DAUN
PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2019
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
.........................................................................................................................................
DAFTAR
ISI
.........................................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
.........................................................................................................................................
1.1.Latar
Belakang
...................................................................................................................................
1.2.Rumusan
Masalah
...................................................................................................................................
1.3.Tujuan
Penulisan
...................................................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
.........................................................................................................................................
2.1. Morfologi
daun
.........................................................................................................................................
2.2. Histologi
daun
.........................................................................................................................................
BAB III
PENUTUP
.........................................................................................................................................
3.1.
Kesimpulan
.........................................................................................................................................
3.2.
Saran
.........................................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
.........................................................................................................................................
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena hanya
dengan rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Daun” dengan baik dan tepat waktu. Rasa terimakasih juga kami ucapakan kepada Ibu
Dra. Muswita M.Si, Selaku dosen mata kuliah Perkembangan Tumbuhan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami berharap makalah ini dapat berguna untuk menambah pengetahuan kita
mengenai Struktur Perkembngan Daun dan Absisi Daun, kami juga menyadari bahwa
dalam makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Maka dari itu mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca, demi penyususnan makalah ini dengan lebih baik
kedepannya mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Akhir kata, kami berharap agar makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi
siapapun yang membacanya.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut :
Daun yang memiliki ketiga bagian tersebut disebut daun sempurna, misalnya
daun pisang dan daun talas. Daun yang tidak memiliki satu atau lebih bagian daun
disebut daun tidak sempurna, misalnya daun mangga dan daun jambu.
Pada lembaran permukaaan daun terdapat tulang atau urat daun. Tipe tulang daun ada
empat macam, yaitu:
1. Menyirip, misalnya pada daun mangga,
2. Menjari, misalnya pada daun pepaya,
3. Melengkung, misalnya pada daun gadung,
4. Sejajar, misalnya pada daun jagung,
Tumbuhan dikotil umumnya memiliki daun dengan susunan tulang daun menyirip
dan menjari. Sedangkan tumbuhan monokotil memiliki daun dengan susunan tulang
daun sejajar atau melengkung.
Gambar Struktur
Epidermis berupa satu lapis sel yang dindingnya mengalami penebalan dari zat
kutin (kutikula) atau kadang dari lignin. Pada epidermis terdapat stomata (mulut daun)
yang diapit oleh dua sel penutup. Stomata ada yang terletak di permukaan atas saja,
misalnya pada tumbuhan yang daunnya terapung (pada daun teratai), ada yang di
permukaan bawah saja, dan ada pula yang terdapat di kedua permukaan daun (atas dan
bawah). Tanaman Ficus mempunyai epidermis yang tersusun atas dua lapis sel. Alat-
alat tambahan yang terdapat di antara epidemis daun, antara lain trikoma (rambut) dan
sel kipas (Mulyani, 2006).
Gambar Epidermis dengan stomata
Epidermis daun dari tumbuhan yang berbeda beragam dalam hal jumlah
lapisan, bentuk, struktur, susunan stomata, penampilan, dan susunan trikoma, serta
adanya sel khusus. Struktur dalamnya biasanya berbentuk pipih. Daun memiliki dua
jenis jaringan epidermis yaitu permukaan atas daun disebut permukaan adaksial dan
permukaan bawah disebut permukaan abaksial. Pada lapisan ini tidak ada ruang antar
sel.
Di antara sel epidermis terdapat sel penjaga yang membentuk stomata. Struktur
stomata yang dapat membuka dan menutup ini berfungsi sebagai tempat terjadinya
pertukaran gas dan air. Sifat terpenting pada jaringan daun ini adalah susunan selnya
yang kompak dan adanya kutikula serta stomata (Campbel, 2005).
Mesofil merupakan lapisan jaringan dasar yang terletak antara epidermis atas
dan epidermis bawah dan diantara berkas pengangkut. Mesofil dapat tersusun atas
parenkim yang relative homogen atau berdifferensiasi menjadi parenkim palisade dan
parenkim spons. Sesuai dengan fungsinya, parenkim mesofil merupakan daerah
fotosintesis utama karena mengandung kloroplas (Sutrian, 2004).
1) Parenkim Palisade
Meskipun jaringan palisade tampak lebih rapat, sisi panjang selnya saling
terpisah sehingga udara dalam ruang antarsel tetap mencapai sisi panjang; kloroplas
pada sitoplasma melekat di tepi dinding sel itu. Hal tersebut mengakibatkan proses
fotosintesis dapat berlangsung efesien (Kertasapoetro, 1991).
2) Perenkin Spons
Jaringan spons terdiri dari sel bercabang yang tak teratur bentuknya. Bentuk sel
parenkim spons dapat berbentuk bermacam-macam. Kekhususannya adalah adanya
lobus (rongga) yang terdapat antara sel satu dan lainnya. Membedakan antara sel
parenkim palisade dengan parenkim spons tidaklah selalu mudah, khususnya apabila
parenkim palisade terdiri atas beberapa lapisan.
Alasannya adalah apabila palisade terdiri atas beberapa lapisan, biasanya lapisan paling
dalam sangat mirip dengan parenkim spons yang ada di dekatnya (Mulyani, 2006).
Gambar Parenkim Spons
Berkas pengangkut ini biasanya terbagi menjadi 2 jenis yaitu, xylem dan floem.
Sel berkas pengangkut ini berdinding tipis untuk memudahkan terjadinya transpor
antar sel, mungkin memiliki kloroplas seperti mesofil. Sering kali terdapat kristal.
Kebanyakan daun Dikotil, parenkim berkas pengangkut memperluas ke arah epidermis
pada satu atau kedua sisi daun. Sel yang mencapai arah epidermis ini berfungsi dalam
pengangkutan pada daun. Bukan hanya pada daun Dikotil saja yang memiliki berkas
pengangkut akan tetapi berkas pengangkut juga terdapat dalam daun Monokotil
(Campbel, 2005).
Inisiasi daun dimulai dengan pembelahan periklin dalam kelompok sel kecil sel
pada sisi pucuk. Jumlah lapisan sel yang mulai membelah dan posisinya pada pucuk
beragam pada tumbuhan yang berbeda. Primordia daun berasal dari lapisan dari lapisan
paling luar pucuk batang (Hidayat, 1995).
Pada semua tumbuhan Dikotil, pembelahan periklin yang pertama tidak terjadi
pada sel lapisan permukaan, tetapi pada sel yang terletak satu ata dua lapisan
dibawahnya. Lapisanpermukaan diperluas dengan adanya pembelahan antiklin
beberapa kali (Hidayat, 1995).
Kasus yang paling sering terjadi, inisiasi dari primordia daun dimulai pada lapisan sel
di bawah lapisan permukaan. Dalam hal ini lapisan sel tunika dan lapisan sel
tetangganya dari korpus ikut serta dalam inisisiasi primordium yang berbeda (Fahn,
1991).
Selama pemanjangan awal dan penebalan aksis daun muda, sel bagian tepi
adaksial terus membelah dengan cepat. Inisial pinggiran adalah sel lapisan paling luar
pada tepi helai daun muda. Pada Angiospermae, biasanya inisial ini akan membelah
hanya ke arah antiklin dan penambahan sel baru terjadi ke arah protoderm abaksial dan
adaksial (Sutrian, 2004).
Pada daun majemuk menjari dan menyirip, helai daun lateral berkembang dari
meristem pinggiran adaksial dan aksis daun muda sebagai dua deretan papila. Pada
tumbuhan lain, perkembangan helai daun ada yang terjadi secara akropetal ataupun
bisepetal (Sutrian, 2004).
Pertumbuhan daun ini dikendalikan oleh faktor genetis, tetapi juga dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan luar dan dalam. Faktor luar yang memengaruhi daun antara
lain seperti pasokan air, nutrisi, panjang hari, dan intensitas sinar.
Gambar Perkembangan Daun
Bakal daun (primordium daun) tumbuh menjadi lebih tinggi dan berbentuk
tonjolan seperti kerucut yang disebut sumbu daun . Seiring dengan pemunculannya,
primordium menjadi dorsi-ventral. Selanjutnya, primordium bertambah tinggi
(panjang) dan bertambah lebar, dan dengan pertumbuhan lebih aktif disisi abaksial dari
pada di sisi adaksial, dihasilkan lengkungan kearah apeks pucuk. Peningkatan lebar
daun meliputi pelebaran dari dasar daun kearah lateral sehingga mengelilingi sebagian
meristem apeks. Penyelubungan seperti itu bergantung kepada keadaan yang
ditemukan pada daun dewasa. Bagian daun yang mengelilingi batang dapat
menghasilkan daun penumpu atau, paa monokotil, menghasilkan pelepah daun.
Pertumbuhan awal pada daun biasanya dibagi menjadi pertumbuhan apical dan
marginal. Pertumbuhan apical terjadi di ujung oleh sel pemula apical dan
mengakibatkan primordium menjadi lebih tinggi (panjang) . Namun, pemula apical
tidak lama aktif. Pertumbuhan marginal diakibatkan oleh pemula marginal dan
menghasilkan pelebaran lateral, membentuk kedua panel helai daun. Jadi, pada
primordium terdapat meristem apical di ujung, an dua meristem marginal yang
berhadapan di sepanjang sumbu. Untuk pelebaran helai daun, del dibawah pemula
marginal (pemula submarginal) akan berperan. Pada pemula tersebut terjadi
pembelahan dalam bidang anticlinal secara berulang kali sehingga dapat disebut terjadi
meristem papan yang mengakibatkan melebarnya helai daun. Seperti halnya meristem
lain, meristem marginal daun juga membentuk pola. Penelitian mengenai pola
pembelahan menunjukkan bahwa berbagai lapisan helai daun dimulai di tepi
(marginal) dan kemudian diperluas oleh meristem papan. Sebab itu, pada dikotil,
lapisan terluar , yakni meristem marginal atau protederm, tumbuh dengan pembelahan
anticlinal dan tak bergantung pada lapisan sel di bawahnya. Jaringan internal, yakni
lapisan submarginal, adalah lapisan di bawah protoderm. Pada beberapa taksa,
terutama monokotil, lapisan terluar dapat menambah sel kea rah dalam dengan
pembelahan periklinal.
Adanya pembagian menjadi pemula apical dan marginal pada daun ternyata
tidak senantiasa dapat diterapkan. Sel dalam posisi subapical dan submargianal kurang
memiliki hubungan yang tepat dengan lapisan sel sel di sebelah bawahnya sebagaimana
di perkirakan semula. Adanya meristem papan yang sel yang mengalami pembelahan
interkalar yang tersebar secara acak paling banyak menyebabkan bertambahnya ukuran
daun. Pertumbuhan itu segera mengikuti pertumbuhan pada apeks dan tepi daun
sehingga tak dapat dipisahkan dari aktivitas pembelahan di kedua tempat itu.
Pembelahan interkalar akan mereda lebih awal di apeks daripada di dasar daun
sehingga jaringan daun berdiferensiasi dan mendewasa dalam arah basipetal. Selain
itu, pembelahan sel mungkin kurang sering terjadi di daerah apical daripada di daerah
yang ada di bawahnya, daun perbedaan ini mengakibatkan bagian bawah daun lebih
lebar. Pendewaran basipel terutama jelas terlihat pada daun monokotil yang panjang
dan ramping. Di sini pembelahan sel akhirnya terkonsentrsi di bagian dasar helai daun
dan daerah pelepah. Disebut meristem interkalar.
Pada dasarnya, tanaman tumbuhan diatur oleh sejumlah kecil kelompok bahan
yang terjadi secara alami dan bekerja sebagai hormon dan secara umum disebut sebagai
pengatur tumbuh. Goodman(1986) menyatakan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan tanaman secara biologi dikontrol oleh hormonal seperti komponen
endogen yang aktif sebagai 3-indole-acetic acid (IAA, auksin), komponen yang
berhubungan dengan indolat, giberelin, sitokinin, etilen, asam absisat dan sebagainya.
Kandungan komponen dalam tanaman yang normal dapat berubah dengan adanya
serangan patogenik. Kombinasi auksin dan etilen mempengaruhi kebiasaan
pertumbuhan; auksin, asam absisat dan etilen mengontrol absisi daun dan lapisan
semen. Patologi merubah level hormonal yang menyebabkan perubahan pertumbuhan
tanaman dalam keadaan kombinasi seperti diatas, secara berurutan seperti gejala
kerdil, tumorigenesis, epinasti dan keguguran daun prematur.
Sintesis auksin dipusatkan dalam daun muda dan pucuk tunas. Konsentrasi
auksin dalam tanaman hijau bervariasi antara 10 – 0.1 μg/ml dengan gradien yang
menurun dari jaringan muda ke jaringan tua. Pergerakan auksin dalam tanaman cepat,
polar dan secara basipetal dalam floem. Pergerakan mungkin juga terjadi lebih lambat
oleh difusi seluler dan juga basipetal. Auksin diproduksi oleh mikroorganisme dalam
spektrum yang luas, terutama jika prekursor tersedia seperti triptofan. ABA disiapkan
tanaman untuk dormansi. Secara spesifik ABA diaplikasikan pada pertumbuhan batang
yang aktif untuk menginduksi gejala dormansi seperti ruas yang pendek, pembentukan
bud scale, mengurangi aktivitas meristem dan beberapa absisi. Hormon tersebut juga
menghambat pemecahan tunas dan pemanjangan secara genetik tall corn. Hal ini
berlawanan dengan GA dan bertanggung jawab sebagai komponen aktif dalam respon
tanaman pada fotoperiode pendek. Penambahan ABA mempertahankan dormansi biji
yang secara normal berkecambah pada respon GA. ABA sebagai “metabolic brake”
disebabkan oleh pengurangan fotoperiode.
Kloroplas merupakan salah satu dari organel sebagai tempat aksinya. Cara kerja
ABA nampaknya menghambat sintesis RNA spesifik. Sebagai contoh ABA
menghambat sintesis amilase kemungkinan berperan menghambat sintesis ensim
spesifik RNA atau mencegah organisasi sintesis unit ensim. Kloroplas yang menjadi
tua memberikan sejumlah besar prekursor dirubah menjadi ABA. Karena plastid dan
kloroplas tempat utama sintesis GA, secara biologi kedengaran berlawanan sebagai
hormon. ABA berpartisipasi dalam perusakan kloroplas. ABA memacu senesen, etilen
diproduksi oleh organ senesen untuk memicu proses daerah lapisan absisi pada 3-5 sel
yang cepat mensintesis pektin dan selulase.
A. Mekanisme absisi(gugur)
Absisi merupakan proses gugurnya sel, jaringan, organ seperti bunga, daun,
ranting, buah dari tanaman induknya. Absisi dibagi menjadi 3 yaitu absisi normal yang
disebabkan oleh senesen atau ripening(pemasakan), sedangkan absisi abnormal yaitu
yang disebabkan oleh cekaman suhu, kekeringan, hama-penyakit, Absisi fisiologis
disebabkan kerusakan fisiologis seperti kompetisi nutrisi antara bagian tanaman
vegetatif dan generatif. Bagian khusus suatu tanaman tempat terjadinya absisi disebut
daerah absisi( abscission zone).
Hormon yang berperan dalam absisi :
a) Auksin
apabila IAA diberikan dibagian luar dari lapisan absisi, maka proses absisi
dihambat. Tetapi bila IAA diberikan kebagian dalam lapisan absisi, maka
proses absisi dipercepat. Hal ini disebabkan karena kerja enzim celulase,
pektinase, dan katalase yang semakin meningkat dengan kehadiran IAA
sehingga merangsang terbentuknya ABA
b) Etilen
menginduksi dan mensekresikan poliamin , sehingga dinding sel terdegradasi.
c) ABA
ABA yang meningkat akan menghambat transfer IAA dan juga merangsang
aktifitas dehydrolase (enzim yang memacu proses hidrolisa).
2.4.1. Xeromorfi
Salah satu sifat xeromorfi terpenting adalah rasio permukaan luas eksternal
terhadap volumenya, yang bernilai kecil. Berkurangnya luas permukaaan luar diiringi
oleh mengecilnya ukuran sel, bertambah tebal dindingnya, bertambah rapat sistem
jaringan pembuluh dan stomata, bertambahnya jumlah jaringan tiang, sementara
jaringan
spons berkurang. Daun sering ditutupi oleh rambut. Mengecilnya ukuran daun
dianggap sebagai sifat yang berkaitan dengan menurunnya kecepatan transpirasi.
Tumbuhan berdaun kecil lebih umum di habitat kering. Rambutpun amat umum
ditemukan pada xerofit. Air pada daun diangkut tidak hanya melalui berkas pembuluh
dan perluasannya, melainkan juga oleh sel mesofil dan epidermis. Angkutan air menuju
epidermis berlangsung lebih sering dalam jaringan tiang daripada lewat jaringan spons.
Akan tetapi, adanya ruang antarsel, terutama di antara sel tiang, membatasi angkutan
air. Vointerna bebas terhadap permukaan eksterna bagi tumbuhan lingkungan teduh
menunjukkan nilai kecil (6,8-9,9), sedangkan untuk daun xeromorf nilai itu tinggi
(17,2-31,3). Penambahan permukaan
interna mungkin disebabkan oleh peningkatan jumlah jaringan tiang
(Estiti B. Hidayat, 1995: 215).lume ruang antarsel pada daun xerofit lebih kecil
daripada volume pada daun mesofit, yakni daun tumbuhan yang tumbuh di tempat yang
cukup air.
Pada beberapa xerofit, dan secara umum pada halofit (tumbuhan di habitat
berair asin), terdapat jaringan khusus penyimpan air. Jaringan ini terdiri atas sel dengan
vakuola besar yang mengandung cairan vakuola encer atau kental dan berlendir (Estiti
B. Hidayat,
1995: 215). Pada sel-sel itu, sitoplasma tipis melapisi dinding sel, dan dinding sel itu
terdapat kloroplas yang tersebar. Tekanan osmosis dalam sel yang berfotosintesis lebih
tinggi daripada di dalam jaringan nonfotosintesis, dan jika kekurangan air, sel akan
memperolehnya dari jaringan penyimpan air. Akibatnya, sel berdinding tipis
penyimpan air tersebut mengkerut, namun bila keadaan menguntungkan, sel akan
segera kembali ke stadium semula. Sejumlah tanaman kita kenal sebagai tanaman
halofit tumbuh pada lingkungan bergaram/payau contohnya adalah bakau. Bakau dapat
dikatakan juga sebagai xerofit, karena pada tumbuhan xerofit,penyebab keringnya
kondisi lingkungan disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya kelembaban yang
rendah baik di dalam tanah maupun udara, intensitas cahaya yang tinggi, angin yang
kencang serta kadar garam yang tinggi (Ratnawati, 1996: 37). Pada tanaman bakau
(halofit) meskipun tanaman tersebut tumbuh pada habitat yang berair tapi tanaman
tersebut mengembangkan struktur yang rumit yang mencegah hilangnya air (James &
McDaniel, 1951: 381).
contoh tanaman xerofit :
2.4.2. Hidromorfi
Berbeda dengan berbagai jenis xerofit yang memenuhi habitat kering, struktur
yang khas bagi hidrofit tidak terlalu beragam. Hal itu mungkin karena air merupakan
habitat yang lebih homogen. Faktor yang terutama mempengaruhi tanaman air adalah
suhu, udara, dan konsentrasi serta susunan garam dalam air. Sifat struktural yang paling
menonjol pada daun tanaman air adalah berkurangnya jaringan pengokoh dan
pelindung, berkurangnya jumlah jaringan angkut, terutama xilem, dan terdapatnya
banyak rongga udara. Epidermis pada tanaman air tidak memiliki tugas melindungi,
tetapi berperan dalam memperoleh zat hara dari air dan dalam pertukaran gas.
Kutikulanya amat tipis seperti juga dinding selnya, dan sel epidermisnya sering
berkloroplas. Stomata biasanya tak terdapat, tetapi pada daun yang mengapung, di
bagian atas (Estiti B. Hidayat,1995: 214-216).
Rumput teki merupakan rumput semu menahun tapi bukan termasuk keluarga
rumput-rumputan. Batang rumputnya berbentuk segitiga (tringularis) (Gambar 1) dan
dapat mencapai ketinggian 10 - 75 cm. Arah tumbuh batangnya tegak lurus. Daunnya
berbentuk pita, berwarna mengkilat dan berjumlah 4 -10 a b 11 yang berkumpul pada
pangkal batang membentuk roset akar dengan pelepah daun yang tertutup di bawah
tanah. Ujung daun meruncing, lebar helaian daun 2-6 cm (Wijayakusuma, 2000).
Rumput teki terdiri dari helai daun yang ramping serta pelepah yang
menyelubungi batang. Mesofil pada umumnya tidak menunjukkan pembagian menjadi
jaringan tiang dan spons, meskipun lapisan selnya tepat di bawah epidermis. Epidermis
sering mengandung banyak macam sel. Bagian utama terdiri dari sel ramping dan
memanjang. Sel penutup stomata beasosiasi dengan sel disampingnya. Sel silik, sel
gabus dan sel rambut dapat juga ditemukan. Sel epidermis besar dengan dinding
anticlinal tipisyang disebut sel lensaatau sel kipas yang berperan dalam proses
menggulungnya daun. Pada sejumlah rumput-rumputan yang bersifat xeromorf, sel
epidermis yang membesar berada di sepanjang alur adaksial disertai sel mesofilyang
juga membesar yaitu sel engsel, atau keduanya, berkurangnya turgor dan
memungkinkan daun menggulung.
Pada umumnya batang rumput yang mendukung daun-daun dan bulir disebut
tangkai. Bentuknya seperti silinder, umumnya kosong kecuali pada buku-buku yang
terdiri dari jaringan yang padat. Buku-buku merupakan tempat perletakan daun yang
tersusun dalam dua baris berseling pada sisi batang yang berlawanan. Bagian tangkai
yang kosong antara dua buku disebut ruas. Bagian atas daun yang melebar disebut helai
daun dan bagian bawah daun yang membungkus batang disebut pelepah daun. Pada
tempat bertemunya helai daun dan pelepah daun terdapat suatu lapisan tipis disebut
lidah daun atau ligula (Mcilroy,1976).
Ikatan pembuluh dikelilingi oleh dua cincin sel. Cincin bagian dalam disebut
bundel selubung sel mengandung pati yang kaya kloroplas sedikit Grana yang berbeda
dari yang ada di mesofil karena sel hadir sebagai lingkar luar. Anatomi aneh ini disebut
anatomi Kranz dari kata Jerman untuk karangan bunga. Fungsi utama dari anatomi
Kranz adalah untuk menyediakan sebuah tempat di mana CO2 dapat terkonsentrasi di
sekitar rubisco, sehingga mengurangi fotorespirasi . Untuk memudahkan
pengkonsentrasian CO2 yang lebih tinggi secara signifikan pada selubung berkas
dibandingkan dengan mesofil, lapisan batas Kranz memiliki konduktansi rendah untuk
CO2, sebuah properti yang dapat ditingkatkan dengan kehadiran suberin.
Jalur Fotosintesis
Di akhir tahun 1960an, tiga ahli botani (Kortschak, Hatch dan Slack)
menemukan jalur fotosintesis baru, yang disebut C4 atau jalur fotosintesis Hatch-Slack.
Pada dasarnya inilah yang terjadi. Karbon dioksida menyatu dengan sebuah senyawa
yang disebut PEP (Phosfoenolpiruvat), membentuk sebuah senyawa karbon-4, malat.
Malat ditransfer ke sel-sel lapisan buntalan di daun. Senyawa karbon-4 ini memberikan
karbon dioksida, yang memasuki C3 atau siklus Calvin di sel lapisan buntalan
fotosintetik.
Pada tumbuhan C-4 terdapat pembagian tugas antara 2 jenis sel fotosintetik, yakni :
Sel seludang berkas pembuluh disusun menjadi kemasan yang sangat padat
disekitar berkas pembuluh. Diantara seludang-berkas pembuluh dan permukaan daun
terdapat sel mesofil yang tersusun agak longgar. Siklus calvin didahului oleh masuknya
CO2 ke dalam senyawa organic dalam mesofil.
Daya ikat yang tinggi terhadap CO2 pada tanaman C4, menyebabkan
perbandingan antara pemasukan CO2 dan konduktivitas stomata (kemampuan stomata
menyalurkan H2O persatuan waktu) optimum. Dengan kata lain, tanaman-tanaman C4
mempunyai efisiensi penggunaan air yang tinggi sehingga jumlah air yang dikeluarkan
untuk sejumlah CO2 yang dimasukkan jauh lebih sedikit pada tanaman C4
dibandingkan dengan tanaman C3. Pada tanaman C3, daya ikat yang rendah terhadap
CO2 menyebabkan tanaman ini boros dalam penggunaan air.
Pada tanaman C4, CO2 diikat oleh PEP (enzym pengikat CO2 pada tanaman
C4) yang tidak dapat mengikat O2 sehingga tidak terjadi kompetisi antara CO2 dan O2.
Lokasi terjadinya assosiasi awal ini adalah di sel-sel mesofil (sekelompok sel-sel yang
mempunyai klorofil yang terletak di bawah sel-sel epidermis daun). CO2 yang sudah
terikat oleh PEP kemudian ditransfer ke sel-sel “bundle sheath” (sekelompok sel-sel di
sekitar xylem dan phloem) dimana kemudian pengikatan dengan RuBP terjadi.
Karena tingginya konsentasi CO2 pada sel-sel bundle sheath ini, maka O2 tidak
mendapat kesempatan untuk bereaksi dengan RuBP, sehingga fotorespirasi sangat
kecil and G sangat rendah, PEP mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap CO 2,
sehingga reaksi fotosintesis terhadap CO2 di bawah 100 m mol m-2 s-1 sangat tinggi. ,
laju assimilasi tanaman C4 hanya bertambah sedikit dengan meningkatnya CO2.
Daun sempit, tebal dan kaku. Tulang daun tidak beraneka ragam. Tumbuhan
biji mempunyai jaringan pembuluh yang rumit. Jaringan ini merupakan saluran
menghantar untuk mengangkut air, mineral, makanan dan bahan – bahan
lain. Tumbuhan berbiji terbuka memiliki pigmen hijau (klorofil) yang penting untuk
fotosintesis yaitu suatu proses dasar pembuatan makanan pada tumbuhan.
Gymnospermae daunnya jarang yang berdaun lebar, jarang yang bersifat majemuk, dan
system pertulangan daunnya tidak banyak ragamnya. Hal ini sangat berbeda dengan
karakteristik daun yang terdapat pada angiospermae yang sistem pertulangannya
beraneka ragam. Contoh :Pynus merkusii.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, A, Neil. 2005. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Sutrian, Yayan. 2004. Pengantar Anatomi Tumbuhan Tentang Sel dan Jaringan.
Jakarta : PT. Rhineka Cipta