, tekstur lunak, rasa gurih
dengan aroma khas daun pisang dan bumbu lebih menyengat, namun kadar air lebih
banyak. Sedangkan pada ikan pindang presto dengan bungkus alumunium foil diketahui
warna sama yaitu putih kekuningan, tekstur lunak, rasa gurih dan aroma bandeng presto
dipengaruhi adanya bumbu, serta kadar air pada ikan juga lebih banyak. Sedangkan pada
ayam presto dengan bungkusan daun pisang diketahui bahwa warna ayam berubah warna
menjadi putih pucat kekuningan, tekstur lunak, rasanya gurih asin, aromanya kurang
menyengat namun kadar air yang dihasilkan lebih banyak menggunakan bungkusan daun
pisang. Serta ayam presto yang dibungkus dengan alumunium foil berwarna putih pucat,
teksturnya lunak dan empuk, rasanya gurih, dan aromanya lebih menyengat karena
dipengaruhi oleh adanya bumbu rempah serta kadar air kurang banyak.
Panci presto yang ditutup akan membuat sebagian besar uap air terperangkap di
dalam panci dan menyebabkan air akan lebih cepat mendidih. Panci presto dibuat
sedemikian sehingga benar-benar rapat saat ditutup, sehingga tidak ada uap air yang
dapat keluar. Akibatnya, sangat banyak uap air yang terperangkap. Uap tersebut
merupakan penghantar energi panas yang baik ke dalam makanan sehinga dapat
membantu mematangkan makanan sampai ke bagian dalamnya. Akibat lain dari
mengumpulnya uap air tersebut adalah tekanan yang cukup tinggi. Dikarenakan
banyaknya uap yang terperangkap, tekanan udara di dalamnya menjadi lebih tinggi.
Jika pada panci biasa kenaikan tekanan ini tidak berpengaruh secara signifikan, pada
panci presto ini kenaikan tekanan cukup berpengaruh secara signifikan terhadap suhu
makanan di dalam panci tersebut. Suhu makanan di dalam panci presto akan cepat naik
sehingga makanan pun menjadi lebih cepat matang dan empuk.
Daging ikan bandeng dikenal gurih, beraroma khas dan berwarna putih. Tetapi,
duri atau tulang halusnya banyak sehingga menyebabkan masalah jika akan
dikonsumsi. Untuk mengatasi hal ini, ikan bandeng kemudian diolah menggunakan
pemasakan bertekanan (autoclave atau pressure cooker ) untuk memperoleh produk
ikan bandeng presto. Produk olahan ikan dari lunak, sesuai dengan namanya,
mempunyai duri/tulang yang lunak. (Rizal, 2012)
Dari hasil organoleptik yang kami lakukan diketahui warna produk kuning,
tekstur Iunak, rasa gurih dan aroma khas ikan bandeng dan ayam. Warna, rasa dan
aroma bandeng dan ayam presto dipengaruhi adanya bumbu. Bumbu memegang
peranan penting karena menentukan cita rasa produk akhir, Selain itu daya awet ikan
Bandeng duri lunak juga dapat ditunjang oleh penggunaan bumbu dalam proses
pengolahannnya. Ada 2 macam bumbu yang digunakan dalam pembuatan bandeng duri
Iunak, yaitu bumbu rendam dan bumbu urap. lstilah tersebut mengacu pada cara
perlakuan pada waktu memberikan bumbu, ada yang digunakan untuk merendam
bandeng dan ada yang diurapkan ke seluruh tubuh bandeng. Bahkan ada juga yang
langsung merebus bandeng dalam larutan garam. Cara terakhir ini biasanya digunakan
dalam pembuatan bandeng duri lunak secara tradisional, yang memakan waktu sekitar 6
sampai 7 jam (Purnomowati, 2006).
Rasa menunjang peranan penting dari penerimaan suatu produk oleh konsumen.
Rasa ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah garam yang
ditambahkan, bumbu bumbu, gula dan lemak/minyak setelah produk dimasak/digoreng
rasa akan muncul (Hangesti, 2006). Rasa juga dipengaruhi oleh lingkungan, kebiasaan
dan adat masyarakat terhadap makanan.
Penggunaan panas dengan waktu yang tepat akan menyebabkan air yang
terdapat pada daging ikan menguap sehingga akan berpengaruh terhadap jaringan
tekstur daging ikan (Ratnasari, 2009)
2. Bumbu
3. Suhu Pemprestoan
Pindang umumnya tidak terlalu awet karena masih mempunyai aktivitas air yang
relatif tinggi dan sesuai bagi pertumbuhan mikroorganisme, terutama bakteri
pembentuk lendir dan kapang. Pemanasan yang diberikan pada umumnya tidak terlalu
mampu membasmi semua mikroorganisme. Selama penyebaran dan penjualan, pindang
sangat mudah mengalami kontaminasi mikroorganisme. Kerusakan pindang yang
disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme ditandai dengan pembentukan lendir,
pertumbuhan kapang, dan teksturnya yang menjadi hancur. (Achyadi, 2001)
Daya awet ikan pindang bila disimpan di udara terbuka tanpa dilakukan
penanganan yang baik kurang lebih 3-4 hari. Selain dikarenakan pindang disimpan di
udara terbuka tanpa penanganan khusus, hasil produksi pindang (terutama pindang air
garam) kandungan airnya cukup banyak serta kadar garam yang cukup rendah jika
dibandingkan ikan asin. Ikan yang mempunyai ukuran yang lebih besar (seperti
tongkol) mempunyai daya awet yang lebih singkat bila dibandingkan dengan ikan yang
berukuran kecil (ikan layang atau lemuru). Daya awet pindang ini dapat ditingkatkan
dengan cara perbaikan teknik pemindangan (kebersihan, suhu, kadar garam,
penambahan bumbu, dll), penggunaan zat pengawet, perbaikan pengemasan maupun
teknik penyimpanan produk. Cara lain yang digunakan untuk memperpanjang daya
awet ikan pindang adalah dengan sterilisasi. (Achyadi, 2001)
Pada proses perendaman ikan dalam larutan garam, setelah ditiriskan ikan direndam
dalam larutan garam 3% selama 15 menit. Tujuan perendaman ini untuk membersihkan
sisa-sisa darah dan kotoran yang masih ada selain itu juga agar produk akhir yang
diperoleh seragam kandungan garamnya (Saleh 2002). Disamping garam sebagai bahan
pengawet, garam pada konsentrasi rendah dapat memberikan sumbangan cita rasa. Pada
konsentrasi garam 2-4 % di dalam produk hanya sedikit pengaruhnya terhadap
pengawetan tetapi berfungsi sebagai pemberi citarasa dan memperbaiki kenampakan.
Kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu dari ikan pindang yang dihasilkan.
Adanya garam magnesium ( Mg ) dan Calsimn (Ca) 1% saja dapat mempengaruhi
terhadap warna ikan pindang yang dihasilkan, selain itu rasa dari ikan menjadi pahit
dan tekstur ikan menjadi keras dan rapuh. (Ketut Suwamba 2008).
Menurut Adawyah (2007), secara umum garam terdiri atas 39,39% Na dan 60,69%
Cl. Garam sebagai bahan pengawet akan banyak pengaruhnya terhadap mutu pindang
yang dapat ditandai oleh bau, rasa dan warna dari pindang yang dihasilkan. Kecepatan
penetrasi garam kedalam tubuh ikan dipengaruhi oleh tingkat kemurnian garam. Garam
yang kurang murni lambat sekali meresap ke dalam ikan. Demikian juga ikan pindang
akan mempunyai bau yang kurang memuaskan, rasa yang pahit, warna yang kurang
menarik dan tidak tahan lama. Garam yang baik adalah garam yang mengandung NaCl
cukup tinggi (95%).
Pada proses pendinginan, pindang lalu ditiriskan dan biarkan tetap dalam besek atau
naya dan dinginkan pada suhu ruangan. Ikan-ikan telah menjadi pindang air garam
(Adawyah 2007). Ikan hasil pemindangan tidak boleh diletakkan dalam ruangan yang
lembab atau basah, karena hal ini dapat meningkatkan aktivitas bakteri maupun
mikroorganisme lain, dengan demikian dapat menurunkan kualitas ikan pindang
(Afrianto dan Liviawaty1989). Selanjutnya Wibowo (1996) menyatakan untuk
mempercepat pendinginan dapat digunakan kipas angin. Penggunaan rak pendingin
akan sangat membantu mengefisienkan penggunaan ruangan. Namun, agar ikan
pindang tidak rusak akibat sering dipindah-pindah, pada rak dipasang roda.
Pemindahan ikan pindang keruang pendinginan cukup dengan mendorong rak.
KESIMPULAN
1. Pemindangan adalah pengolahan ikan yang dilakukan dengan cara merebus ikan
dalam suasana garam selama waktu tertentu, biasanya selama 15 menit.
2. Proses pembuatan dari pindang terdiri dari penyiangan dan pencucian, penyusunan
ikan, penggaraman ikan,dan perebusan ikan
3. Hasil organoleptik pindang presto dengan bungkusan daun pisang diketahui warna
ikan putih kekuningan, tekstur lunak, rasa gurih dengan aroma khas daun pisang
dan bumbu lebih menyengat. Sedangkan hasil organoleptik pindang presto dengan
bungkusan alumunium foil diketahui warna putih kekuningan, tekstur lunak, rasa
gurih dan aroma bandeng presto dipengaruhi adanya bumbu. Serta kadar air pada
bungkusan daun pisang dan alumunium foil sama lebih banyak.
4. Hasil organoleptik ayam presto dengan bungkusan daun pisang diketahui warna
ayam putih pucat kekuningan, tekstur lunak, rasa gurih dengan aroma khas daun
pisang dan bumbu kurang menyengat. Sedangkan hasil organoleptik ayam presto
dengan bungkusan alumunium foil diketahui warna putih pucat, tekstur lunak dan
empuk, rasa gurih dan aroma ayam presto dipengaruhi adanya bumbu. Serta kadar
air pada bungkusan daun pisang lebih banyak dari pada bungkusan alumunium foil.
DAFTAR PUSTAKA