Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU TEKNOLOGI PANGAN

“PINDANG PRESTO”

Dosen Pembimbing :1. Zulfiana Dewi, SKM.,MP

2. Rahmani, STP., MP.

3. Ir. Hj.Ermina Syainah, MP.

Disusun Oleh :
Kelompok 2

Afrilia Fathan Madani P07131218044


Aulia Nur Fitriani Aqila P07131218051
Helmalia Putri P07131218058
Muslihah P07131218070
Nadya Salshabilla Haya P07131218071
Yuni Rahmina P07131218083

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Banjarmasin
Program Sarjana Terapan Gizi dan Dietetika
2019/2020
Praktikum : Ilmu Teknologi Pangan

Pertemuan : 3 ( Ketiga )

Judul Praktikum : Pindang presto

Hari/Tanggal : Rabu, 5 Februari 2020

Tempat : Lab ITP/Ilmu Pangan Dasar

Dosen Pembimbing : 1. Zulfiana Dewi, SKM.,MP

2. Rahmani, STP., MP.

3. Ir. Hj.Ermina Syainah, MP.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Banjarmasin
Program Sarjana Terapan Gizi dan Dietetika
2019/2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada umumnya ikan bandeng diolah secara tradisional antara lain dengan cara
pengasapan, penggaraman dan pemindangan. Cara pengolahan tersebut hanya merubah
komposisi daging, rasa serta tekstur ikan, tetapi tidak dapat melunakkan tulang yang
banyak terdapat dalam daging ikan bandeng.Untuk mengatasi gangguan tulang – tulang
ini, ada suatu cara pengolahan khusus yang produknya disebut bandeng duri lunak.
Pengolahan bandeng duri lunak secara tradisional menggunakan prinsip pengolahan
ikan pindang. Pengolahan bandeng duri lunak secara tradisional dilakukan dengan
menggunakan prinsip pemindangan. Dalam proses pemindangan, ikan diawetkan dengan
cara mengukus atau merebusnya dalam lingkungan bergaram dan bertekanan normal,
dengan tujuan menghambat aktivitas atau membunuh bakteri pembusuk maupun aktivitas
enzim (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Secara modern, pengolahan bandeng duri lunak
menggunakan autoclave untuk memasak. Prinsip penggunaan autoclave pada pemasakan
bandeng duri lunak adalah dengan cara menggunakan tekanan tinggi, sekitar 1 atmosfer.
Dengan tekanan yang tinggi proses pemasakan bandeng duri lunak dengan autoclave akan
lebih cepat matang dengan lama sekitar 2 jam dan tulang ikan dapat segera lunak.
Menurut Astawan (2004), salah satu upaya untuk mengatasi hambatan dalam
pemanfaatan ikan bandeng adalah mengolah ikan bandeng secara duri lunak. Di Indonesia,
produk bandeng duri lunak mulai dikenal walaupun jumlah produksinya masih dibawah
ikan asin maupun ikan pindang, tetapi pada masa yang akan datang pengolahan ikan
Bandeng secara duri lunak cukup cerah prospeknya. Cita rasa yang dimiliki pun jauh lebih
enak dibandingkan dengan ikan yang diolah secara diasin maupun dengan cara lainnya.
Di beberapa tempat, ikan bandeng memiliki banyak nama, misalnya di Sumatera
dikenal dengan sebutan banding, mulch, atau agam; di Bugis disebut bolu; di Filipina
disebut bangos; dan di Taiwan disebut sabahi (Saparinto, 2007).

Menurut Arifudin (1983), pengolahan bandeng duri lunak merupakan salah satu usaha
diversifikasi. Proses pengolahan menggunakan suhu yang tinggi (115 – 121°C), dengan
tekanan 1 atm. Suhu dan tekanan yang tinggi ini dicapai dengan menggunakan alat
pengukus bertekanan tinggi (autoclave) atau dalam skala rumah tangga dengan alat
pressure cooker.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Membuat pindang presto
2. Membandingkan warna, tekstur, aroma, dan rasa ikan pindang dari jenis pembungkus
ikan yang berbeda
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pindang Presto

Salah satu hasil olahan ikan pindang adalah pindang duri lunak. Mempunyai ciri
hampir sama dengan bandeng, dengan kelebihan yakni tulang, duri dari ekor hingga kepalanya
cukup lunak, sehingga dapat dimakan tanpa menimbulkan gangguan duri pada mulut
(Arifudin, 1988).

Menurut SNI No: 4106.1-2009, pindang presto/duri lunak adalah produk olahan hasil
perikanan dengan bahan baku ikan utuh yang mengalami perlakuan sebagai berikut:
penerimaan bahan baku, sortasi, penyiangan, pencucian, perendaman, pembungkusan,
pengukusan, pendinginan, pengepakan, pengemasan, penandaan, dan penyimpanan.

Pindang duri lunak merupakan salah satu jenis diversifikasi pengolahan hasil perikanan
terutama sebagai modifikasi pemindangan yang memiliki kelebihan yaitu tulang dan duri dari
ekor sampai kepala lunak sehingga dapat dimakan tanpa menimbulkan gangguan duri pada
mulut (Arifudin, 1988).

Dalam pengolahan pindang duri lunak dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara
tradisional dan modern. Pada pengolahan pindang duri lunak secara tradisional, wadah yang
digunakan untuk memasak biasanya berupa drum yang dimodifikasi atau dandang berukuran
besar. Pengolahan pindang duri lunak secara tradisional menggunakan prinsip pengolahan ikan
bandeng.

Pengolahan pindang duri lunak secara tradisional dilakukan dengan menggunakan


prinsip pemindangan. Dalam proses pemindangan, ikan diawetkan dengan cara mengukus atau
merebusnya dalam lingkungan bergaram dan bertekanan normal, dengan tujuan menghambat
aktivitas atau membunuh bakteri pembusuk maupun aktivitas enzim (Afrianto dan Liviawaty,
1989).

Secara modern, pengolahan pindang duri lunak menggunakan presto. Pindang presto
merupakan hasil olahan dari ikan pindang yang melalui proses pemanasan dan tekanan.
Pengolahan pindang presto menggunakan suhu tinggi (115-1210C) dengan tekanan 1,5
atmosfer. Suhu dan tekanan yang tinggi dicapai dengan menggunakan autoclave yaitu alat
bertekanan tinggi atau dalam skala rumah tangga dengan alat presscooker selama 60-90 menit
(Arifudin, 1993). Pada pemasakan presto adanya uap bertekanan tinggi akan dapat
melunakkan duri sehingga duri ikan akan menjadi rapuh dan mudah hancur, namun bentuk
ikan masih seperti aslinya (Achyadi, 2001).

Dalam pengolahan pindang presto juga ditambahkan garam sebagai pengawet yang
berfungsi mengurangi kadar air pada suatu bahan pangan sehingga akan menghambat atau
menghentikan sama sekali aktivitas enzim dan bakteri yang berperan dalam proses penurunan
mutu ikan, selain itu garam juga bersifat bakteristatik (Wahyuningsih, 2002).

Menurut (Loppies, 1992) kandungan protein presto ikan mengalami peningkatan


menjadi 28,8 – 32,1 persen akibat adanya proses pengolahan dengan menggunakan garam
serta penggunaan suhu tinggi karena adanya pengeluaran dari daging ikan yang menyebabkan
protein lebih terkonsentrasi dibandingkan dengan ikan segar yang belum mengalami
pengolahan.

Proses pengolahan pindang duri lunak dengan uap air panas bertekanan tinggi
menyebabkan tulang dan duri menjadi lunak. Selain itu uap air panas yang bertekanan tinggi
ini sekaligus berfungsi menghentikan aktifitas mikroorganisme pembusuk ikan, kerasnya
tulang ikan disebabkan adanya bahan organik dan anorganik pada tulang. Bahan anorganik
meliputi unsur-unsur kalsium, phosphor, magnesium, khlor dan flour sedangkan bahan organik
adalah serabut-serabut kolagen. Tulang menjadi rapuh dan mudah hancur bila bahan organik
yang terkandung di dalamnya larut (Soesetiadi, 1977).

Pada pindang presto ikan yang sering digunakan yaitu Ikan bandeng. Ikan bandeng
merupakan salah satu ikan yang ada indonesia. Ikan ini banyak ditemukan di perairan
samudera hindia dan akrab dengan habitat terumbu karang disekitar pesisir. Ikan bandeng
disukai sebagai makanan karena cita rasa yang gurih, rasa daging kental (tidak asin seperti
ikan laut) dan tidak mudah hancur jika dimasak. Kelemahan bandeng ada dua, yaitu:
dagingnya berduri dan kadang-kadang berbau tanah atau lumpur. Duri bandeng sebenarnya
adalah tulang dari bandeng. Duri ini mengganggu kenikmatan dalam memakan dagingnya.
Gangguan ini dapat diatasi dengan penggunaan panic bertekanan tinggi (presto atau autoclave)
dalam waktu tertentu, sehingga duri ini menjadi lunak dan dapat dihancurkan jika dikunyah.
Sedangkan bau lumpur dapat diatasi dengan cara. Cara pertama adalah memelihara ikan
selama 1-14 hari dalam air mengalir bebasbiasmin sebelum di jual. Cara kedua adalah dengan
perlakuan pemberian asam tertentu. Umumnya bandeng yang berbau lumpur diambil dari
tambak. Menurut Saanin (1968), klasifikasi ikan bandeng (Chanos chanos Forsk) adalah
sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Class : Pisces

Sub class : Teleostei

Ordo : Malacopterygii

Family : Chanidae

Genus : Chanos

Species : Chanos chanos Forsk

Ikan Bandeng mempunyai ciri-ciri seperti badan memanjang, padat, kepala tanpa sisik,
mulut kecil terletak di depan mata. Mata diselaputi oleh selaput bening (subcutaneus).
Pengolahan bandeng duri lunak (Eko Susanto) Seri materi penyuluhan bagi masyarakat pesisir
4 punggung terletak jauh di belakang tutup insang dan dengan rumus jari-jari D. 14-16; sirip
dada (pectoral fin) mempunyai rumus jari-jari P. 16-17; sirip perut (ventrial fin) mempunyai
rumus jari-jari V. 11-12; sirip anus (anal fin) terletak jauh di belakang sirip punggung dekat
dengan anus dengan rumus jari-jari A. 10-11; sirip ekor (caudal fin) berlekuk simetris dengan
rumus jari-jari C. 19 (Hadie, 1986).

Menurut Djarijah, A.S.( 1995), ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dapat tumbuh
hingga mencapai 1,8 m, anak ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) yang biasa disebut nener
yang biasa ditangkap di pantai panjangnya sekitar 1 -3 cm, sedangkan gelondongan berukuran
5-8 cm.

2.2 Panci Presto


Panci presto (preasure cooker) adalah sebuah alat memasak untuk membuat masakan
menjadi cepat matang. presto juga digunakan utuk membuat daging dan tulang menjadi
empuk dan dapat dikonsumsi. Panci ini berguna untuk mempercepat pengempukan
daging. Dengan panci ini, apabila kita membuat sop dengan panci biasa memerlukan
waktu 3 jam, dengan panci ini kita hanya memerlukan waktu 1 jam saja. Daging yang
biasanya membutuhkan waktu setengah jam untuk mengempukan, dengan alat ini cukup
10 menit, sudah empuk. Dengan cepatnya proses pemasakan makanan, maka akan
menghemat penggunaan gas.
Panci presto menggunakan tutup yang rapat sehingga uap air tidak dapat keluar (lihat
gambar 1). Pada waktu tertentu alat ini mencapai ambang batas atau standar dimulainya
perhitungan lama pemasakan. pada presto ditandai bunyi berdesing karena uap air
melewati savety valve.

Gambar 1. Panci Presto


( Panci yang sering digunakan dalam membuat pindang presto )

2.3 Prinsip Kerja Presto


Ketika merebus atau mengukus, maka temperatur maksimal rebusan atau kukusan tidak
akan lebih dari 1000C (pada tekanan atmosfer) selama masih terdapat air dalam fase cair.
Untuk menaikkan temperatur rebusan ini, maka perlu dinaikkan tekanan air dalam panci,
sehingga temperatur air rebusan juga akan naik. Karena bentuk panci yang tertutup, maka
tekanan air dalam panci dapat dibuat naik, sehingga temperaturnya juga naik, maka bahan
makanan yang kita letakan dalam panci presto akan lebih cepat empuk dan menjadi lebih
lunak. Untuk Lebih jelasnya perhatikan Gambar berikut :
Kalor yang diberikan oleh lingkungan kepada sistem tidak dapat
dilepaskan kembali kepada lingkungan yang dikarenankan sistem tertutup rapat,
sehingga dapat disimpulkan apabila volume gas yang berada diruang tertutup
dipertahankan konstant, maka tekanan gas sebanding suhu mutlaknya dan hal ini
sesuai dengan hukum Gay Lussac. Kalor yang diterima sistem terperangkap
didalam sistem sehingga tidak ada kalor yang dilepaskan. Tombol ditekan ketika
hendak memasak menggunakan panci presto, dan seiring dengan meningkatnya
suhu dan tekanan didalam panci mendorong Tombol tersebut kembali keatas dan
Uap panas dilepaskan dari tombol tersebut sehingga panci prestopun berbunyi.

Panci presto bila dipanaskan, kerapatan cairan akan berkurang dan


kerapatan uap bertambah. Dimana molekul gas didalam uap bertambah dan
bergerak sangat cepat dan tidak ada gaya yang cukup besar yang beraksi pada
molekul tersebut kecuali selama tumbukan yang bersifat elastik dan terjadi dalam
waktu yang sangat singkat, dan tekanan dari banyaknya molekul gas didalam uap
dapat diatur dengan mengatur suhu dan volumenya. Sedangkan pada titik C
merupakan titik kritis dimana tidak terdapatnya perbedaan antara cairan dengan
gas. Dan jika panci presto didinginkan, maka sebagian uap mengembun menjadi
cairan sewaktu bergerak kembali kekurva OC sampai zat mencapai titik O pada
gambar 2.7. dimana titik O adalah titik triple yaitu suatu titik fasa uap, cair dan
padat berada sama-sama dalam kesetimbangan.
2.4 Standar Mutu
Mutu produk bandeng duri lunak mempengaruhi terhadap tingkat pemenuhan gizi bagi
konsumen maupun dalam harga jual produk bandeng duri lunak. Berikut adalah beberapa
parameter mutu bandeng duri lunak. Ikan bandeng duri lunak yang baik harus memenuhi
kriteria tertentu. Cara paling mudah untuk menilai mutu ikan bandeng duri lunak adalah
dengan menilai mutu sensorisnya (Wibowo, 1996).
Tabel 4. Kriteria mutu ikan Bandeng duri lunak berdasarkan penilaian organoleptik

N
o Parameter Deskripsi
1
Rupa
. Ikan utuh dan tidak patah, mulus, tidak luka atau lecet,
bersih, tidak terdapat benda asing, tidak ada endapan
lemak, garam, atau kotoran lain
2
Warna
.
Warna spesifik, cemerlang, tidak berjamur, dan
berlendir
3
Bau
.
Spesifik seperti ikan rebus, gurih, segar, tanpa bau
tengik, masam, basi, atau busuk
4
Rasa
.
Gurih spesifik bandeng duri lunak, enak dan tidak
5
Tekstur
. terlalu asin, rasa asin merata, serta tidak ada rasa asing
Kompak, padat, cukup kering, tidak berair, dan kesat
Sumber: Saparinto (2007)

Persyaratan mutu bandeng duri lunak menurut SNI No: 4106.1-2009 adalah sebagai
berikut:

Tabel 4. Persyaratan mutu bandeng presto menurut SNI No: 4106.1-2009


a. Cemaran Mikroorganisme
1. ALT, maks Koloni/gram 5,0 x 105
2. Escherichia coli APM/gram <3
3. Salmonella * Per 25 gram Negatif
4. Vibrio cholerae * Per 25 gram Negatif
5. Staphylococcus aureus Koloni/gram Maksimal 1 x 103
c
.
Cemaran Kimia
Mg/gram Maksimal 0,5
1. Merkuri (Hg) Mg/gram Maksimal 0,2
2. Timbal (Pb) Mg/gram Maksimal 0,05

*) Apabila diperlukan

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2006) (SNI No: 4106.1-2009).

2.5 Kualitas Pindang Presto


Dari kandungan nutrisi tersebut terlihat bahwa kandungan protein ikan pindang cukup
tinggi. Hal ini yang menjadikan ikan pindang sangat mudah dicerna serta sangat baik
untuk dikonsumsi oleh semua usia dalam mencukupi kebutuhan protein tubuh, menjaga
dan memelihara kesehatan serta mencegah penyakit akibat kekurangan zat gizi mikro.
Seperti halnya ikan salmon, ikan pindang juga mengandung Asam Lemak Omega 3 yang
sangat berguna dalam mencegah terjadinya penggumpalan darah sehingga dapat
mencegah serangan penyakit jantung koroner. Selain itu Asam Lemak Omega 3 juga
bersifat hipokolesterolemik yang dapat menurunkan kadar kolesterol darah serta mampu
meningkatkan daya tahan tubuh dan berperan dalam pertumbuhan otak pada janin serta
membantu pertumbuhan sistem saraf. Ikan pindang yang diolah menjadi pindang presto
akan memiliki beberapa nilai lebih diantaranya :
a. Jika disimpan, ikan mempunyai daya tahan yang lama.
b. Durinya menjadi lunak, sehingga mudah dalam penyajiannya.
c. Harga dan nilai jualnya akan meningkat jika dibandingkan sebelum dibuat presto.
(Suhaeni, 2007: 12)
2.6 Kandungan gizi Pindang Presto
Menurut USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2009), ikan
bandeng mempunyai nutrisi yang lengkap, terdiri dari proksimat, mineral lemak dan
asam amino yang bermanfat bagi pemenuhan nutrisi manusia (Tabel 1.) Tabel 1.
Nutrisi ikan bandeng
Nutrisi Units Nilai / 100 g

Proksimat

Air g 70.85

Energi kcal 148

Energi kJ 619

Protein g 20.53

Lemak g 6.73

Abu g 1.14

Karbohidrat g 0.00

Fiber, total diet g 0.0

Minerals

kalsium, Ca mg 51

Besi, Fe mg 0.32

Magnesium, Mg mg 30

Fosfor, P mg 162

Kalium, K mg 292

Natrium, Na mg 72

Seng, Zn mg 0.82

Tembaga, Cu mg 0.034
Mangan, Mn mg 0.020

Selenium, Se mcg 12.6

Vitamins

Vitamin C mg 0.0

Thiamin mg 0.013

Riboflavin mg 0.054

Niacin mg 6.440

Pantothenic acid mg 0.750

Vitamin B-6 mg 0.423

Folate, total mcg 16

Asam folat mcg 0

Folate, food mcg 16

Vitamin A, IU IU 100

Lemak Asam lemak, total saturated g 1.660

Asam lemak, total monounsaturated g 2.580

Asam lemak, total polyunsaturated g 1.840

Kolesterol mg 52

Sumber: USDA National Nutrient Database for Standard Reference, (2009)

2.7 Keamanan Produk


Keamanan Produk Agar diperoleh produk dengan mutu yang mantap dan stabil,
proses pengolahan harus dilakukan secara rasional dan baku. Rasionalisasi dan
standardisasi hendaknya dilakukan mulai dari bahan baku, bahan pembantu, proses
pengolahan, sampai lingkungan pengolahan. Kondisi fisik dan bakterial, komposisi
kimia, serta kesegaran bahan baku dan bahan pembantu (Bahan Tambahan Pangan-
BTM), harus diketahui untuk memilih proses pengolahan yang tepat. Penggunaan
bahan tambahan berupa zat pengawet atau antibiotik berisiko tinggi terhadap
kesehatan dan keselamatan konsumen mengingat masih sulitnya mengontrol jenis dan
dosis yang digunakan, terutama pada jenis pengolahan tradisional. Dengan
standardisasi maka konsumen akan mendapatkan produk yang sesuai dengan yang
seharusnya. Kondisi ini juga akan membuka peluang pengembangan pemasaran
produk olahan tradisional, termasuk di luar negeri (Heruwati, 2002). Ada beberapa
alternatif bahan tambahan food grade yang digunakan dalam proses pembuatan
bandeng duri lunak. Para pengolah dapat menggunakan bahan pengawet, bahan
Pengolahan bandeng duri lunak (Eko Susanto)
Pewarna maupun bahan penyedap yang dijinkan dan tidak dilarang. Bahan
pengawet yang dapat digunakan oleh para pengolah ikan antara lain: chitosan, asap
cair, bumbu-bumbuan yang dapat berfungsi sebagai pengawet (Romadhon et al.,
2008). Pewarna alami maupun sintesis yang dapat digunakan antara lain kunyit dan
egg yellow. Bahan penyedap yang dapat digunakan antara lain Monosodium glutamat.
Penggunaan bahan-bahan yang diijinkan akan membuat produk yang dihasilkan aman
dikonsumsi oleh konsumen. Penggunaan bahan-bahan yang dilarang oleh pemerintah
akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak aman dan beresiko menyebabkan
penyakit bagi konsumen yang memakannya. Bahan-bahan yang dilarang digunakan
adalah pewarna jenis methanil yellow. Methanil yellow umumnya digunakan sebagai
pewarna tekstil dan cat serta sebagai indikator reaksi netralisasi asam-basa. Methanil
yellow adalah senyawa kimia azo aromatik amin yang dapat menimbulkan tumor
dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran pencernaan atau jaringan kulit.
Selain itu pengolah bandeng duri lunak harus menerapkan standar sanitasi dan higiene
sehingga produk yang dihasilkan akan aman dikonsumsi. Sanitasi merupakan
pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, peralatan dan pekerja,
bertujuan untuk mencegah produk dari cemaran yang merugikan dan merusakkan serta
menghindari kesan tidak estetis oleh konsumen. Cemaran yang dimaksud terutama
yang membahayakan seperti cemaran yang mikroorganisme yang dapat menimbulkan
adanya gangguan kesehatan pada manusia. Pelaksanaan sanitasi yang baik akan
mendapatkan produk yang tidak membahayakan konsumen, hasil yang lebih tahan
lama karena tidak ada bahan cemaran yang mempercepat pembusukan dan
kemantapan hasil olahan. Sedangkan hygiene (kebersihan) merupakan salah satu dasar
untuk menjamin keamanan dan mutu pangan yang sudah dikenal di seluruh dunia.
Menjaga kebersihan / hygiene menjadi tanggung jawab semua warga negara, tanpa
memandang tingkatan ekonomi maupun taraf hidup terutama dalam bidang
pengolahan bahan makanan termasuk pada pengolahan bandeng duri lunak, sehingga
produk yang dihasilkan akan lebih aman dikonsumsi oleh konsumen.
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat/Bahan :
1. Alat
 Pisau
 Baskom
 Alumunium foil
 Daun pisang
 Panci Presto
2. Bahan
 Ikan Bandeng
 Ayam
 Garam
 bumbu dihaluskan (tiap kg ikan : bawang merah 5 siung, bawang putih 1,5 siung,
kunyit 0,5 cm, dan jahe 0,25 cm)

3.2 Prosedur :
1. Siangi ikan (sisik tidak perlu dibersihkan), keluarkan insang dan isi perutnya dan
ayam, lalu cuci.
2. Rendam ikan dan ayam dalam larutan garam 3% selama 20 menit, tutup dengan es
batu dipermukaannya.
3. Tiriskan ikan dan ayam dan beri garam halus 2%.
4. Lumuri ikan dan ayam dengan bumbu yang dihaluskan.
5. Bungkus ikan dan ayam dengan alumunium foil dan daun pisang.
6. Masak selama 60 menit dalam panci presto.
7. Angkat ikan dan ayam setelah panci dingin, tiriskan, amati mutu organoleptik dan
kadar air pindang.
8. Catatan : masing-masing perlakuan 2 ekor ikan.
3.1 Diagram Alir

Siangi Ikan dan ayam

Cuci Ikan dan ayam

Rendam ikan dan ayam dalam larutan


garam 3% selama 20 menit

Tutup dengan es batu

Tiriskan ikan dan ayam

Beri garam halus 2%

Lumuri ikan dan ayam dengan bumbu

Bungkus ikan dan ayam dengan alumunium foil dan daun


pisang

Masak selama 60 menit

Angkat ikan dan ayam

Ikan Bandeng dan ayam Pindang Presto


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

a. Berat Awal Ikan : 877 gram


Berat Awal Ayam : 453 gram
b. Air yang digunakan untuk Merendam Ikan : 1400 ml
Air yang digunakan untuk Merendam Ayam : 600 ml
c. Kadar Air Garam 3% Ikan : 42 gram
Kadar Air Garam 3% Ayam : 18 gram
d. Kadar Garam 2% dari Berat Ikan : 17,54 gram
Kadar Garam 2% dari Berat Ayam : 9,06 gram
e. Organoleptik Setelah Proses pemindangan pada Ikan
1. Alumunnium Foil
Warna : Putih kekuningan
Aroma : Bau ikan rebus (kuning menyengat)
Tekstur : Lunak
Rasa : Gurih
Kadar air : lebih banyak
2. Daun Pisang
Warna : Putih kekuningan
Aroma : Lebih menyengat
Tekstur : Lunak
Rasa : Gurih
Kadar air : Lebih banyak
Organoleptik Setelah Proses pemindangan pada Ayam
1. Alumunnium Foil
Warna : Putih pucat
Aroma : lebih menyengat
Tekstur : Lunak (empuk)
Rasa : Gurih
Kadar air : kurang banyak
2. Daun Pisang
Warna : Putih pucat kekuningan
Aroma : kurang menyengat
Tekstur : Lunak (empuk)
Rasa : Gurih
Kadar air : Lebih banyak
f. Perbandingan Kandungan Air
1. Penggunaan Alumunium Foil : sedikit
2. Penggunaan Daun Pisang : banyak

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kami melakukan pengamatan organoleptik pada ikan
bandeng/pindang dan ayam presto dengan cara dibungkus daun pisang dan alumunium
foil. Dari hasil organoleptik yang kami lakukan pada ikan pindang presto dengan
bungkusan daun pisang diketahui warna ikan putih kekuningan, tekstur lunak, rasa gurih
dengan aroma khas daun pisang dan bumbu lebih menyengat, namun kadar air lebih
banyak. Sedangkan pada ikan pindang presto dengan bungkus alumunium foil diketahui
warna sama yaitu putih kekuningan, tekstur lunak, rasa gurih dan aroma bandeng presto
dipengaruhi adanya bumbu, serta kadar air pada ikan juga lebih banyak. Sedangkan pada
ayam presto dengan bungkusan daun pisang diketahui bahwa warna ayam berubah warna
menjadi putih pucat kekuningan, tekstur lunak, rasanya gurih asin, aromanya kurang
menyengat namun kadar air yang dihasilkan lebih banyak menggunakan bungkusan daun
pisang. Serta ayam presto yang dibungkus dengan alumunium foil berwarna putih pucat,
teksturnya lunak dan empuk, rasanya gurih, dan aromanya lebih menyengat karena
dipengaruhi oleh adanya bumbu rempah serta kadar air kurang banyak.
Panci presto yang ditutup akan membuat sebagian besar uap air terperangkap di
dalam panci dan menyebabkan air akan lebih cepat mendidih. Panci presto dibuat
sedemikian sehingga benar-benar rapat saat ditutup, sehingga tidak ada uap air yang
dapat keluar. Akibatnya, sangat banyak uap air yang terperangkap. Uap tersebut
merupakan penghantar energi panas yang baik ke dalam makanan sehinga dapat
membantu mematangkan makanan sampai ke bagian dalamnya. Akibat lain dari
mengumpulnya uap air tersebut adalah tekanan yang cukup tinggi. Dikarenakan
banyaknya uap yang terperangkap, tekanan udara di dalamnya menjadi lebih tinggi.
Jika pada panci biasa kenaikan tekanan ini tidak berpengaruh secara signifikan, pada
panci presto ini kenaikan tekanan cukup berpengaruh secara signifikan terhadap suhu
makanan di dalam panci tersebut. Suhu makanan di dalam panci presto akan cepat naik
sehingga makanan pun menjadi lebih cepat matang dan empuk.

Daging ikan bandeng dikenal gurih, beraroma khas dan berwarna putih. Tetapi,
duri atau tulang halusnya banyak sehingga menyebabkan masalah jika akan
dikonsumsi. Untuk mengatasi hal ini, ikan bandeng kemudian diolah menggunakan
pemasakan bertekanan (autoclave atau pressure cooker ) untuk memperoleh produk
ikan bandeng presto. Produk olahan ikan dari lunak, sesuai dengan namanya,
mempunyai duri/tulang yang lunak. (Rizal, 2012)

Dari hasil organoleptik yang kami lakukan diketahui warna produk kuning,
tekstur Iunak, rasa gurih dan aroma khas ikan bandeng dan ayam. Warna, rasa dan
aroma bandeng dan ayam presto dipengaruhi adanya bumbu. Bumbu memegang
peranan penting karena menentukan cita rasa produk akhir, Selain itu daya awet ikan
Bandeng duri lunak juga dapat ditunjang oleh penggunaan bumbu dalam proses
pengolahannnya. Ada 2 macam bumbu yang digunakan dalam pembuatan bandeng duri
Iunak, yaitu bumbu rendam dan bumbu urap. lstilah tersebut mengacu pada cara
perlakuan pada waktu memberikan bumbu, ada yang digunakan untuk merendam
bandeng dan ada yang diurapkan ke seluruh tubuh bandeng. Bahkan ada juga yang
langsung merebus bandeng dalam larutan garam. Cara terakhir ini biasanya digunakan
dalam pembuatan bandeng duri lunak secara tradisional, yang memakan waktu sekitar 6
sampai 7 jam (Purnomowati, 2006).

Rasa menunjang peranan penting dari penerimaan suatu produk oleh konsumen.
Rasa ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah garam yang
ditambahkan, bumbu bumbu, gula dan lemak/minyak setelah produk dimasak/digoreng
rasa akan muncul (Hangesti, 2006). Rasa juga dipengaruhi oleh lingkungan, kebiasaan
dan adat masyarakat terhadap makanan.

Penggunaan panas dengan waktu yang tepat akan menyebabkan air yang
terdapat pada daging ikan menguap sehingga akan berpengaruh terhadap jaringan
tekstur daging ikan (Ratnasari, 2009)

Pengolahan ikan dari lunak merupakan modiflkasi dari pemasakan tradisional


(ikan pindang). Dibandingkan dengan cara tradisional, waktu yang dibutuhkan untuk
pemasakan bertekanan lebih singkat. Produk akhirnya mempunyai warna, aroma dan
rasa yang tidak banyak berubah dibandingkan dengan ikan segarnya, tekstur dagingnya
menjadi lebih padat dan kenyal (dibandingkan dengan ikan pindang) dan duri/tulang
menjadi lunak sehingga seluruh bagian tubuh ikan dapat dikonsumsi. (Achyadi, 2001).

Tekstur lunak pada bandeng presto dikarenakan pengolahan bandeng presto


menggunakan suhu tinggi (115-1210C) dengan tekanan 1,5 atmosfer. Suhu dan tekanan
yang tinggi dicapai dengan menggunakan autoclave yaitu alat bertekanan tinggi atau
dalam skala rumah tangga dengan alat presscooker selama 60-90 menit (Arifudin,
1993). Pada pemasakan presto adanya uap bertekanan tinggi akan dapat melunakkan
duri sehingga duri ikan akan menjadj rapuh dan mudah hancur, namun bentuk ikan
masih seperti aslinya (Achyadi, 2001).

Adapun faktor yang mempengaruhi pengolahan pindang presto, diantaranya adalah :


(Achyadi, 200 1 ).

1. Kualitas Bahan Baku

Kualitas bahan baku merupakan faktor terpenting dalam pengolahan


makanan. Pada praktikum ini bahan baku yang kami gunakan adalah ikan bandeng
dengan berat ikan seluruhnya setelah disiangi adalah 877 gram. Syarat ikan
berkualitas baik adalah segar, tidak berbau busuk, mata jemih, insang merah, dan
tubuh mengkilat. (Achyadi, 2001).

2. Bumbu

Bumbu sangat berpengaruh penting terhadap cita rasa bandeng presto.


Bumbu yang kami gunakan pada praktikum ini adalah bumbu halus yang terdiri
dari bawang putih, bawah merah, kunyit, jahe, dan garam. Proporsi bumbu juga
harus sesuai seperti garam jika terlalu banyak akan mempengaruhi rasa ikan yaitu
terlalu asin karena ikan bandeng sudah direndam terlebih dahulu dengan larutan
garam, pada praktikum ini sudah ditentukan pada perendaman ikan ditambahkan
larutan garam 3% selama 20 menit, kemudian ditiriskan dan diberi garam halus 2%.
Contoh lain adalah kunyit, jika terlalu banyak justru rasa pahit sehingga harus
dihancurkan hingga benar-benar halus. (Achyadi, 2001).

3. Suhu Pemprestoan

Presto merupakan metode memasak menggunakan uap panas bertekanan


tinggi dimana pada uap betekanan tinggi ini mampu melunakkan bandeng yang ada
dalam panci presto tersebut. Suhu yang digunakan adalah sekitar 1210C dalam
waktu 60 menit. Pada suhu tinggi, air akan melebihi suhu pada titik didih normal.
Berdasarkan fakta tersebut, maka proses pemasakan makanan dengan presto
menjadi lebih cepat. (Achyadi, 2001).

4. Peralatan yang digunakan

Faktor peralatan yang mendukung pengolahan bandeng presto. Sebelum


digunakan, semua peralatan harus diperhatikan kebersihannya agar tidak
mengkontaminasi bahan. (Achyadi, 2001)

Pindang umumnya tidak terlalu awet karena masih mempunyai aktivitas air yang
relatif tinggi dan sesuai bagi pertumbuhan mikroorganisme, terutama bakteri
pembentuk lendir dan kapang. Pemanasan yang diberikan pada umumnya tidak terlalu
mampu membasmi semua mikroorganisme. Selama penyebaran dan penjualan, pindang
sangat mudah mengalami kontaminasi mikroorganisme. Kerusakan pindang yang
disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme ditandai dengan pembentukan lendir,
pertumbuhan kapang, dan teksturnya yang menjadi hancur. (Achyadi, 2001)

Daya awet ikan pindang bila disimpan di udara terbuka tanpa dilakukan
penanganan yang baik kurang lebih 3-4 hari. Selain dikarenakan pindang disimpan di
udara terbuka tanpa penanganan khusus, hasil produksi pindang (terutama pindang air
garam) kandungan airnya cukup banyak serta kadar garam yang cukup rendah jika
dibandingkan ikan asin. Ikan yang mempunyai ukuran yang lebih besar (seperti
tongkol) mempunyai daya awet yang lebih singkat bila dibandingkan dengan ikan yang
berukuran kecil (ikan layang atau lemuru). Daya awet pindang ini dapat ditingkatkan
dengan cara perbaikan teknik pemindangan (kebersihan, suhu, kadar garam,
penambahan bumbu, dll), penggunaan zat pengawet, perbaikan pengemasan maupun
teknik penyimpanan produk. Cara lain yang digunakan untuk memperpanjang daya
awet ikan pindang adalah dengan sterilisasi. (Achyadi, 2001)

Pada proses perendaman ikan dalam larutan garam, setelah ditiriskan ikan direndam
dalam larutan garam 3% selama 15 menit. Tujuan perendaman ini untuk membersihkan
sisa-sisa darah dan kotoran yang masih ada selain itu juga agar produk akhir yang
diperoleh seragam kandungan garamnya (Saleh 2002). Disamping garam sebagai bahan
pengawet, garam pada konsentrasi rendah dapat memberikan sumbangan cita rasa. Pada
konsentrasi garam 2-4 % di dalam produk hanya sedikit pengaruhnya terhadap
pengawetan tetapi berfungsi sebagai pemberi citarasa dan memperbaiki kenampakan.
Kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu dari ikan pindang yang dihasilkan.
Adanya garam magnesium ( Mg ) dan Calsimn (Ca) 1% saja dapat mempengaruhi
terhadap warna ikan pindang yang dihasilkan, selain itu rasa dari ikan menjadi pahit
dan tekstur ikan menjadi keras dan rapuh. (Ketut Suwamba 2008).

Menurut Adawyah (2007), secara umum garam terdiri atas 39,39% Na dan 60,69%
Cl. Garam sebagai bahan pengawet akan banyak pengaruhnya terhadap mutu pindang
yang dapat ditandai oleh bau, rasa dan warna dari pindang yang dihasilkan. Kecepatan
penetrasi garam kedalam tubuh ikan dipengaruhi oleh tingkat kemurnian garam. Garam
yang kurang murni lambat sekali meresap ke dalam ikan. Demikian juga ikan pindang
akan mempunyai bau yang kurang memuaskan, rasa yang pahit, warna yang kurang
menarik dan tidak tahan lama. Garam yang baik adalah garam yang mengandung NaCl
cukup tinggi (95%).

Pada proses pendinginan, pindang lalu ditiriskan dan biarkan tetap dalam besek atau
naya dan dinginkan pada suhu ruangan. Ikan-ikan telah menjadi pindang air garam
(Adawyah 2007). Ikan hasil pemindangan tidak boleh diletakkan dalam ruangan yang
lembab atau basah, karena hal ini dapat meningkatkan aktivitas bakteri maupun
mikroorganisme lain, dengan demikian dapat menurunkan kualitas ikan pindang
(Afrianto dan Liviawaty1989). Selanjutnya Wibowo (1996) menyatakan untuk
mempercepat pendinginan dapat digunakan kipas angin. Penggunaan rak pendingin
akan sangat membantu mengefisienkan penggunaan ruangan. Namun, agar ikan
pindang tidak rusak akibat sering dipindah-pindah, pada rak dipasang roda.
Pemindahan ikan pindang keruang pendinginan cukup dengan mendorong rak.

Keberhasilan proses pemindangan ikan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan-bahan


yang digunakan dan kondisi lingkungan. Selain ikan, bahan utama pembuatan ikan
pindang adalah garam. Bahan-bahan yang akan digunakan harus memenuhi syarat
tertentu agar ikan pindang yang dihasilkan bermutu baik. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi adalah:

a. Ikan harus segar :

Meskipun ikan dengan tingkat kesegaran yang berbeda-beda dapat


digunakan sebagai bahan baku pembuatan ikan pindang, ikan yang telah membusuk
sebaiknya tidak digunakan. Penggunaan ikan dengan tingkat kesegaran rendah akan
menghasilkan produk akhir yang kurang baik (hancur), sehingga harga jual rendah.
Selain itu, penggunaan ikan dengan tingkat kesegaran rendah akan menghasilkan
ikan pindang yang terlalu asin. Hal ini terjadi karena proses penetrasi garam
kedalam daging ikan yang kurang segar berlangsung terlalu cepat (Afrianto dan
Liviawaty, 1989)

b. Mutu garam harus baik.


Selanjutnya Afrianto dan Liviawaty (1989) menyatakan bahwa mutu garam
akan mempengaruhi kecepatan penetrasi garam kedalam tubuh ikan. Kecepatan
penetrasi garam kedalam tubuh ikan sangat tergantung pada kadar NaCl yang
dikandungnya. Semakin tinggi kadar NaCl yang dikandung, semakin cepat pula
penetrasi berlangsung.

Informasi Rinci Komposisi Kandungan Nutrisi/Gizi Pada Ikan Bandeng Presto :


Nama Bahan Makanan : Bandeng Presto
Banyaknya Bandeng Presto yang diteliti (Foood Weight) = 100 gr
Bagian Bandeng Presto yang dapat dikonsumsi (Bdd/ Food Edible) = 100 %
Nama Zat Gizi Jumlah Zat Gizi
Energi 296 kkal
Protein 17,1 gram
Lemak 20,3 gram
Karbohidrat 11,3 gram
Kalsium 1422 mg
Fosfor 659 mg
Zat besi 1,9 mg
Vitamin A 19 IU
Vitamin B1 0,14 mg
Vitamin C 0 mg
Sumber Informasi Gizi : Berbagi publikasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia serta
sumber lainnya.
BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang kami lakukan, didapatkan beberapa kesimpulan yaitu :

1. Pemindangan adalah pengolahan ikan yang dilakukan dengan cara merebus ikan
dalam suasana garam selama waktu tertentu, biasanya selama 15 menit.
2. Proses pembuatan dari pindang terdiri dari penyiangan dan pencucian, penyusunan
ikan, penggaraman ikan,dan perebusan ikan
3. Hasil organoleptik pindang presto dengan bungkusan daun pisang diketahui warna
ikan putih kekuningan, tekstur lunak, rasa gurih dengan aroma khas daun pisang
dan bumbu lebih menyengat. Sedangkan hasil organoleptik pindang presto dengan
bungkusan alumunium foil diketahui warna putih kekuningan, tekstur lunak, rasa
gurih dan aroma bandeng presto dipengaruhi adanya bumbu. Serta kadar air pada
bungkusan daun pisang dan alumunium foil sama lebih banyak.
4. Hasil organoleptik ayam presto dengan bungkusan daun pisang diketahui warna
ayam putih pucat kekuningan, tekstur lunak, rasa gurih dengan aroma khas daun
pisang dan bumbu kurang menyengat. Sedangkan hasil organoleptik ayam presto
dengan bungkusan alumunium foil diketahui warna putih pucat, tekstur lunak dan
empuk, rasa gurih dan aroma ayam presto dipengaruhi adanya bumbu. Serta kadar
air pada bungkusan daun pisang lebih banyak dari pada bungkusan alumunium foil.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digilib.unimus.ac.id/download.php?


id=12441. (Diakses pada 07 Februari 2020)

Astawan, M. 2003. Pindang Presto. Makanan Masa Mendatang.


http://Kompas.com/kesehatan/news/0305/01/104518.htm. (Diakses pada 07 Februari
2020)

Rizal, Syamsul. 2012. Prinsip Kerja Presto.


http://fisikagoblog.blogspot.co.id/2012/06/prinsip-kerja-presto.html. (Diakses pada 07
Februari 2020)
LAMPIRAN

Proses penimbangan ikan bandeng

Proses penimbangan ayam

Proses pengukuran jumlah air

Proses pembersihan ikan bandeng


Proses pembersihan ayam

Bumbu yang telah dihaluskan

Proses penggaraman ikan bandeng

Proses penggaraman ayam


Proses perendaman ikan pada air
bandeng

Proses perendaman ayam

Proses pemberian bumbu pada ikan


bandeng

Proses pemberian bumbu pada ayam


Proses persiapan daun pisang

Pembakaran daun pisang diatas kompor

Ikan bandeng dibungkus menggunakan


daun pisang

Ayam dibungkus menggunakan daun


pisang
Ikan bandeng dibungkus menggunakan
aluminium foil

Ayam dibungkus menggunakan


aluminium foil

Ikan bandeng dan ayam yang telah siap


dimasukkan pada alat presto. Proses ini
berlangsung selama 1 jam

Ikan bandeng dan ayam yang telah


selesai di presto
Proses pengujian organoleptik ikan
pindang presto

Anda mungkin juga menyukai