Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN KASUS KELOLAAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny. S DENGAN


HIPERTENSI DIDESA TANJUNGSARI V
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik Keperawatan Gerontik

DISUSUN OLEH :
ANISA
P1337420617063

PRODI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
PADA KLIEN IBU S DENGAN HIPERTENSI
DI DESA TANJUNGSARI V

1. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 27 Mei 2020

1. Identitas klien
Nama Lengkap : Ibu S
Tempat lahir : Semarang
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan terakhir : SMP
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Diagnosa Medis : Hipertensi
Alamat : Tanjungsari V
No telp : Tidak ada
2. Status Kesehatan
- Keluhan Utama
Klien mengatakan bahwa kondisinya saat ini baik-baik saja, tidak merasakan
pusing, tidak mual, maupun muntah. Hanya saja kemarin tanggal 25 Mei 2020 klien
terkejut saat melakukan kontrol dan tekanan darah mencapai 140/90 mmHg. Klien
mengatakan hal ini terjadi karena sering emosi sehingga menyebabkan tekanan
darahnya naik. Klien mengatakan tidak tau cara mengontrol emosi, dan jarang
berolahraga.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Tahun 2017 klien mulai mengecek tekanan darahnya ke praktek dokter dan ternyata
klien mempunyai hipertensi dan mempunyai kebiasaan mengkonsumsi garam
berlebihan apalagi ketika memasak jika tidak asin menurut klien rasanya tidak enak.
Klien mengetahui penyebab hipertensi, namun tidak mengetahui tanda dan gejala,
faktor risiko hipertensi.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit hipertensi dan penyakit menular.
- Tinjauan Sistem
a. TTV
Nadi : 83 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
TD : 150/90 mmHg
Suhu : 36,4 C
Kesadaran : Composmentis
b. Sistem Respirasi
Klien tidak mengalami batuk maupun sesak nafas. suara nafas normal atau
reguler. Dan tidak terdengar suara nafas tambahan. Frekuensi pernapasan 20
x/mnt, irama teratur, tidak menggunakan otot bantu pernapasan.
c. Sistem Kardiovaskuler
- Nadi 83x/menit (regular)
- Tidak ada edema
- CRT < 2 detik
- Tidak ada perdarahan
d. Sistem Gastrointestinal
Makan : Frekuensi 3x/hari (pagi, siang, malam), dengan jumlah 1 porsi
umum (nasi 5-6 sendok makan, sayur, dan lauk). Tidak ada mual dan muntah,
klien dulu pernah memiliki sakit maag, namun sekarang sudah tidak pernah
kambuh, mulut tidak ada lesi, tidak ada nodul, mukosa bibir lembab, lidah
berwarna merah muda dan ulkus tidak ada.
e. Sistem Integumen
Rambut berwarna hitam dan beberapa bagian putih, bentuk rambut
bergelombang dan tipis. Kulit kepala klien tidak ada laserasi, kulit kepala
normal, tidak ada rontok maupun ketombe. Kuku bersih dan pendek, kulit
berwarna kuning langsat, bersih, tidak ada edema, turgor kulit kembali dalam
waktu < 2 detik, tidak ada tanda sianosis, tidak ikterus, temperature hangat, dan
tidak ada luka.
f. Sistem Persepsi Sensori
Mata tidak ada tanda perlukaan/trauma pada mata, dengan fungsi
penglihatan mengalami penurunan karena faktor usia dimana mata klien
mengalami rabun tua sehingga ketika membaca memerlukan alat bantu berupa
kacamata. Bentuk mata bulat,simetris kanan kiri,konjungtiva berwarna merah
muda,sclera tidak ikteric,pupil normal berbentuk bulat, dan reflek cahaya ( + )
langsung.
Daun telinga simetris antara kanan dan kiri, bersih, liang telinga bersih,
tidak ada serumen, fungsi pendengaran masih jelas, dalam batas normal, dan
tidak ada alat bantu pendengaran.
g. Sistem Muskloskeletal
Klien tidak pernah mengalami fraktur, anggota gerak masih kuat dan dapat
digerakkan dengan baik, ekstremitas atas maupun bawah. Sehinggga mobilitas
klien dapat dilakukan secara mandiri
h. Sistem Perkemihan
Klien BAB 1 hari 1x warna feces normal dan konsistensi lunak, tidak ada
lendir, tidak ada darah dan tidak ada hambatan. Saat pengkajian, Tidak ada
keluhan (konstipasi/diare). Klien BAK 4-5x/hari tidak mengalami keluhan,
urine berwarna kuning jernih dan berbau khas urine. Apabila klien minum
terlalu banyak maka BAK juga lebih sering dari biasanya (6-8 x/hari).
i. Sistem Reproduksi
Klien tidak mempunyai benjola pada payudara, tidak mengalami nyeri,
tidak mengalami kemerahan. Klien juga tidak mengalami nyeri pada vagina dan
tidak ada bau dari vagina.
j. Sistem Neurologis
Klien tidak memiliki keluhan baik bicara maupun alat gerak. Bicara masih
lancar, dan alat gerak masih dapat digunakan dengan baik.
k. Sistem Endokrin
Tidak ada keluhan baik pada kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, maupun
kelenjar getah bening.
l. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
Psikososial : ekspresi wajah tenang dan ceria. Klien kooperatif dan
menunjukan sikap yang baik selama pengkajian. Kemampuan bicara klien baik
dimana ketika diajukan pertanyaan klien menjawab dengan menceritakan
secara runtut. Klien tidak merasa dikucilkan baik dalam lingkungan kelurga
ataupun masyarakat.
Spiritual : klien beragama Islam. Klien mengatakan bahwa kematian adalah
suatu hal yang pasti terjadi dalam setiap kehidupan. Dan ia yakin, bahwa setiap
yang bernyawa pasti cepat atau lambat akan mengalami kematian. Klien sebagai
manusia hanya dapat berdoa dan berusaha melakukan yang terbaik untuk dapat
menjalankan kehidupan sebagai mana mestinya dan mempercayai bahwa
kesembuhan juga merupakan kuasa Allah SWT. Klien melaksanakan sholat di
rumah
- Sosialisasi dengan lansia lain
Sosialisasi klien dengan lansia yang lain berjalan baik dan lancar. Klien masih
mengikuti pertemuan rutin dasa wisma yang diadakan setiap sebulan sekali. Klien tidak
memiliki masalah dengan warga lainnya
- Harapan Klien
Klien berharap disisa umurnya ini selalu sehat, bahagia bersama keluarga, anak dan
cucu-cucunya, bisa selalu berinteraksi dengan masyarakat yang lain.

- Emosional
PERTANYAAN JAWABAN
PERTANYAAN TAHAP I
 Apakah klien mengalami sukar Ya
tidur?
 Apakah klien merasa gelisah? Ya
 Apakah klien sering merasa
murung atau menangis sendiri? Tidak
 Apakah klien sering merasa was-
was atau kuatir? Tidak

PERTANYAAN TAHAP II
 Keluhan lebih dari 3 bulan atau Tidak
lebih dari 1 kali dalam 1 bulan?
 Ada masalah atau banyak pikiran?
 Ada gangguan/masalah dengan Tidak
keluarga lain?
 Menggunakan obat tidur/penenang Tidak
atas anjuran dokter?
 Cenderung mengurung diri Tidak

MASALAH EMOSIONAL (-) Tidak

1. Pengkajian Fungsional Klien KATZ Indeks:


Termasuk/ kategori yang manakah klien
A) Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB,BAK), menggunakan pakaian, pergi
ke toilet, berpindah dan mandi (YA)
B) Mandiri semuanya kecuali salahsatu saja dari fungsi diatas.
C) Mandiri, kecuali mandi dan satu fungsi lagi yang lain
D) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, dan satu lagi fungsi yang lain
E) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toiet dan satu lagi fungsi yang lain
F) Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toiet, berpindah dan satu ;agi fungsi
yang lain
G) Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
H) Lain-lain (minimal ada 2 ketergantungan yang tidak sesuai dengan kategori di
atas)

Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan aktif dari orang lain.
Seseorang yang menolak untuk melakukan sesuatu fungsi dianggap tidak
melakukan fungsi, meskipun ia dianggap mampu.
2. Modifikasi Barthel Indeks:
Termasuk yang manakah klien?
No Item yang dinilai Skor Nilai
1 Makan (feeding) 0 = tidak mampu 2
1 = butuh bantuan
memotong, mengoles
mentega, dll
2 = mandiri
2 Mandi (bathing) 0 = tergantung orang lain 1
1 = mandiri
3 Perawatan diri (grooming) 0 = membutuhkan bantuan 1
orang lain
1 = mandiri dalam
perawatan muka, rambut,
gigi, dan bercukur
4 Berpakaian (dressing) 0 = tergantung orang lain 2
1 = sebagian dibantu
(misal mengancing baju)
2 = mandiri
5 Buang air kecil (bowel) 0 = inkontenensia atau 2
pakai kateter dan tidak
terkontrol
1 = kadang inkontenensia
(maks 1x24 jam)
2 = mandiri
6 Buang air besar (bladder) 0 = inkontenensia (tidak 2
teratur atau perlu enema)
1 = kadang inkontenensia
(sekali seminggu)
2 = kontenensia (teratur)
7 Penggunaan toilet 0 = tergantung bantuan 2
orang lain
1 = membutuhkan
bantuan, tapi dapat
melakukan beberapa hal
sendiri
2 = mandiri

8 Transfer 0 = tidak mampu 3


1 = butuh bantuan untuk
bisa duduk (2 orang)
2 = bantuan kecil (1 orang)
3 = mandiri
9 Mobilitas 0 = immobile (tidak 3
mampu)
1 = menggunakan kursi
roda
2 = berjalan dengan
bantuan bantuan satu
orang
3 = mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu
seperti tongkat)
10 Naik turun tangga 0 = tidak mampu 2
1 = membutuhkan bantuan
(alat bantu)
2 = mandiri

Interpretasi hasil :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total
Hasil : Dari hasil pengkajian, didapatkan data dengan hasil penilaian indeks Barthel yaitu 20
yang berarti Ibu.S tidak mengalami ketergantungan (Mandiri)

3. Pengkajian Status Mental SPSMQ


(Short Portable Mental Status Questioner )
BENAR SALAH NO PERTANYAAN Jawaban klien
Benar 01 Tanggal berapa hari ini? Tanggal 26
Benar 02 Hari apa sekarang ini? Hari selasa
Benar 03 Apa nama Tempat ini Desa Tanjungsari V
Benar 04 Dimana alamat anda? Tanjungsari V RT
07 RW 02
Benar 05 Berapa umur anda? 61
Benar 06 Kapan anda lahir? (minimal tahun lahir) 1959
Benar 07 Siapa presiden Indonesia sekarang? Jokowi
Benar 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya? SBY
Benar 09 Siapa nama ibu anda? Ibu S
Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 Tidak bisa
Salah 10
dari setiap angka baru, semua secara menurun
Fungsi Intelektual Utuh
9 1

SCORE TOTAL :
Interpretasi hasil
a. Salah0-3 fungsi intelektual utuh
b. Salah4-5 kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6- 8 kerusakan intelektual
sedang
d. salah 9-10 : kerusakan intelektual berat
4. MMSE (Mini Mental Status Exam)
ASPEK NILAI NILAI
NO KRITERIA
KOGNITIF MAKS. KLIEN
1 Orientasi Menyebutkan dengan benar:
Tahun
Musim
5 5
Tanggal
Hari
Bulan
Orientasi Dimana kita sekarang berada?
Negara Indonesia
Propinsi Jawa Tengah
5 5
Kota Semarang
PSTW.......
Wisma......
2 Registrasi Sebutkan nama 3 obyek (oleh pemeriksa) 1 detik untuk
mengatakan masing-masing obyek. Kemudian
tanyakan kepada klien ketiga obyek tadi (untuk
3 3 disebutkan)
Obyekmeja
Obyekkursi
Obyek pintu
3 Perhatian dan Minta klien untuk memulai dari angka 10 kemudian
kalkulasi dikurangi 2 sampai 5 kali/tingkat
8
5 3 6
4
2
0
4 Mengingat Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek pada no.2
3 2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1 point untuk masing-
masing obyek
5 Bahasa Tunjukkan pada klien suatu benda dan tanyakan
namanya pada klien
roda mobil
kursi ini terbuat dari kayu
Minta klien untuk mengulang kata berikut: ”tak ada
jika, dan, atau, tetapi”. Bila benar, nilai 1 point.
Pernyataan benar 2 buah (contoh: tak ada, tetapi).
Minta klien uuntuk mengikuti perintah berikut yang
terdiri dari 3 langkah:
”ambil kertas di tangan anda, lipat dua dan taruh di
9 8 lantai”
Ambil kertas di tangan anda
Lipat dua
Taruh di lantai
Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila aktivitas
sesuai perintah nilai 1 point)
”tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk menulis satu kalimat atau
menyalin gambar
Tulis satu kalimat
Menyalin gambar
TOTAL NILAI 26 Aspek kognitif dari fungsi mental baik
Interpretasi hasil:
> 23 : aspek kognitif dari fungsi mental baik
18-22 : kerusakan aspek fungsi mental ringan
< 17 : terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat

5. Pengkajian Keseimbangan

KRITERIA Skor
a. Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan
• Bangun dari tempat duduk (dimasukkan dalam analisis) dengan mata terbuka 0
Tidak bangun dari tempat tidur dengan sekali gerakan, akan tetapi usila
mendorong tubunnya tubuhnya ke atas dengan tangan atau gerakan ke bagian
depan kursi terlebih dahulu, tidak stabil pada saat berdiri pertama kali
• Duduk ke kursi (dimasukkan dalam analisis) dengan mata terbuka Menjatuhkah 1
diri ke kursi, tidak duduk di kursi.
• Bangun dari tempat duduk (dimasukkan dalam analisis) dengan mata terbuka 0
Tidak bangun dari tempat tidur dengan sekali gerakan, akan tetapi usila
mendorong tubunnya tubuhnya ke atas dengan tangan atau gerakan ke bagian
depan kursi terlebih dahulu, tidak stabil pada saat berdiri pertama kali
• Duduk ke kursi (dimasukkan dalam analisis) dengan mata terbuka Menjatuhkah 1
diri ke kursi, tidak duduk di kursi.
Ket. Kursi harus yang keras tanpa lengan
• Menahan dorongan pada sternum (pemeriksa mendorong sternum sebanyak 3 kali 0
dengan hati-hati) dengan mata terbuka
Klien menggerakan kaki, memegang objek untuk dukungan, kaki tidak menyentuh
sisisisinya
• Menahan dorongan pada sternum (pemeriksa mendorong sternum sebanyak 3 kali 0
dengan hati-hati) dengan mata terbuka
Klien menggerakan kaki, memegang objek untuk dukungan, kaki tidak menyentuh
sisisisinya
• Perputaran leher (klien sambil berdiri)
0
Menggerakan kaki, menggenggam objek untuk dukungan kaki, keluhan pusing
atau keadaan tidak stabil.
• Gerakan mengapai sesuatu 0
Tidak mampu untuk menggapai sesuatu dengan bahu fleksi sepenuhnya sementara
berdiri pada ujung jari-jari kaki, tidak stabil memegang sesuatu untuk dukungan
• Membungkuk 0
Tidak mampu membungkuk untuk mengambil objek-objek kecil (misalnya pulpen)
dari lantai, memegang objek untuk bisa berdiri lagi dan memerlukan usaha-usaha
yang keras untuk bangun
b. Komponen gaya berjalan atau pergerakan 1
• Minta klien berjalan ke tempat yang ditentukan
Ragu-ragu, tersandung, memegang objek untuk dukungan 0
• Ketinggian langkah kaki
Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten (menggeser atau menyeret kaki),
mengangkat kaki terlalu tinggi (> 5 cm) 0

• Kontinuitas langkah kaki


Setelah langkah-langkah awal menjadi tidak konsisten, memulai mengangkat satu
kaki sementara kaki yang lain menyentuh lantai 0

• Kesimetrisan langkah
Langkah tidak simetris, terutama pada bagian yang sakit 1

• Penyimpangan jalur pada saat berjalan


Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelombang dari sisi ke sisi 0

• Berbalik
Berhenti sebelum mulai berbalik, jalan sempoyongan, bergoyang, memegang
objek untuk dukungan

Skor Total 4
Interpretasi hasil:
0-5 : resiko jatuh rendah
6-10 : resiko jatuh sedang
11-15: resiko jatuh tinggi
2. ANALISA DATA
Hari/tanggal Data fokus Masalah
Rabu, DS: Defisiensi pengetahuan
27 Mei 2020 ⁻ Klien mengatakan bahwa kondisinya saat mengenai penyakit
pukul 10.00 ini baik-baik saja, tidak merasakan hipertensi berhubungan
pusing, tida mual, maupun muntah. dengan kurang informasi
Hanya saja kemarin tanggal 25 Mei 2020 (00126)
klien terkejut saat melakukan kontrol dan
tekanan darah mencapai 140/90 mmHg.
Klien mengatakan hal ini terjadi karena
sering emosi sehingga menyebabkan
tekanan darahnya naik. Klien
mengatakan tidak tau cara mengontrol
emosi, jarang berolahraga
⁻ Klien mengetahui penyebab hipertensi,
namun tidak mengetahui tanda dan
gejala, faktor risiko hipertensi.

DO :
- klien mengkonsumsi obat amlodipine 1 x
1 5mg tiap malam
- TTV
TD = 150/90 mmHg
HR= 83 kali/menit
RR= 18 kali/menit
S = 36,4 celcius
Rabu, 27 DO : Gangguan istirahat tidur
Mei 2020 Klien mengatakan pusing, tidur kurang berhubungan dengan
pukul 12.00 nyenyak, sering bangun dini hari, tidur kurang kontrol tidur
hanya 5 jam (00126)

DS :
Klien terlihat lemas dan gelisah
- klien mengkonsumsi obat amlodipine 1 x
1 5mg tiap malam
- TD = 150/90 mmHg
HR= 83 kali/menit
RR= 18 kali/menit
S= 36,4 celcius

A. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi (00126)
2. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur (000198)

B. INTERVENSI
No. Hari/Tanggal Diagnosis Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Rabu, Defisiensi Setelah dilakukan 1. Mengkaji ulang
27 Mei 2020 pengetahuan penjelasan selama 3 x pengetahuan klien
pukul 10.00 mengenai penyakit kunjungan rumah tentang pengertian
hipertensi diharapkan klien hipertensi
berhubungan mengerti tentang 2. Mengkaji ulang
dengan kurang hipertensi dengan pengetahuan klien
informasi (00126) kriteria hasil:
1. Menjelaskan tentang tanda gejala
kembali pengertian hipertensi
hipertensi 3. Mengkaji ulang
2. Menjelaskan pengetahuan klien
kembali tentang tentang penyebab
tanda dan gejala dan akibat hipertensi
hipertensi 4. Mengkaji ulang
3. Menyebutkan pengetahuan klien
kembali penyebab tentang faktor risiko
dan akibat hipertensi
hipertensi 5. Mengajarkan senam
4. Menjelaskan hipertensi
kembali tentang 6. Mengajarkan terapi
faktor risiko relaksasi otot
hipertensi progresif
5. Melakukan
aktivitas fisik
lansia hipertensi
berupa senam
hipertensi
6. Melakukan terapi
relaksasi otot
progresif
2. Rabu, 27 Mei Gangguan istirahat Setelah dilakukan 1. Menciptakan
2020 pukul tidur berhubungan intervensi selama 3 hari lingkungan yang
12.00 dengan kurang diharapkan gangguan aman dan nyaman
kontrol tidur pola tidur dapat teratasi 2. Menjelaskan
(000198) dengan kriteria hasil: pentingnya tidur
1. Jumlah jam tidur yang adekuat
dalam batas normal
6-8 jam/hari
2. Pola tidur, kualitas 3. Menciptakan
dalam batas normal lingkungan yang
3. Perasaan segar nyaman
sesudah tidur atau 4. Memonitor kebutuan
istirahat tidur setiap hari
4. Mampu 5. Menjelaskan hal-hal
mengidentifikasi yang dapat
hal-hal yang meningkatkan tidur
meningkatkan tidur

C. IMPLEMENTASI
No. Tanggal/Jam Diagnosa Tindakan Respon Paraf
Keperawatan
1. Rabu, 27 Mei Defisiensi 1. Mengkaji ulang Subjektif : Anisa
2020 pengetahuan pengetahuan klien Klien mengatakan
10. 00 WIB mengenai tentang pengertian mengetahui pengertian
penyakit hipertensi dan penyebab
hipertensi 2. Mengkaji ulang hipertensi, namun klien
berhubungan pengetahuan klien mengatakan belum
dengan kurang tentang tanda gejala mengetahui tanda dan
informasi hipertensi gejala serta faktor risiko
(00126) 3. Mengkaji ulang hipertensi.
pengetahuan klien
tentang penyebab Objektif:
hipertensi Klien bisa menjelaskan
pengertian hipertensi
dan penyebabnya
- TTV
TD = 150/90 mmHg
HR= 83 x/menit
RR= 18 kali/menit
S = 36,4 celcius
2 Rabu, 27 Mei Gangguan 1. Menciptakan Subjektif ; Anisa
2020 pukul istirahat tidur lingkungan yang Klien mengatakan tidur
12.00 berhubungan aman dan nyaman kurang dari 6 jam, jika
dengan kurang 2. Jumlah jam tidur terbangun sulit untuk
kontrol tidur dalam batas normal tidur kembali, jam tidur
(000198) 6-8 jam/hari tidak menentu, jika
3. Pola tidur, kualitas terbangun ditengah
dalam batas normal malam maka akan
4. Perasaan segar terjaga sampai pagi
sesudah tidur atau Objektif :
istirahat Klien tampak lemas,
5. Mampu tidak bersemangat,
mengidentifikasi hal- klien juga tampak pucat
hal yang - TD = 150/90 mmHg
meningkatkan tidur - HR= 83 kali/menit
- RR= 18 kali/menit
3. Kamis, 28 Mei Defisiensi 1.Mengajarkan senam Subjektif : Anisa
2020 pukul pengetahuan hipertensi dan terapi Klien mengatakan tidak
10.00 mengenai relaksasi otot progresif tau mengontrol emosi,
penyakit dilakukan untuk jarang berolah raga dan
hipertensi aktivitas fisik lansia mau melakukan
berhubungan hipertensi berupa senam aktivitas fisik dan terapi
dengan kurang hipertensi 2x seminggu yang diberikan
informasi selama 20-30 menit dan Objektif :
(00126) terapi relaksasi otot Klien dapat mengikuti
gerakan yang
progresif 1x perhari dicontohkan dengan
selama 5-10 menit baik
- TTV
TD = 150/90 mmHg
HR= 83 kali/menit
RR= 18 kali/menit
S= 36,6 celcius
4 Kamis, 28 Mei Gangguan 1. Menciptakan Subjektif : Anisa
2020 pukul istirahat tidur lingkungan yang Kien mengatakan
11.00 berhubungan aman dan nyaman semalam masih belum
dengan kurang 2. Jumlah jam tidur tidur dengan nyenyak
kontrol tidur dalam batas normal hanya tidur 5 jam jika
(000198) 6-8 jam/hari sudah bangun tidak bisa
3. Pola tidur, kualitas tidur dan terjaga sampai
dalam batas normal subuh
4. Perasaan segar Objektif :
sesudah tidur atau Klien terlihat lemas dan
istirahat mengantuk
- TTV
TD = 150/90 mmHg
HR= 83x/menit
RR= 20x/menit
5. Jumat, 29 Mei Defisiensi 1. Menyebutkan Subjektif : Anisa
2020 pukul pengetahuan kembali pengertian, ⁻ Klien mengatakan
10.00 mengenai penyebab, tanda paham menegnai
penyakit gejala dan faktor pengertian,penyeb
hipertensi risiko hipertensi ab, tanda gejala
berhubungan dan faktor risiko
dengan kurang 2. Memperagakan hipertensi
informasi aktivitas fisik berupa ⁻ Klien juga
(00126) senam hipertensi dan mengatakan sudah
terapi relaksasi otot mempraktikkan
progresif dilakukan senam hipertensi
untuk aktivitas fisik dan terapi
lansia hipertensi relaksasi otot
berupa senam progrsif tadi pagi
hipertensi 2x Objektif :
seminggu selama 20- Klien mampu
30 menit dan terapi mengulang kembali
relaksasi otot gerakan yang diajarkan
progresif 1x perhari - TTV
selama 5-10 menit TD = 130/80 mmHg
HR= 83 x/menit
RR= 20 x/menit
S= 36,4 celcius
6 Jumat, 29 Mei Gangguan 1. Menciptakan Subjektif : Anisa
2020 pukul istirahat tidur lingkungan yang Kien mengatakan
11.00 berhubungan aman dan nyaman semalam tidur dengan
dengan kurang 2. Jumlah jam tidur nyenyak selam 7 jam,
kontrol tidur dalam batas normal tidur mulai dari jam 9
(000198) 6-8 jam/hari malam dan bangun jam
3. Pola tidur, kualitas 4 pagi, klien
dalam batas normal mengatakan badannya
4. Perasaan segar terasa enteng
sesudah tidur atau Objektif :
istirahat Klien terlihat segar,
bersemangat, tidak
lemas, tidak pucat
- TTV
TD = 130/80 mmHg
HR= 83x/menit
RR= 20x/menit
D. EVALUASI

No Hari/Tanggal Dx Evaluasi Paraf


Keperawatan
1. Rabu, 27 Mei Defisiensi S: Anisa
2020 pengetahuan Klien mengatakan mengetahui
mengenai pengertian dan penyebab
penyakit hipertensi, namun klien
hipertensi mengatakan belum mengetahui
berhubungan tanda dan gejala serta faktor
dengan kurang risiko hipertensi.
informasi
(00126) O:
Klien bisa menjelaskan apa itu
hipertensi dan penyebabnya
- TTV
TD = 150/90 mmHg
HR= 83 x/menit
RR= 18 kali/menit
S = 36,4 celcius
A:
Masalah defisiensi pengetahuan
b.d kurang informasi belum
teratasi
P:
Lanjutkan Intervensi
Mengajarkan aktivitas fisik
lansia hipertensi berupa senam
hipertensi 2x seminggu selama
20-30 menit dan terapi relaksasi
otot progresif 1x perhari selama
5-10 menit

2. Rabu, 27 Mei Gangguan S: Anisa


2020 istirahat tidur Klien mengatakan tidur kurang
berhubungan dari 6 jam, jika terbangun sulit
dengan kurang untuk tidur kembali, jam tidur
kontrol tidur tidak menentu, jika terbangun
(000198) ditengah malam maka akan
terjaga sampai pagi
O:
Klien tampak lemas, tidak
bersemangat, klien juga tampak
pucat
- TD = 150/90 mmHg
- HR= 83 kali/menit
- RR= 18 kali/menit
A:
Masalah gangguan istirahat
tidur b.d kurang kontrol tidur
belum teratasi
P:
Lanjutkan Intervensi
Menjelaskan pentingnya tidur
yang adekuat

3. Kamis, 28 Mei Defisiensi S: Anisa


2020 pengetahuan Klien mengatakan tidak tau
mengenai cara mengontrol emosi. jarang
penyakit berolah raga dan mau
hipertensi melakukan aktivitas fisik
berhubungan berupa senam hipetensi 2x
dengan kurang seminggu selama 20-30 menit
informasi dan terapi relaksasi otot
(00126) progresif 1x perhari selama 5-
10 menit
O:
Klien dapat mengikuti gerakan
yang dicontohkan dengan baik
- TTV
TD = 150/90 mmHg
HR= 83 kali/menit
RR= 18 kali/menit
S= 36,6 celcius
A:
Masalah defisiensi pengetahuan
b.d kurang informasi belum
teratasi
P:
Lanjutkan Intervensi
Mengkaji ulang pengertian,
penyebab, tanda gejala, dan
faktor risiko hipertensi serta
memperagakan kembali
aktivitas fisik lansia hipertensi
berupa senam hipertensi 2x
seminggu selama 20-30 menit
dan terapi relaksasi otot
progresif 1x perhari selama 5-
10 menit
4. Kamis, 28 Mei Gangguan S: Anisa
2020 istirahat tidur Kien mengatakan semalam
berhubungan masih belum tidur dengan
dengan kurang nyenyak hanya tidur 5 jam jika
kontrol tidur sudah bangun tidak bisa tidur
(000198) dan terjaga sampai subuh
O:
Klien terlihat lemas dan
mengantuk
- TTV
TD = 150/90 mmHg
HR= 83x/menit
RR= 20x/menit
A:
Masalah gangguan istirahat
tidur b.d kurang kontrol tidur
belum teratasi
P:
Lanjutkan Intervensi
Menjelaskan hal-hal yang dapat
meningkatkan tidur

5. Jumat, 29 Mei Defisiensi S: Anisa


2020 pengetahuan ⁻ Klien mengatakan paham
mengenai menegnai
penyakit pengertian,penyebab,
hipertensi tanda gejala dan faktor
berhubungan risiko hipertensi
dengan kurang ⁻ Klien juga mengatakan
sudah mempraktikkan
informasi senam hipertensi dan
(00126) terapi relaksasi otot
progresif tadi pagi
O:
Klien mampu mengulang
kembali gerakan yang diajarkan
- TTV
TD = 130/80 mmHg
HR= 83 x/menit
RR= 20 x/menit
S= 36,4 celcius
A:
Masalah defisiensi pengetahuan
b.d kurang informasi teratasi
P:
Intervensi dihentikan

6. Jumat, 29 Mei Gangguan S: Anisa


2020 istirahat tidur Kien mengatakan semalam
berhubungan tidur dengan nyenyak selam 7
dengan kurang jam, tidur mulai dari jam 9
kontrol tidur malam dan bangun jam 4 pagi,
(000198) klien mengatakan badannya
terasa enteng
O:
Klien terlihat segar,
bersemangat, tidak lemas, tidak
pucat
- TTV
TD = 130/80 mmHg
HR= 83x/menit
RR= 20x/menit
A:
Masalah gangguan istirahat
tidur b.d kurang kontrol tidur
teratasi
P:
Intervensi dihentikan

LAMPIRAN DOKUMENTASI
RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TEKANAN DARAH
PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN WAKTU YANG CEPAT

Agustina Boru Gultom1, Indrawati2


Poltekkes Kemenkes Medan12
Email : agustinagultom203@gmail.com

ABSTRAK

Masalah hipertensi sering kurang diketahui keberadaan gejala-gejalanya oleh masyarakat. Jika akhirnya disadari,
itu menunjukkan perlunya usaha-usaha untuk melakukan perubahan perilaku hidup. Salah satu yang dapat
ditawarkan kepada masyarakat dalam rangka perubahan tersebut adalah dalam bentuk relaksasi otot progresif
dimana upaya tersebut dapat mengendalikan ketegangan dan memberikan suasana yang dapat berubah dalam
bidang fisik, emosi dan spiritual. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hasil pemberian relaksasi otot
progresif terhadap tekanan darah dengan waktu yang cepat pada pasien hipertensi. Desain penelitian adalah quasi
experimen tanpa kelompok kontrol dengan tehnik pengambilan sampel berupa consecutive sampling. Didapatkan
berdasarkan hasil penelitian bahwa ada pengaruh pemberian relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada
pasien hipertensi dalam waktu yang cepat pada tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik.

Kata Kunci : Relaksasi Otot Progresif, Tekanan Darah

PENDAHULUAN serta sayur-sayuran, pengaturan berat badan yang


diikuti pengurangan obesitas, latihan fisik yang
Penyakit hipertensi sering berlangsung secara teratur dan pengelolaan stress (Gupta R &Gupta S,
tersembunyi dimana tanda dan gejala yang 2010). Pengendalian tekanan darah melalui
dialami pasien kurang terlihat dipermukaan. Jika upaya-upaya ini sangat berarti untuk memperbaiki
pasien hipertensi mengalami peningkatan tekanan tekanan darah dan bahkan mengecilkan kebutuhan
darah, hal ini menunjukkan adanya tanda yang diperlukan akan pengobatan. (James et
peringatan untuk melaksanakan perubahan gaya al,2013).
hidup dimana upaya-upaya positif sangat Relaksasi otot progresif adalah salah satu
diperlukan. Pasien hipertensi yang mengalami upaya dalam pengelolaan stres dalam bentuk
peningkatan tekanan darah perlu mencari upaya- pemikiran yang terbimbing dimana perawat
upaya agar kiranya dapat mengendalikan kondisi berupaya melakukan tindakan dalam rangka
tersebut. (WHO,2013) memberikan bimbingan pada pola pikir pasien
Ada kegunaan yang bermakna dalam dengan tujuan untuk membawa perubahan dalam
menurunkan tekanan darah pasien hipertensi aspek jasmani, psikologis ataupun kerohanian
dengan mengurangi terjadinya komplikasi akibat (Kumutha et al,2014). Tindakan ini mampu
terjadinya hipertensi. Penurunan tekanan darah membangkitkan atmosfer yang teduh,
pada pasien hipertensi akan menyebabkan menurunkan krisis sebagai akibat suatu tanggapan
terjadinya penurunan penyakit jantung koroner, dari adanya ketegangan, menaikkan kerja
stroke dan kematian akibat metabolik jantung. parasimpatik, menurunkan indeks jantung, serta
(WHO,2014). mengendalikan tekanan darah
Banyak upaya-upaya yang dapat dipilih dan (Varvogli&Darviri,2011). Pasien hipertensi bisa
dilakukan pasien hipertensi untuk mengendalikan mengalami kenaikan tekanan darah yang tidak
tekanan darah dimana secara garis besarnya dapat stabil, bisa terlalu tinggi namun bisa juga hanya
dibagi menjadi 2 bagian yaitu melalui pengobatan terjadi sedikit kenaikan. Melalui upaya pemberian
dan tanpa pengobatan. Upaya tanpa pengobatan latihan relaksasi otot progresif dengan segera,
tersebut berupa perubahan perilaku hidup terdiri pasien akan merasakan ketenangan sehingga
dari diet rendah garam, rendah lemak, bebas secara perlahan akan mengakibatkan terjadinya
alkohol dan peningkatan potasium, buah-buahan penurunan tekanan darah.

52
Jurnal Ilmiah Pannmed (Pharmacyst, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dental Hygiene)
Vol. 15 No.1 Januari – April 2020

Hasil survey pendahuluan ditemukan di peneliti menjelaskan kepada calon responden


Puskesmas Pancur Batu bahwa penyakit tentang manfaat penelitian, prosedur penelitian
Hipertensi adalah 10 penyakit terbesar yang ada di untuk mengikuti penelitian dan yang bersedia
Puskesmas tersebut dan menggunakan obat anti berpartisipasi diminta untuk menandatangani
hipertensi. Berdasarkan survey pendahuluan yang lembar persetujuan (Informed Consent).
dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pancur Responden dibagi menjadi tiga kelompok, dimana
Batu yaitu Desa Hulu, ditemukan di Desa Hulu masing-masing berjumlah 10 orang dengan
memiliki banyak pasien hipertensi, dan rincian pada hari pertama 10 responden menjadi
menggunakan obat anti hipertensi serta memiliki kelompok pertama yang bersedia mengikuti
peningkatan tekanan darah meskipun telah penelitian dan memenuhi kriteria penelitian
mengkonsumsi obat anti hipertensi. mendapatkan pretest pengukuran tekanan darah
menggunakan tensimeter aneroid merk ABN dan
METODE PENELITIAN stetoskop merk ABN, pemberian latihan relaksasi
Penelitian ini berjenis penelitian kuantitatif, otot progresif dimana dimulai dengan pemberian
menggunakan desain penelitian quasi eksperimen materi mengenai relaksasi otot progresif dengan
tanpa kelompok control (Dahlan, 2009). bantuan pedoman latihan relaksasi otot progresif
Penelitian telah dilaksanakan pada wilayah kerja diikuti 1 kali latihan relaksasi otot progresif.
Puskesmas Pancur Batu Deli Serdang pada bulan Setelah itu dilakukan post test pertama
Juni sampai dari Juli 2018. Populasi dalam pengukuran tekanan darah menggunakan alat
penelitian ini yaitu seluruh pasien hipertensi yang sama. Kemudian responden kembali
berkunjung di Puskesmas Pancur Batu Kabupaten mendapatkan 1 kali latihan relaksasi progresif,
Deli Serdang. Besar sampel pada penelitian quasi dan setelah itu dilakukan post test kedua
eksperimen minimal sebanyak 30 responden pengukuran tekanan darah menggunakan alat
(Sugiyono,2010). Tehnik pengambilan sampel yang sama. Pada hari kedua 10 responden menjadi
yang digunakanan adalah consecutive sampling kelompok kedua menghadapi hal yang sama
yang diperlukan dimana kriteria sampel pada seperti kelompok pertama. Hal ini juga terjadi
penelitian ini adalah pasien didiagnosa mengalami pada hari ketiga dimana 10 responden menjadi
hipertensi, menggunakan minimal 1 jenis obat kelompok ketiga menghadapi hal yang sama
hipertensi, memiliki kesadaran penuh, tidak seperti kelompok pertama.
mengalami disorientasi tempat, waktu dan orang, Aspek pengukuran tekanan darah
dan dapat berkomunikasi dengan menggunakan menggunakan skala ratio. Data diolah
bahasa Indonesia yang baik, serta bersedia menggunakan software SPSS. Analisa univariat
menjadi responden meliputi nilai minimum, nilai maximum, mean
Variabel dalam penelitian ini adalah relaksasi dan standar deviasi. Analisa data bivariat
otot progresif adalah tehnik yang bertujuan untuk menganalisis efek cepat
mengkombinasikan latihan nafas dalam dan pemberian relaksasi otot progresif terhadap
serangkaian seni kontraksi dan relaksasi otot yaitu tekanan darah pada pasien hipertensi dengan uji t
15 otot dengan frekuensi 2 kali, durasi 15 – 20 dependen untuk dua kelompok dan uji One Way
menit, sebanyak 2 kali dimana merupakan Anova untuk lebih dari dua kelompok bila data
kegiatan yang diadopsi dari Jacobson (Bernstein et berdistribusi normal dengan tingkat kemaknaan (
al, 2000), tekanan darah adalah tekanan darah α ) = 0,05 dimana dinyatakan bermakna bila p <
sistolik diukur pada saat terdengar suara pembuluh 0,05, jika data tidak berdistribusi normal maka
darah yang tiba-tiba mengembang setelah dilakukan uji wilcoxon untuk dua kelompok dan
kolaps,atau saat suara pertama kali mulai dilakukan uji Friedman untuk lebih dari dua
terdengar di stetoskop, dan tekanan darah sistolik kelompok berpasangan.
diukur pada saat hilangnya suara, diukur dengan
tensimeter aneroid merk ABN dan stetoskop HASIL PENELITIAN
merk ABN.
Metode pengumpulan data adalah setelah Karakteristik Responden
mendapat izin, pencarian responden dimulai Karakteristik responden pada penelitian ini
dengan melihat data nama pasien hipertensi yang terdiri dari jenis kelamin, umur, status
ada pada catatan di Puskesmas, kemudian dengan perkawinan, pekerjaan, pendapatan dan lama
tenaga kesehatan merencanakan pengambilan menderita hipertensi.
sampel penelitian, pada saat pengumpulan data,

53
Agustina Gultom Relaksasi Otot...

Tabel 1 Distribusi Karakteristik Responden Tabel 2 Skor Minimum, Maximum, Meandan


Standar Deviasi Tekanan Darah
Variabel Frekue Total
nsi (%) Min Max Mea SD
Jenis Kelamin n
Laki-laki 0 0,0 % Skor 140,0 224,0 163,2 22,
Perempuan 30 100,0 Sistoli 0 0 7 66
% k Pre
Umur Skor 134,0 220,0 157,7 21,
35 – 44 1 3,3 % Sistoli 0 0 7 54
45 – 59 10 33,3 % k Post
60 – 74 15 50,0 1
75 - 90 4 % Skor 120,0 210,0 151,8 22,
13,3 Sistoli 0 0 0 53
% k Post
Status Perkawinan 2
Menikah 18 60,0 % Skor 70,00 141,0 95,73 13,
Duda/Janda 12 40,0 % Diasto 0 88
Pekerjaan lik Pre
Ibu Rumah Tangga 27 90,0 % Skor 60,00 130,0 90,20 13,
Pegawai Swasta 1 3,3 % Diasto 0 49
Wiraswasta 2 6,7 % lik
Pendapatan Post 1
>2.271.500 – 1 3,3 % Skor 71,00 114,0 89,43 10,
4.500.000 29 96,7 % Diasto 0 16
≤2.271.500 lik
Lama Menderita Post 2
Hipertensi
< 1 Tahun 9 30,0 % Tabel 2 memperlihatkan skor sistolik sebelum
≥ 1 – < 5 Tahun 14 46,7 % intervensi memiliki nilai minimum 140 mmHg,
≥ 5 – < 10 Tahun 6 20,0 % nilai maximum 224 mmHg dan mean 163,27
≥ 10 – < 15 Tahun 1 3,3 % mmHg, skor sistolik sesudah intervensi pertama
memiliki nilai minimum 134 mmHg, nilai
Tabel 2 memperlihatkan distribusi karakteristik maximum 220 mmHg dan mean157,77 mmHg,
responden semua berjenis kelamin perempuan skor sistolik sesudah intervensi kedua memiliki
sebanyak 30 orang (100%), mayoritas 60 – 74 nilai minimum 120 mmHg, nilai maximum 210
tahun sebanyak 15 orang (50,00 %), status mmHg dan mean 151,80 mmHg, skor diastolik
perkawinan menikah sebanyak 18 orang sebelum intervensi memiliki nilai minimum 70
(60,00%), pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak mmHg, nilai maximum 141,00 mmHg dan mean
27 orang (90,00 %), pendapatan ≤2.271.500 95,73 mmHg, skor diastolik sesudah intervensi
sebanyak 29 orang (96,70%), lama menderita pertama memiliki nilai minimum 60 mmHg, nilai
hipertensi ≥ 1 – < 5 tahun sebanyak 14 orang maximum 130 mmHg dan mean 90,20 mmHg,
(46,70%). skor diastolik sesudah intervensi kedua memiliki
nilai minimum 71,00 mmHg, nilai maximum
Tekanan Darah 114,00 mmHg dan mean 89,43 mmHg.
Hasil penelitian ini menggambarkan analisa
univariat terdiri daru skor minimum, maximum, Dampak Pemberian Relaksasi Otot Progresif
mean dan standar deviasi tekanan darah. Dengan Waktu Yang Cepat
Efek pemberian dianalisis dengan
menggunakan uji komparatif untuk dua kelompok
berpasangan dan untuk lebih dua kelompok
berpasangan. Setelah dilakukan uji normalitas
menggunakan Uji Shapiro-Wilk karena n < 50,
didapat skor diastolik sesudah intervensi kedua

54
Jurnal Ilmiah Pannmed (Pharmacyst, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dental Hygiene)
Vol. 15 No.1 Januari – April 2020

ada pada distribusi normal, sedangkan skor intervensi dan sesudah intervensi kedua pada
sistolik sebelum intervensi, sistolik sesudah tekanan darah diastolik dengan p 0,001, adanya
intervensi pertama, sistolik sesudah intervensi dampak pemberian relaksasi otot progresif dengan
kedua, diastolik sebelum intervensi, diastolik waktu yang cepat intervensi kedua pada tekanan
sesudah intervensi pertama berada pada distribusi darah sistolik dengan p 0,000, tidak adanya
tidak normal. Oleh karena itu maka statistik yang dampak pemberian relaksasi otot progresif dengan
digunakan pada penelitian ini adalah statistik waktu yang cepat intervensi kedua pada tekanan
komparatif non parametrik. Untuk dua kelompok darah diastolik dengan p 0,483.
yang berpasangan maka digunakan uji komparatif
non parametrik yaitu uji Wilcoxon Signed Ranks
Test. Untuk lebih dua kelompok berpasangan
digunakan uji komparatif non parametrik yaitu uji
Friedman. Hasil uji Wilcoxon Signed Ranks Test Tabel 4 Dampak Pemberian Relaksasi Otot
dan Uji Friedman dapat dilihat pada tabel 3 dan Progresif Dengan Waktu Yang Cepat Pada
tabel 4. Intervensi I dan II

Tabel 3 Pemberian Relaksasi Otot Progresif Efek P


Dengan Waktu Yang Cepat Dampak sistolik pemberian PMR
dalam waktu yang cepat pada 0,000
Dampak P intervensi I dan II
Dampak sistolik antara sebelum Dampak diastolik pemberian
intervensi dan sesudah 0,000 PMR dalam waktu yang cepat 0,000
intervensi I pada intervensi I dan II
Dampak diastolik antara
sebelum intervensi dan sesudah 0,000 Tabel 4 memperlihatkan dengan test Friedman
intervensi I adanya dampak pemberian relaksasi otot progresif
Dampak sistolik antara sebelum dengan waktu yang cepat pada intervensi pertama
intervensi dan sesudah 0,000 dan kedua pada tekanan darah sistolik dengan p
intervensi II 0,000, adanya dampak pemberian relaksasi otot
Dmpak diastolik antara sebelum progresif dengan waktu yang cepat pada
intervensi dan sesudah 0,001 intervensi pertama dan kedua pada tekanan darah
intervensi II diastolik dengan p 0,000.
Dampak sistolik sesudah
intervensi I dan sesudah 0,000 PEMBAHASAN
intervensi II Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis
Dampak diastolik sesudah dampak pemberian relaksasi otot progresif dengan
intervensi I dan sesudah 0,483 waktu yang cepat pada intervensi yang pertama
intervensi II dan intervensi yang kedua terhadap tekanan darah
pada pasien hipertensi. Hasil penelitian disajikan
Tabel 3 memperlihatkan dengan menggunakan dalam analis univariat dan analisis bivariat.
test wilcoxon signed ranks test ditemukan adanya Hasil studi memperlihatkan semua responden
dampak pemberian relaksasi otot progresif dengan berjenis kelamin perempuan sebanyak 30 orang
waktu yang cepat antara sebelum intervensi dan (100%), mayoritas berumur 60 – 74 tahun
sesudah intervensi pertama pada tekanan darah sebanyak 15 orang (50,00 %), status perkawinan
sistolik dengan p 0,000, adanya dampak menikah sebanyak 18 orang (60,00%), pekerjaan
pemberian relaksasi otot progresif dengan waktu ibu rumah tangga sebanyak 27 orang (90,00 %),
yang cepat antara sebelum intervensi dan sesudah pendapatan ≤2.271.500 sebanyak 29 orang
intervensi pertama pada tekanan darah diastolik (96,70%), lama menderita hipertensi ≥ 1 – < 5
dengan p 0,000, adanya dampak pemberian tahun sebanyak 14 orang (46,70%). Hasil studi
relaksasi otot progresif dengan waktu yang cepat Hazwan dan Pinatih (2015), menunjukkan dari 50
antara sebelum intervensi dan sesudah intervensi responden yang diteliti, pasien hipertensi lebih
kedua pada tekanan darah sistolik dengan p banyak pada perempuan, tidak bekerja dan sebagai
0,000, dampak pemberian relaksasi otot progresif pedagang, berpenghasilan rendah.
dengan waktu yang cepat antara sebelum

55
Agustina Gultom Relaksasi Otot...

Hasil penelitian memperlihatkan skor sistolik intervensi 1 dan sesudah intervensi 2 tidak
pre memiliki nilai minimum140 mmHg, nilai didapatkan secara statistik dampak dengan p 0,483
maximum 224 mmHg dan mean 163,27 mmHg, , namun terjadi penurunan skor dari selisih
dan skor sistolik post 1 memiliki nilai minimum pengukuran tekanan darah diastolik sesudah
134 mmHg, nilai maximum 220 mmHg dan mean intervensi 2 dengan sesudah intervensi 1, yang
157,77 mmHg, serta skor sistolik post 2 memiliki dapat dilihat dari skor minimum, skor maximum
nilai minimum 120 mmHg, nilai maxium 210 dan mean. Dari data statistik ini dapat
mmHg, dan mean 151,80 mmHg. Dari disimpulkan bahwa terjadinya dampak pemberian
pengukuran tekanan darah sistolik pada pre relaksasi otot progresif dengan waktu yang cepat
intervensi dan post intervensi 1 menunjukkan terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik.
penurunan tekanan darah baik pada skor Selisih mean pengukuran tekanan darah
minimum, skor maximum dan juga pada skor sistolik antara pre intervensi dan sesudah
mean. Hal ini juga terjadi penurunan baik dari intervensi 1 sebesar 5,5 mmHg dan pada
skor minimum, skor maximum dan juga skor pengukuran tekanan darah diastolik sebesar
mean pada pengukuran tekanan darah sistolik post 5,5333 mmHg. Sedangkan selisih mean
intervensi 1 dengan post intervensi 2. pengukuran tekanan darah sistolik antara sesudah
Hasil penelitian menunjukkan skor diastolik intervensi 1 dan sesudah intervensi 2 sebesar
pre memiliki skor minimum 70 mmHg, skor 5,9667 mmHg dan pada pengukuran tekanan
maximum 141 mmHg dan skor mean 95,73 darah diastolik sebesar 0,7667 mmHg. Dari data
mmHg, dan skor diastolik post 1 memiliki skor ini dapat disimpulkan bahwa pemberian relaksasi
minimum 60 mmHg, skor maximum 130 mmHg otot progresif dengan waktu yang cepat yaitu
dan skor mean 90,20 mmHg, serta skor diastolik secara lengkap satu kali siklus melalui kombinasi
post 2 memiliki skor minimum 71 mmHg, skor latihan nafas dalam dan kontraksi relaksasi otot
maxium 114 mmHg, dan skor mean 89,43 mmHg. secara progresif dalam 15 gerakan akan
Dari pengukuran tekanan darah diastolik pada pre memberikan dampak yang konkrit dalam
intervensi dan post intervensi 1 mengalami penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik.
penurunan tekanan darah baik pada skor Sedangkan pada pemberian relaksasi otot
minimum, skor maximum dan pada mean. Hal ini progresif secara lengkap pada siklus kedua
juga terjadi penurunan baik dari skor minimum, memberikan penurunan yang nyata pada tekanan
skor maximum dan juga mean pada pengukuran darah sistolik. Pada tekanan darah diastolik
tekanan darah diastolik post intervensi 1 dengan penurunan sangat kecil jika dibandingkan dengan
post intervensi 2. penurunan tekanan darah sistolik. Hal ini
Untuk menganalisis dampak pemberian dikarenakan pada tekanan darah diastolik sudah
relaksasi otot progresif dengan waktu yang cepat mulai terjadinya mekanisme pertahanan atau
terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi pengendalian tekanan darah yang dibuktikan dari
untuk dua kelompok yang berpasangan skor mean tekanan darah diastolik sesudah
menggunakan uji Wilcoxon Signed Ranks Test intervensi 2 sebesar 89,4333 mmHg atau lebih
disebabkan data tidak berdistribusi normal. Hasil kecil dari 90 mmHg. Penyebab lain mengapa
uji tersebut didapatkan bahwa terjadinya dampak terjadinya penurunan sangat kecil pada tekanan
pemberian relaksasi otot progresif dengan waktu darah diastolik dikarenakan skor mean
yang cepat antara tekanan darah sistolik sebelum pengukuran tekanan darah diastolik sesudah
intervensi dan sesudah intervensi 1 dengan p intervensi 2 adalah lebih kecil dari 90 mmHg yang
0,000, ada dampak antara tekanan diastolik menggambarkan kemungkinan bahwa ada
sebelum intervensi dan sesudah intervensi 1 beberapa responden mengalami hipertensi sistolik
dengan p 0,000. Antara pengukuran tekanan darah terisolasi dimana gambaran tekanan darah sistolik
sistolik sebelum intervensi dengan sesudah diatas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
intervensi 2 didapatkan adanya dampak dengan p dibawah 90 mmHg.
0,000, hal ini juga terjadi pada pengukuran Untuk menganalisis apakah dampak
tekanan darah diastolik sebelum intervensi dengan tekanan darah sebelum intervensi dan sesudah
sesudah intervensi 2 didapatkan adanya dampak intervensi 1 dan sesudah intervensi 2 secara
dengan p 0,001. Pada pengukuran tekanan darah bersamaan baik tekanan darah sistolik maupun
sistolik sesudah intervensi 1 dan sesudah diastolik, maka digunakan uji lebih dua kelompok
intervensi 2 didapatkan adanya dampak dengan p berpasangan dengan uji komparatif non
0,000. Namun, hal ini sedikit berbeda antara parametrik berupa uji Friedman disebabkan data
pengukuran tekanan darah diastolik sesudah berdistribusi tidak normal. Berdasarkan test

56
Jurnal Ilmiah Pannmed (Pharmacyst, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dental Hygiene)
Vol. 15 No.1 Januari – April 2020

tersebut didapat adanya dampak pemberian MacKenzie,T,D., Ogedegbe,O.,


relaksasi otot progresif dengan waktu yang cepat Smith,S,C., Svetkey,L,P., Taler,S,J.,
pada intervensi pertama dan kedua pada tekanan Towsend,R,R., Wright,J,T., Narva,A,S.,
darah sistolik dengan p 0,000, adanya dampak Ortiz,E., 2013. Special Communication.
pemberian relaksasi otot progresif dengan waktu 2014 Evidence-Based Guideline for the
yang cepat pada intervensi pertama dan kedua Management of High Blood Pressure in
pada tekanan darah diastolik dengan p 0,000. Adults Report From the Panel Members
Dari hasi studi ini, dapat disimpulkan bahwa Appointed to the Eighth Joint National
pemberian relaksasi otot progresif dapat Committee (JCN 8), JAMA.
memberikan dampak dengan waktu yang cepat doi:10.1001/jama.2013.284427,Lowa
terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan City:American Medical Association.
diastolik baik pemberian siklus yang pertama http://jama.jamanetwork.com
maupun yang kedua namun pada pemberian siklus
yang kedua akan lebih memberikan efek Kumutha V, Aruna S, Poongodi R, 2014.
pertahanan atau pengendalian tekanan darah. Effectiveness of Progressive Technique
Siregar dan Gultom (2018) menyatakan bahwa on Stress and Blood Pressure among
dengan latihan relaksasi otot progresif Elderly with Hypertension, IOSR Journal
memberikan peluang individu untuk lebih aktif of Nursing and Health Science (IOSR-
merawat kesehatan tubuhnya karena dapat JNHS) e-ISSN: 2320–1959.p- ISSN:
mengendalikan stress, tekanan darah dan dapat 2320–1940 Volume 3, Issue 4 Ver. II (Jul-
meningkatkan kualitas hidupnya. Aug. 2014), pp : 01-06

KESIMPULAN DAN SARAN Siregar,A,H., Gultom,A,B., 2018. The Influence


Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada of Progressive Muscle Relaxation On
dampak pemberian relaksasi otot progresif Stress, Blood Pressure, and Quality of
dengan waktu yang cepat sebelum intervensi dan Life in Hypertension Patients in The
sesudah intervensi yang pertama, sebelum Working Area of Muliorejo Puskesmas
intervensi dan sesudah intervensi yang kedua, baik Deli Serdang Regency, International
tekanan darah sistolik maupun tekanan darah Journal of Advanced Nursing Studies,
diastolik. Volume 7(1),2018, United Arab Emirat
(UEA) : Science Publishing Corporation,
DAFTAR PUSTAKA https://doi.org//10.14419/ijans.v7i1.8931
Berstein,D,A., Borkovec,T,D., Stevens,H,H.,
2000. New Directions in Progressive Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif
Relaxation Training, A Guidenook for Kualitatif Dan R&D, Bandung : Alfabeta
Helping Professionals, London : Praeger.
Varvogli,L., Darviri,C., 2011. Stress
Gupta,R & Guptha,S., 2010. Strategies For Initial Management Techniques : evidence-
Management of Hypertension, Indian J based procedures that reduce stress and
Med Res, 132, November 2010, pp 531- promote health, Health Science
542. Journal,Volume 5, ISSUE 2 (2011) E-
ISSN:1791-809X, Greece, pp : 74 -89
Hazwan, A.,Pinatih,G,N,I., 2015. Gambaran
Karakteristik Penderita Hipertensi Dan WHO, 2013. A global Brief On Hypertension.
Tingkat Kepatuhan Minum Obat Silent killer, global public health crisis,
DiWilayah Kerja Puskesmas Kintamani I, Switzerland : WHO Press w
Intisari Sains Medis 2017, Volume
8,Number 2 : 130-134, P-ISSN:2503- ____, 2014. Global Status Report On
3638,E-ISSN:2089-9084, DiscoverSys Noncommunicable Diseases 2014.
“Attaining the nine global
James, P,A., Oparil,S., Carter,B,L., noncommunicable diseases targets; a
Cushman,W,C., Dennison- shared responsibility”, Switzerland :
Himmelfarb,C., Handler,J., WHO Press
Lackland,D,T., LeFevre,M.L.,

57
Jurnal Ilmiah Pannmed (Pharmacyst, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dental Hygiene)
Vol. 15 No.1 Januari – April 2020

1
Sri Mulyati Rahayu: Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Lansia

Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Lansia


dengan Hipertensi

Sri Mulyati Rahayu, Nur Intan Hayati, Sandra Lantika Asih


Fakultas Keperawatan, Universitas Bhakti Kencana
Email: sri.mulyati@bku.ac.id

Abstrak

Riskesdas tahun 2018 penyakit tertinggi yang diderita lansia usia 55-64 tahun adalah hipertensi dengan
prevalensi 55,2%. Hipertensi jika tidak ditangani dapat menyebabkan stroke, infark miokard, gagal ginjal dan
ensefalopati. Salah satu penanganan hipertensi non-farmakologi dengan tehnik relaksasi otot progresif. Tujuan
penelitian untuk mengetahui pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Pada Lansia
Hipertensi. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Bojong Soang Kabupaten Bandung. Jenis penelitian ini
menggunakan Pra Eksperimental dengan pendekatan One Group Pretest Posttest, sampel penelitian
menggunakan Purpposive Sampling berjumlah 22 lansia. Analisis menggunakan univariat dengan frekuensi dan
persentase, bivariat menggunakan Wilcoxon test. Hasil penelitian menunjukkan tekanan darah sistolik dan
diastolik diperoleh nilai 0,000 (<0,05), yang berarti ada pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap
Tekanan Darah Pada Lansia Hipertensi di Puskesmas Bojong Soang Kabupaten Bandung. Dengan adanya hasil
penelitian ini, teknik relaksasi otot progresif dapat dijadikan intervensi keperawatan untuk menurunkan tekanan
darah pada penderita hipertensi

Kata kunci: Hipertensi, lansia, teknik relaksasi otot progresif.

Abstract

Riskesdas in 2013 the highest disease suffered by the elderly is hypertension with a prevalence of 45.9% at the
age of 55-64 years. Hypertension if left untreated can cause strokes, myocardial infarction, kidney failure and
encephalopathy. One of the handling of non-pharmacological hypertension with progressive muscle relaxation
techniques. The study aims to determine the effect of Progressive Muscle Relaxation Techniques on Blood
Pressure in Hypertensive Elderly at Bojong Soang Health Center in Bandung Regency in 2018. This type of
research uses Pre-Experimental with One Group Pretest Posttest approach, the research sample using
Purposive Sampling totaling 22 elderly. Analysis using univariate with frequency and percentage, bivariate
using Wilcoxon test. The results showed systolic and diastolic blood pressure values obtained 0,000 (<0.05),
which means that there is an influence of Progressive Muscle Relaxation Technique on Blood Pressure in
Hypertensive Elderly at the Bojong Soang Health Center in Bandung Regency. With the results of this study,
progressive muscle relaxation techniques can be used as nursing interventions to reduce blood pressure in
people with hypertension.

Keywords: Elderly, Hypertension, Progressive Muscle Relaxation Techniques .

Media Karya Kesehatan: Volume 3 No 1 Mei 2020 91


Sri Mulyati Rahayu: Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Lansia

Pendahuluan

Hipertensi adalah tekanan darah lebih dari 140 mmHg untuk sistolik dan lebih dari 90 mmHg
untuk diastolik (Corwin, 2009), (Ayunani & Alie, n.d.). Faktor risiko yang menyebabkan
hipertensi seperti : usia misalnya 50-60 tahun, riwayat keluarga, gaya hidup yang kurang
sehat (merokok, banyak makan makanan mengandung lemak, kurang beraktivitas), jenis
kelamin, stress (Black dan Hawk, 2014) dan (H, Aris, & M, 2019). Hipertensi jika tidak
ditangani dapat menyebabkan stroke, infark miokard, gagal ginjal dan ensefalopati (kerusakan
otak).
Menurut Riskesdas tahun 2018 penyakit tertinggi yang diderita lansia usia 55-64 tahun
adalah hipertensi dengan prevalensi 55,2%. Hipertensi juga merupakan penyakit tertinggi
yang terjadi pada usia 55-64 tahun di Jawa Barat (21, 26%)(Kemenkes RI, 2018).Prevalensi
hipertensi di kabupaten Bandung menduduki peringkat ke-3 (11,54) setelah kota Sukabumi
(12, 53%) dan Kota Bandung (11, 71) (Kemenkes, 2019). Tingginya kejadian hipertensi
mengindikasikan bahwa hipertensi harus segera ditangani. Penanganganan yang telah
dilakukan puskesmas pada pasien hipertensi meliputi terapi farmakologi seperti pemberian
obat anti hipertensi, penyuluhan tentang diet rendah garam dan kontrol teratur yang
dilaksanakan dengan kegiatan prolanis. Upaya lain yang dapat dilakukan selain
mengkonsumsi obat adalah dengan melakukan latihan yang dapat menurunkan tekanan darah
seperti teknik relaksasi otot progresif. Relaksasi progresif adalah salah satu cara dari teknik
relaksasi yang mengombinasikan latihan napas dalam dan serangkaian seri kontraksi dan
relaksasi otot tertentu (Setyoadi, 2011) dan (Ayunani & Alie, n.d.). Hasil penelitian
menunjukkan ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah dengan nilai
p=0,005 (Dewi & Widari, n.d.). Teknik relaksasi otot progresif selain mudah untuk dilakukan
juga dapat dilakukan dimana saja tanpa membutuhkan alat (Ayunani & Alie, n.d.).
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada 5 April 2018 kejadian
hipertensi tertinggi terdapat di Puskesmas Bojong Soang dengan adanya peningkatan kasus
hipertensi pada bulan Januari terdapat 444 kunjungan hipertensi dan meningkat menjadi 1117
kasus kunjungan pada bulan Maret 2018. Puskesmas mengadakan kegiatan prolanis yang
dilakukan secara rutin setiap 2 kali dalam sebulan untuk mengatasi hipertensi. Hasil
wawancara pada lansia untuk mengatasi darah tinggi di rumah mereka cukup meminum obat
yang didapat saat mengikuti prolanis. Para lansia dan perawat juga mengatakan tidak tahu apa
itu relaksasi otot progresif dan belum pernah melakukan.
Media Karya Kesehatan: Volume 3 No 1 Mei 2020 92
Sri Mulyati Rahayu: Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Lansia

Metode

Jenis penelitian ini menggunakan Pra Eksperimental dengan pendekatan One Group Pre-test
Post-test. Populasi dalam penelitian ini lansia murni hipertensi di Puskesmas Bojong Soang
sebanyak 37 lansia yang mengikuti prolanis. Teknik pengambilan sampel menggunakan
Purposive Sampling. Kriteia inklusi pada penelitian ini adalah responden lansia yang tidak
mengalami kelemahan otot, hemiplegi, kontraktur, bisa berkomunikasi dengan baik, dan
mengikuti latihan selama 2 minggu berturut-turut. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi
sebanyak 22 lansia. Responden tetap diberikan obat anti hipertensi yang dimakan setelah
melakukan relaksasi otot progresif. Analisis menggunakan univariat dengan frekuensi dan
persentase, sedangkan bivariat sebelumnya dilakukan uji normalitas dengan shapiro wilk
didapatkan hasil α = 0,001, data tidak berdistribusi normal, sehingga menggunakan Wilcoxon
test.
Relaksasi otot progresif suatu gerakan yang diberikan pada lansia dengan
menegangkan dan melemaskan otot-otot dari kelompok otot wajah hingga kaki, selama 20
menit dilakukan seminggu 3 kali pagi dan sore hari dalam waktu 2 minggu secara berturut-
turut. Kegiatan dilakukan bersama-sama di puskesmas. Untuk nilai pre-test responden diukur
tekanan darah 5 menit sebelum dilakukan relaksasi otot progresif dan pengukuran tekanan
darah post-test 5 menit setelah selesai dilakukan relaksasi otot progresif. Setiap latihan
relaksasi otot progresif ada fase pemanasan, inti, dan pendinginan, sehingga responden
dengan tekanan darah > 160 mmHg, tetap bisa mengikuti dengan pengawasan. Analisis data
dilakukan dengan mengambil nilai rata-rata pre-test dan post test. Klasifikasi nilai tekanan
darah menggunakan JNC VIII. Penelitian ini melibatkan enumerator mahasiswa sebanyak 4
orang untuk mengukur tekanan darah sebelum dan setelah latihan relaksasi otot progresif.
dan pihak puskesmas memfasilitasi responden yang mengikuti prolanis untuk menjadi
responden penelitian.

Media Karya Kesehatan: Volume 3 No 1 Mei 2020 93


Sri Mulyati Rahayu: Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Lansia

Hasil

Tabel 1. Frekuensi Tekanan darah sistolik dan diastolik pada Lansia Penderita
Hipertensi Sebelum Dilakukan Terapi Relaksasi Otot Progresif

Tekanan Nilai tekanan darah Frekuensi Persentase Rata-rata


darah

Sistolik <120/80 mmHg - - 149/89,5


dan mmHg
Diastolik 120/80-139/89 mmHg 3 13,6%

140/90-159/99 mmHg 14 63,6%

≥160/100 mmHg 5 22,7%


Total 22 100%

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan relaksasi otot progresif
sebagian besar (63,6 %) atau 14 lansia memiliki tekanan darah dengan rentang nilai 140/90-
159/99 mmHg, dengan nilai rata-rata 149/89,5 mmHg.

Tabel 2. Frekuensi Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik pada Lansia Penderita
Hipertensi Sesudah Dilakukan Terapi Relaksasi Otot Progresif

Tekanan darah Nilai tekanan darah Frekuensi Persentase Rata-rata


Sistolik dan 120/80 mmHg 1 4,5 % 137/79
Diastolik mmHg
120/80-139/89 mmHg 9 40,9 %

140/90-159/99 mmHg 12 54,5%


- -
≥160/100 mmHg

Total 22 100%

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa sesudah dilakukan relaksasi otot progresif
sebagian besar (54,5 %) atau sebanyak 12 lansia memiliki tekanan darah dengan rentang nilai
140/99 mmHg, dengan nilai rata-rata 137/79 mmHg.

Media Karya Kesehatan: Volume 3 No 1 Mei 2020 94


Sri Mulyati Rahayu: Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Lansia

Tabel 3. Pengaruh Teknik Relaksasi Ototprogresif Terhadap Nilai Tekanan Darah


Sebelum Dan Sesudah Relaksasi Otot Progresif Pada Lansia Penderita Hipertensi

Frekuensi
Tekanan darah Sebelum Sesudah Mean P-value Z
<120/80 mmHg - 1

21,8 0,000 -3,7


120/80-139/89 3 9 mmHg
mmHg

140/90-159/99 14 12
mmHg

≥160/100 mmHg 5 -

Berdasarkan : uji Wilcoxon

Berdasarkan hasil uji statistik diatas dengan uji Wilcoxon pada nilai tekanan darah
diperoleh hasil perhitungan Z -3,7, dengan nilai p-value 0,000 < α (0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak Ha diterima yang artinya terdapat pengaruh terapi teknik
relaksasi otot progresif teradap nilai tekanan darah sistolik pada lansia penderita hipertensi.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan sebelum dilakukan relaksasi otot progresif sebagian besar (63,6
%) atau 14 lansia memiliki tekanan darah di rentang nilai 140/90-159/99 mmHg, dengan nilai
rata-rata 149/89 mmHg. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan hipertensi adalah usia hal
ini sesuai dengan hasil penelitian yang seluruh respondennya pada penelitian ini merupakan
lansia. Pada sistem kardiovaskuler lansia katup jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas
dinding aorta menurun, tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer yang
meningkat (Nugroho, 2008)(Sumardino, 2016) dan (Rosidin, Sumarni, & Suhendar, 2019)
Hasil penelitian sesudah dilakukan relaksasi otot progresif hampir setengahnya
(40,9%) atau sebanyak 12 lansia memiliki tekanan darah di rentang nilai140/90-159/99
mmHg, dengan nilai rata-rata 137/79 mmHg. Dalam hasil penelitian menunjukkan terjadi
penurunan nilai rata-rata yang sebelumnya 149/89 mmHg menjadi 137/79 mmHg atau terjadi
penurunana sebanyak 21,8 mmHg, selain itu setelah dilakukan relaksasi otot progresif tidak
ada lansia yang berada dalam rentang nilai tekanan darah ≥160/100 mmHg yang termasuk
kedalam hipertensi stadium 2

Media Karya Kesehatan: Volume 3 No 1 Mei 2020 95


Sri Mulyati Rahayu: Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Lansia

Hasil uji dengan test Wilcoxon, nilai rata-rata tekanan darah sebelum dan sesudah
dilakukan relaksasi otot progresif menunjukkan nilai p-value 0,000 < α (0,05) maka dapat
disumpulkan bahwa berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada pengaruh teknik
relaksasi otot progresif terhadap nilai tekanan darah pada lansia penderita hipertensi.
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan (Rusnoto & Alviana, 2017) yang
mengatakan bahwa ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah
pada peserta prolanis dengan p-value 0,001 (sistol) dan 0.002 (diastol)< α (0,05) yang berarti
terdapat pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah.
Penurunan tekanan darah setelah melakukan teknik relaksasi otot progresif yang dilakukan 2
minggu secara berturut-turut akan menyebabkan peningkatan aktifitas saraf parasimpatis
sehingga neurotransmitter asetilkolin akan dilepas, dan asetilkolin tersebut akan
mempengaruhi aktifitas otot rangka dan otot polos di sistem saraf perifer Neurotransmitter
asetilkolin yang dibebaskan oleh neuron kedinding pembuluh darah akan merangsang sel-sel
endothelium pada pembuluh tersebut untuk mensitesis dan membebaskan NO (oksida nitrat),
Pengeluaran NO akan memberikan sinyal pada sel-sel otot polos untuk berelaksasi sehingga
kontraktilitas otot jantung menurun, kemudian terjadi vasodilatasi arteriol dan vena sehingga
tekanan darah akan menurun (Valentine et al., n.d.) dan (Rosidin et al., 2019)
Selain itu setelah melakukan relaksasi otot progresif para lansia merasakan perasaan
bahagia dan merasa tubuhnya kembali bugar, perasaan bahagia yang didapat tentunya juga
akan merangsang zat-zat seperti serotonin (sebagai vasodilator pembuluh darah) dan hormon
endorphin yang bisa memperbaiki tekanan darah lebih lancar dan berkontribusi pada
penurunan tekanan darah (Azizah, 2011) dan (Rosidin et al., 2019).
Dengan adanya hasil penelitian yang menunjukkan terdapat pengaruh teknik relaksasi
otot progresif terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Puskesmas Bojong
Soang Kabupaten Bandung, maka penelitian ini dapat bermanfaat sebagai salah satu
intervensi yang dapat dilaksanakan dalam penatalaksanaan penderita hipertensi secara non
farmakologi. Oleh karena itu rekomendasi intuk puskesmas adalah latihan relaksasi otot
progresif bisa dijadikan salah satu materi dalam pemberian pendidikan kesehatan oleh petugas
puskesmas dalam penanganan hipertensi non-farmakologi.

Simpulan

Terima Kasih Kami ucapkan Kepada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti
Kencana yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada kami untuk melakukan
Media Karya Kesehatan: Volume 3 No 1 Mei 2020 96
Sri Mulyati Rahayu: Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Lansia

penelitian ini, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu kami dalam penyusunan penelitian.
Terdapat pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada lansia
penderita hipertensi di Puskesmas Bojong Soang Kabupaten Bandung, sehingga latihan
relaksasi otot progresif bisa dijadikan salah satu materi dalam pemberian pendidikan
kesehatan oleh petugas puskesmas dalam penanganan hipertensi non-farmakologi.

Daftar Pustaka

Ayunani, S. A., & Alie, Y. (2016). Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Tekanan Darah Pada Lanjut Usia Dengan Hipertensi Di UPT PSLU Mojopahit
Kabupaten Mojokerto. Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of
Nursing), 2(1), 51-56.

Azizah, L. M. R. (2011). Keperawatan lanjut usia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 45.

Black dan Hawk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan Buku 2 Edisi 8. Singapore : Elsevier.

Corwin, E. J. (2009). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC, 251-252.

Haris, H., Aris, M., & Muliyadi, M. (2019). Peningkatan Pengetahuan Lanjut Usia melalui
Pendidikan Kesehatan dengan Menggunakan Media Power Point. Media Karya
Kesehatan, 2(2).

Kemenkes, R. I. (2018). Hasil utama RISKESDAS 2018. Online) http://www. depkes. go.
id/resources/download/info-terkini/materi_rakorpop_2018/Hasil%
20Riskesdas, 202018.

Kemenkes, R. I. (2019). Laporan Provinsi Jawa Barat RISKESDAS 2018. Jakarta : Lembaga
Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Nugroho, W. (2008). Keperawatan gerontik & geriatrik edisi 3. Jakarta: EGC.

Rosidin, U., Sumarni, N., & Suhendar, I. (2019). Penyuluhan tentang Aktifitas Fisik dalam
Peningkatan Status Kesehatan. Media Karya Kesehatan, 2(2).

Rusnoto, & Alviana, I. (2017). Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Peserta Prolanis, (February), 367–372
Setyoadi, K. (2011). Terapi modalitas keperawatan pada klien psikogeriatrik. Jakarta:
Salemba Medika.

Media Karya Kesehatan: Volume 3 No 1 Mei 2020 97


Sri Mulyati Rahayu: Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Lansia

Valentine, D. A., Kp, S., Kes, M., Saparwati, M., & Kep, M. (2013). Pengaruh Teknik
Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tekanan Darah pada Lansia Dengan Hipertensi di
Kel.Pringapus, Kec. Pringapus Kab. Semarang 1. Journal of Science, 4(1); 1–7.

Sumardino, W. (2016). Pemberdayaan Kemampuan Lansia dalam Mendeteksi penyakit


degenerative. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan (Interest), 5(2); 230-237.

Media Karya Kesehatan: Volume 3 No 1 Mei 2020 98


Jurnal Keperawatan Silampari
Volume 3, Nomor 2, Juni 2020
e-ISSN: 2581-1975
p-ISSN: 2597-7482
DOI: https://doi.org/10.31539/jks.v3i2.1051

RELAK SASI OTOT PROGRESIF MENINGKATKAN KUALITAS TIDUR


PADA LANSIA WANITA

Putu Agus Ariana1, G. Nur Widya Putra2, Ni Komang Wiliantari3


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng1,2,3
putuagusariana234@gmail.com1

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas relaksasi otot progresif untuk
meningkatkan kualitas tidur pada lansia yang mengalami insomnia di Desa Unggahan,
Kabupaten Buleleng. Metode penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
desain penelitian pra eksperimen dengan rancangan pre-post test one group design.
Hasil penelitian menunjukkan secara statistik, relaksasi otot progresif efektif untuk
meningkatkan kualitas tidur pada lansia wanita dengan nilai p = 0,000 atau p<α (0,05).
Simpulan, relaksasi otot progresif efektif meningkatkan kualitas tidur pada lansia yang
tinggal di rumah.

Kata Kunci : Kualitas Tidur, Lansia, Relaksasi Otot Progresif

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the effectiveness of progressive muscle
relaxation to improve sleep quality in the elderly who has insomnia in the Unggahan
Village, Buleleng Regency. This research method is a quantitative study with a pre
experiment research design with one group design pre-post test design. The results
showed statistically, progressive muscle relaxation was effective to improve sleep
quality in elderly women with a value of p = 0,000 or p <α (0.05). Conclusion,
progressive muscle relaxation is effective in increasing sleep quality in the elderly who
live at home.

Keywords: Sleep Quality, Elderly, Progressive Muscle Relaxation

PENDAHULUAN
Populasi lansia diprediksi akan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2050
diperkirakan populasi lansia melonjak hingga mencapai tiga kali lipat dari pada tahun –
tahun sebelumnya (Data dan Informasi profil Kesehatan Indonesia, 2018). Hal ini
berdampak pada meningkatnya permasalahan kesehatan yang muncul pada Lansia.
Salah satunya adalah gangguan tidur atau insomnia. Gangguan insomnia pada orang
dewasa yang lebih tua dikaitkan dengan ketidakpuasan dengan kualitas atau kuantitas
tidur dan juga dikaitkan dengan kesulitan tidur, mempertahankan tidur, atau bangun
pagi (Cherukuri et al, 2018).
Penelitian tentang teknik relaksasi untuk lansia telah banyak dilakukan. Salah satu
penelitian yang telah dilakukan tentang manfaat teknik relaksasi otot progresif yang
dilakukan pada pasein yang mengalami hipertensi di Rumah Sakit Umum Imelda pada
tahun 2018. Penelitian dilakukan pada 23 orang yang mengalami hipertensi.

416
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa relaksasi otot progresif berpengaruh


pada tekanan darah systole dan diastole pada pasien hipertensi. Rekomendasi yang
disampaikan pada penelitian ini adalah diperlukan pengembangan dan penelitian lebih
lanjut tentang latihan relaksasi otot progresif (Ziraluo, 2018).
Penelitian lain tentang relaksasi dan edukasi tentang kebersihan tidur juga
dilakukan pada sampel wanita yang mengalami menopause. Studi yang dilakukan pada
tahun 2018 ini mengambil sampel 161 orang wanita yang mengalami menopause yang
mengalami gangguan tidur. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian klinis acak
dengan kelompok grup dan kontrol. Latihan dilakukan dengan memberikan terapi
relaksasi otot progresif yang diberikan berulang-ulang satu kali dalam seminggu selama
delapan minggu. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil yang signifikan
pada kelompok perlakuan. Temuan ini merekomendasikan terapi relaksasi otot progresif
memiliki manfaat yang baik pada lansia wanita yang mengalami menopause (Duman,
Taşhan, 2018).
Kombinasi terapi pada penelitian sebelumnya tentang kualitas tidur yang pernah
dilakukan yaitu kombinasi antara senam otak dengan relaksasi benson (beapreasi). Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa relaksasi terbukti meningkatkan kualitas tidur lansia.
Oleh karena itu relaksasi disarankan sebagai salah satu intervensi mandiri keperawatan
pada kelompok lansia yang mengalami insomnia (Mustain, 2019).
Pemanfaatan terapi relaksasi otot progresif pada respon fisiologis juga sudah
diteliti pada beberapa penelitian yang dilakukan pada tahun 2019. Penelitian yang
pertama dilakukan pada 74 orang responden yang mengalami masalah hipertensi pada
pasien di Puskesmas. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian quasy-experimen pre-
posttest with control group design. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
Adanya perbedaan yang signifikan frekuensi nadi pada kelompok kontrol sebelum dan
sesudah intervensi dan adanya perbedaan tekanan darah diastolik pada kelompok
intervensi dan kontrol setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif ditambah dengan
latihan napas dalam (Ekarini et al, 2019).
Penelitian selanjutnya tentang efektifitas teknik Relaksasi Progresif dilakukan
pada Lansia yang mengalami Insomnia pada Posyandu Lansia. Penelitian dilakukan
pada tahun 2019 dengan jumlah responden adalah 30 orang. Intervensi diberikan pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian
adalah Insomnia Rating Scale. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik relaksasi
progresif efektif untuk mengurangi Insomnia pada Lansia. Penelitian ini menyarankan
untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh tehnik relaksasi progresif
tehadap tingkat insomnia usia lanjut dengan desain dan area yang berbeda (Sakitri,
Astuti, 2019).
Tekni relaksasi lainnnya untuk intervensi juga ditemukan penelitian yang
dilakukan pada lansia yang mengalami gangguan tidur. Pada tahun 2019 dilakukan
penelitian dengan sampel 57 orang Lansia yang ada di Iran, yang mengalami gangguan
tidur dan dipilih secara acak dengan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Intervensi dilakukan dengan memberikan relaksasi benson. Intervesi diberikan selama
dua kali sehari selama 20 menit. Penelitian dilakukan selama empat minggu. Hasil
penelitian menunjukkan peningkatan signifikan dalam kelompok intervensi pada
kualitas tidur dan lima subskala termasuk kualitas tidur subjektif, latensi tidur, durasi
tidur, dan efisiensi tidur, dan disfungsi siang hari meningkat secara signifikan.
Penelitian ini merekomendasikan pada teknik yang efektif dan sederhana dan hemat
biaya pada lansia yang mengalami gangguan tidur (Habibollahpour et al, 2019).

417
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425

Populasi lansia di Asia Tenggara telah mencapai 8% atau sekitar 142 juta jiwa.
Tahun 2050 diperkirakan populasi lansia melonjak hingga mencapai 3 kali lipat dari
pada tahun – tahun sebelumnya. Berdasarkan data diperkirakan pada tahun 2020
jumlah penduduk lansia yaitu berkisar (27,08 juta jiwa ) dan pada tahun 2025 menjadi
33,69 juta jiwa, pada tahun tahun 2030 sebanyak 40,95 juta jiwa (Pusdatin, 2017).
Jumlah penduduk lansia di Provinsi Bali adalah sebesar 10,71% (Data dan Informasi
profil Kesehatan Indonesia 2018, 2018). Menurut data prevalensi tahun 2019 yang
didapatkan dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng, tentang penduduk lansia
yang di golongkan dalam umur 60-75 tahun keatas mencapai 81.7,000 jiwa.
Berdasarkan data yang ada di kantor Desa Unggahan di dapatkan jumlah lansia
keseluruhan di Desa Unggahan 480 orang.
Angka kejadian gangguan tidur lansia cukup tinggi, berdasarkan data ditemukan
bahwa di Indonesia pada usia 65 tahun terdapat 50% lansia mengalami gangguan tidur.
Prevalensi insomnia di Indonesia pada lansia masih tergolong tinggi yaitu sekitar
67%. Angka ini diperoleh dari populasi yang berusia diatas 65 tahun. Menurut jenis
kelamin, didapatkan bahwa insomnia dialami oleh perempuan yaitu sebesar 78,1% pada
usia 60-74 tahun (Mustain, 2019). Insomnia dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-
faktor tersebut adalah usia yang semakin menua, jenis kelamin perempuan, status
perkawinan, kebiasaan merokok, konsumsi minuman berkafein, faktor medis, tekanan
psikologis dan kebisingan (Ali et al, 2019).
Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi permasalahan gangguan tidur pada
lansia. Terapi bisa dilakukan dengan obat maupun tanpa obat. Terapi yang
menggunakan obat tentunya akan memimbulkan efek samping bila digunakan dalam
jangka waktu yang lama (Andri et al, 2019). Intervensi pada Insomnia memiliki tujuan
utamanya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur bersama dengan gangguan
siang hari terkait insomnia. Sebelum memulai terapi untuk insomnia, pengelolaan
kondisi komorbiditas perlu dilakukan dapat mengetahui gejala insomnia (Cherukuri et
al, 2018). Oleh karena itu, terapi yang direkomendasikan adalah terapi tanpa obat. Salah
satu terapi yang digunakan untuk memperbaiki kualitas tidur adalah dengan
menggunakan teknik relaksasi otot progresif.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada Lansia di Desa Unggahan
jumlah lansia yang di wawancara sebanyak 10 orang yang berpedoman pada The
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang dipilih secara acak didapatkan hasil 8 lansia
mengalami kualitas tidur buruk dan 2 lansia mengalami kualitas tidur baik (Carole
Smyth, 2012). Sebagian besar lansia menggalami gangguan tidur. Itu disebabkan karena
memikirkan pekerjaan yang belum tuntas, kesulitan memulai tidur, dan sering terbangun
saat malam hari.
Penelitian – penelitian sebelumnya membahas tentang kualitas tidur lansia secara
umum. Terapi yang diberikan secara nonfarmakologis masih belum optimal dilakukan,
penatalaksanaan pada umumnya dengan menggunakan obat-obatan. Penelitian ini
membuktikan terapi relaksasi otot progresif dapat meningkatkan kualitas tidur pada
Lansia. Selain itu, penelitian ini membahas lebih spesifik kualitas tidur pada lansia
wanita.

418
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pre eksperimental dengan
rancangan desain one group pre test post test. Sebelum diberikan intervensi, maka
dilakukan pengukuran terlebih dahulu skor kualitas tidur pada lansia sebelum diberikan
relaksasi otot progresif. Pengukuran dilakungan dengan menggunkaan kuesioner
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Setelah diperoleh nilai pre, tahapan selanjutnya
adalah dengan memberikan Relaksasi Otot Progresif pada Lansia. Pemberian intervensi
dalam Penelitian ini dilakukan setiap hari 1 kali dengan durasi 30 menit setiap sore
selama 2 minggu. Setelah dilakukan selama 2 minggu, kemudian dilakukan pengukuran
nilai post dengan menggunakan kuesioner PSQI. Teknik sampling yang digunakan Non
probability sampling dengan teknik purposive sampling. Jumlah sampel keseluruhan
dalam penelitian ini adalah 32 responden. Data diolah menggunakan program computer.
Kaji etik dalam penelitian ini dilakukan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan (KEPK)
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng.

HASIL PENELITIAN

Tabel. 1
Nilai Mean dan Standar Deviasi
Berdasarkan Usia

N Mean SD Min-Maks 95% CI


32 65,27 3,56 60 - 74 62,53 – 66,25
Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan hasil analisis didapatkan rata-rata umur Lansia


adalah 62,27 tahun (95% CI: 62,53 – 66,25), dengan standar deviasi 3,56 tahun. Umur
termuda adalah 60 tahun dan umur tertua adalah 74 tahun.

Tabel. 2
Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan Frekuensi (f) Persentase


(%)
SD 25 78,2
SMP 7 21,8
Total 32 100
Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 32 total responden penelitian


sebagian besar responden, yaitu 25 orang (78,2%) berpendidikan SD.

Tabel. 3
PSQI Responden Sebelum Diberikan
Relaksasi Otot Progresif

N Mean Min Maks SD 95%CI


Pre test 32 37,85 22 48 6,784 35,68-40,02
Sumber: Data Primer (2019)

419
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425

Berdasarkan tabel 3 menunjukan bahwa rata-rata (mean) skor kualitas tidur


responden sebelum diberikan intervensi relaksasi otot progresif 37,85 (95% CI 35,68-
40,02), dengan standar deviation 6,784. Skor terendah 22 dan yang tertinggi 48. Dari
hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata skor
kualitas tidur lansia adalah diantara 35,68 sampai dengan 40,02.
Tabel. 4
PSQI Responden Setelah Diberikan
Relaksasi Otot Progresif

N Mean Min Mak SD 95%CI


Post 32 30,38 19 43 4,683 28,88-31,87
test
Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan tabel 4 menunjukan bahwa rata-rata (mean) Skor kualitas tidur


responden setelah diberikan intervensi relaksasi otot progresif 30,38 (95% CI 28,88-
31,87), dengan standar deviation 4,683, skor terendah 19 dan yang tertinggi 43. Dari
hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata skor
kualitas tidur lansia setelah diberikan intervensi adalah diantara 28,88 sampai dengan
31,87.

Tabel. 5
Hasil Analisis Pre dan Post Test

Paired Differences
Variabel N
Perbedaan (Mean ± SD) P
Pre-test & Post-test 32
7,475 ±5,826 0,000
kualitas tidur lansia
Sumber: Data Primer (2019)

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara statistik, uji selisih pada skor PSQI pada
pre dan posttest diberikan latihan relaksasi otot progresif menunjukkan nilai yang
sognifikan. Berdasarkan tabel 5 di atas dengan menggunakan program komputer,
menunjukan bahwa nilai P-value 0,000 (P< 0,05). Secara statistik, ini menunjukkan
terdapat perbedaan kualitas tidur sebelum dan sesudah diberikan intervensi relaksasi
otot progresif.

PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Kelompok masyarakat yang mengalami insomnia terjadi pada kelompok yang
berusia diatas 60 tahun. Ini tergolong ke dalam lansia. Semakin meningkat usia
seseorang, maka risiko mengalami gangguan kesehatan semakin meningkat. Hasil
penelitian pada estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata
umur lansia adalah diantara 62,53 sampai dengan 66,25 tahun, dengan rata-rata umur
lansia adalah 62, 27 tahun. Menurut peneliti umur responden yang tergolong lansia akan
sering mengalami gangguan kebutuhan tidur, hal ini terjadi karena proses penuaan yang
sangat mempengaruhi kualitas tidur lansia.

420
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425

Pola tidur yang normal mulai berubah sesuai bertambahnya usia, akibat reduksi
saraf yang mempengaruhi gelombang tidur atau oleh karena defisit sistem saraf pusat
yang menyebabkan berkurangnya reaksi terhadap alarm ekstrinsik dan disfungsi irama
tubuh serta berkurangnya pengeluaran melatonin. Kondisi umur lansia yang semakin
meningkat membuat lansia mengalami penurunan fungsi sel saraf otak yang
menyebabkan reduksi kerja saraf yang berpengaruh pada penurunan perasaan yang
merangsang untuk tidur. Hal ini secara fisiologis dapat menyebabkan kualitas dan
kuantitas tidur lansia menurun (Prasetyo et al, 2020).
Semua lansia yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah lansia dengan
jenis kelamin perempuan. Menurut peneliti jenis kelamin perempuan memang sangat
dominan untuk mengalami gangguan tidur khususnya kepuasan tidur. Aktifitas
perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini akan berdampak pada
kualitas tidur disebabkan karena perempuan bangun pada dini hari untuk membuatkan
makanan untuk anak-anaknya dan juga suaminya, dan perempuan juga sering
mengantuk saat melakukan aktifitas di siang hari. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hartono pada tahun 2019. Penelitian yang telah
dilakukan mengungkapkan bahwa Insomnia terjadi pada lansia yang berusia diatas 60
tahun. Hal ini disebabkan karena lansia mengalami perubahan-perubahan secara fisik
dan neurologis pada tubuhnya. Jenis kelamin perempuan lebih banyak yang mengalami
Insomnia (Februanti et al, 2019).
Selain usia, karakteristik pendidikan juga dilihat dalam penelitian ini. Pendidikan
responden sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SD sebanyak 25 orang (78,2%)
dan SMP 7 orang (21,8%). Berdasarkan pendidikan, lansia di Desa Unggahan
pendidikannya dapat dikategorikan rendah. Menurut peneliti, rendahnya tingkat
pendidikan seseorang akan lebih banyak tingkat stresornya. Stressor yang tinggi dapat
menambah beban pikiran, sehingga dapat mengganggu kualitas tidur seseorang. Peneliti
berasumsi bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin meningkat pula
kualitas tidurnya, sebaliknya semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin
menurun pula kualitas tidurnya.
Penelitian yang dilakukan tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
sebelumnya. Pendidikan yang rendah tidak berkorelasi secara langsung terhadap
kualitas tidur. Namun, pendidikan yang rendah cenderung berdampak pada kecemasan
Lansia. Kecemasan inilah yang akan mengakibatkan kesulitan untuk tidur. Hasil analisis
menunjukan adanya hubungan antara tingkat kecemasan dan kualitas tidur lansia
(Dariah, Okatiranti, 2015).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Sakiri dan
Astuti pada tahun 2019. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa lansia yang
berpendidikan rendah menderita insomnia lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang
berpendidikan lebih tinggi (Sakitri, Astuti, 2019).

Kualitas Tidur Lansia Sebelum Diberikan Intervensi Relaksasi Otot Progresif


Sebelum intervensi diberikan pada lansia, peneliti melakukan diskusi terlebih
dahulu dengan lansia yang menjadi responden. Diskusi dilakukan untuk menyamakan
persepsi lansia tentang intervensi yang diberikan. Lansia yang menjadi responden harus
kooperatif dan mengikuti seluruh intervensi yang diberikan.
Berdasasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil pengukuran kualitas
tidur sebelum diberikan intervensi relaksasi otot progresif di Desa Unggahan
Kecamatan Seririt Kabupaten Buleleng menunjukkan bahwa rata-rata kualitas tidur

421
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425

responden sebelum diberikan intervensi relaksasi otot progresif adalah 37,85 dengan
nilai minimum 22 dan nilai maksimum 48. Menurut asumsi peneliti, kualitas tidur
lansia di Desa Unggahan disebabkan aktivitas fisik dan kurangnya relaksasi. Hal ini
dilihat dari aktivitas lansia yang masih produktif, melakukan aktifitas di kebun dan juga
lansia didesa unggahan dominan bekerja sebagai petani maka waktu yang mereka punya
hanya untuk mengarus ladang. Berdasarkan teori, banyaknya aktivitas yang dilakukan
tentu menyebabkan masalah fisik dan psikologis. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian tentang penyakit fisik dan lingkungan yang mempengaruhi kejadian insomnia
pada lansia (Hartono et al, 2019).
Masalah psikologis juga terjadi pada lansia yang mengalami insomnia. Gejala
yang muncul adalah kecemasan pada lansia. Sejalan dengan penelitian tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi tidur salah satunya adalah kecemasan. Hasil penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kecemasan dengan
kualitas tidur pada pasien insomnia. Gaya hidup yang dimaksud adalah rutinitas yang
sering dilakukan oleh seseorang dapat mempengaruhi pola tidur. Kepuasan kualitas
tidur seseorang dipengaruhi oleh irama sirkadian yaitu dengan siklus tidur 24 jam siang
sampai malam.

Kualitas Tidur Lansia Setelah Diberikan Intervensi Relaksasi Otot Progresif


Pengukuran kualitas tidur responden dilakukan setelah diberikan intervensi
relaksasi otot progresif selama 2 minggu, dan setiap minggunya dilakukan 7 kali Hasil
penilaian kualitas tidur setelah dilakukan intervensi relaksasi otot progresif didapatkan
bahwa rata-rata kualitas tidur responden di Desa Unggahan Kabupaten Buleleng setelah
diberikan intervensi relaksasi otot progresif adalah 30,38 dengan nilai minimum 19 dan
nilai maksimum 43. Menurut peneliti, pemberian terapi relaksasi otot progresif dapat
meningkatkan kualitas tidur lansia. Hal ini dikarenakan relaksasi otot progresif
merupakan teknik relaksasi otot yang tidak memerlukan sugesti, imajinasi tetapi hanya
memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang dulu
tegang menjadi rileks dan relaksasi otot progresif juga mengkombinasikan latihan napas
dalam. Semakin fokus seseorang dalam melakukan gerakan relaksasi otot progresif akan
menyebabkan penurunan ketegangan otot menjadi rileks, sehingga peneliti berasumsi
bahwa pemberian latihan relaksasi otot progresif efektif untuk meningkatkan kualitas
tidur lansia.
Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat, Hanifah didapatkan nilai
p-value 0,000 sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh relaksasi otot progresif
terhadap pola tidur pada lansia di Dusun Daleman Desa Poreh Kecamatan Lenteng
(Hidayat, Hanifah, 2019).

Relaksasi Otot Progresif Meningkatkan Kualitas Tidur pada Lansia di Desa


Unggahan Kabupaten Buleleng
Hasil uji statistik didapatkan bahwa P-Value 0,000 (P<0,05) terdapat pengaruh
relaksasi otot progresif terhadap kualitas tidur pada lansia di Desa Unggahan
Kabupaten Buleleng. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa relaksasi otot
progresif efektif untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia yang mengalami
Insomnia, sesudah diberikan intervensi. Peningkatan kualitas tidur ini diukur dengan
melihat skor posttest PSQI. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa penurunan skor
PSQI menunjukkan peningkatan pada kualitas tidur lansia.

422
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425

Berdasarkan hasil tersebut, juga dibuktikan oleh penelitian dengan judul


“pengaruh pelaksanaan relaksasi otot progresif terhadap kualitas tidur pada lansia
hipertensi di Puskesmas Tumpang Kecamatan Talun Kabupaten Blitar”. Hasil uji
statistik didapatkan P-Value 0,001 disimpulkan ada pengaruh pelaksanaan relaksasi otot
progresif terhadap kualitas tidur pada lansia hipertensi di Puskesmas Tumpang
Kecamatan Talun Kabupaten Blitar (Sunaringtyas, Kusdiantoro & Lendra, 2018).
Dari pembahasan tersebut, dapat dikaitkan dengan teori dan penelitian
sebelumnya, bahwa kualitas tidur pada lansia dapat ditingkatkan dengan melakukan
pemberian terapi relaksasi otot progresif. Lansia yang melakukan relaksasi otot
progresif akan terbangun pada kondisi yang lebih segar dan lebih rileks dari
sebelumnya. Kondisi ini memperbaiki irama sirkadian pada lansia. Hasil penelitian yang
sejalan juga menunjukkan bila irama sirkadian pada lansia tidak diperbaiki, maka akan
lebih berisiko untuk mengalami kebiasaan tidur yang buruk. Hal ini ditunjukkan dengan
jam tidur yang tidak teratur pada lansia (Danirmala, Ariani, 2019).
Hal yang sangat penting untuk diperhatikan bagi lansia adalah konsistensi dalam
melakukan relaksasi otot progresif. Relaksasi tentu tidak akan bisa memperoleh hasil
maksimal bila tidak dilakukan dengan teratur dan konsisten. Hasil penelitian yang
dilakukan sebelumnya menjadikan konsistensi sebagai faktor yang menentukan
keberhasilan intervensi ini. Konsistensi dari tehnik relaksasi progresif dalam penelitian
yang dilakukan membuktikan bahwa tehnik relaksasi progresif mempunyai hasil yang
signifikan untuk menurunkan insomnia pada lansia. Beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan tehnik relaksasi progresif dalam menyembuhkan insomnia
yaitu konsistensi melakukan tehnik relaksasi progresif, kondisi lansia yang sehat serta
lingkungan yang tenang saat melakukan tehnik relaksasi progresif. Dari hasil penelitian
terjadi penurunan jumlah responden yang mengalami insomnia (Sakitri, Astuti, 2019).
Dengan demikian, sebagai rekomendasi yang diberikan pada lansia adalah
perilaku umum terutama saran tentang praktik tidur yang sehat seperti mengurangi
waktu di tempat tidur, bangun pada waktu yang sama setiap pagi terlepas dari hari
dalam seminggu dan jumlah tidur, tidur hanya ketika mengantuk, tidak tinggal di tidur
kecuali tidur, dan untuk berlatih teknik relaksasi dan fokus (Cherukuri et al, 2018).

SIMPULAN
Karakteristik responden dalam penelitian ini yaitu lansia wanita. Berdasarkan
pendidikan, yang terbanyak adalah lansia dengan pendidikan Sekolah Dasar. Terdapat
perbedaan Skor PSQI sebelum dilakukan intervensi dan setelah dilakukan intervensi.
Pada nilai pre dan post dapat dibandingkan bahwa terjadi peningkatan kualitas tidur
pada lansia. Hal ini menunjukkan bahwa relaksasi otot progresif efektif untuk
meningkatkan kualitas tidur pada lansia. Dengan demikian, relaksasi otot progresif
sangat potensial diterapkan untuk meningkatkan kualitas perawatan pada lansia.

SARAN
Bagi Pelayanan
Puskesmas sebagai tempat pelayanan perlu mempertimbangkan untuk
menerapkan relaksasi otot progresif. Dalam penerapannya, perlu dipertimbangan untuk
pembuatan media promosi berupa leaflet dengan materi relaksasi otot progresif untuk
meningkatkan kualitas tidur pada lansia.

423
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425

Bagi Keilmuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi bagi
keperawatan terutama dalam keperawatan gerontik dan keperawatan komunitas.
Sehingga mutu pelayanan keperawatan semakin meningkat.
Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian lanjutkan untuk menyempurnakan penelitian diperlukan dengan
menambahkan jumlah sampel dan mebandingkan hasil penelitian terhadap lansia laki-
laki. selain itu, modifikasi teknik relaksasi otot progresif dengan menambahkan teknik
yang lain juga direkomendasikan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, T., Belete, H., Awoke, T., Zewde, F., Derajew, H., Yimer, S., & Menberu, M.
(2019). Insomnia among Town Residents in Ethiopia: A Community-Based
Cross-Sectional Survey. Sleep Disorders, 2019, 1–7.
https://doi.org/10.1155/2019/6306942
Andri, J., Karmila, R., Padila, P., Harsismanto, J., & Sartika, A. (2019). Pengaruh
Terapi Aktivitas Senam Ergonomis terhadap Peningkatan Kemampuan Fungsional
Lansia. Journal of Telenursing, 1(2), 304–313.
https://doi.org/https://doi.org/10.31539/joting.v1i2.933
Carole Smyth. (2012). The Pittsburgh Sleep Quality Index ( PSQI ) The Pittsburgh
Sleep Quality Index ( PSQI ). New York. https://doi.org/10.1007/978-1-4419-
9893-4
Cherukuri, C. M., Kaplish, N., Malepati, D. C., Khawaja, I. S., Bhatia, S. K., & Bhatia,
S. C. (2018). Insomnia in older adults. Psychiatric Annals, 48(6), 279–286.
https://doi.org/10.3928/00485713-20180514-01
Danirmala, D., & Ariani, P. (2019). Angka Kejadian Insomnia pada Lansia di Panti
Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar. E-Jurnal Medika, 8(1), 27–32
Dariah, E. D., & Okatiranti, O. (2015). Hubungan Kecemasan dengan Kualitas Tidur
Lansia di Posbindu Anyelir Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Jurnal
Ilmu Keperawatan
Duman, M., & Taşhan, S. T. (2018). The effect of Sleep Hygiene Education and
Relaxation Exercises on Insomnia among Postmenopausal Women: A
Randomized Clinical Trial. International Journal of Nursing Practice, 24(4), 1–8.
https://doi.org/10.1111/ijn.12650
Ekarini, N. L. P., Heryati, H., & Maryam, R. S. (2019). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot
Progresif terhadap Respon Fisiologis Pasien Hipertensi. Jurnal Perawat
Indonesia, 10(1), 47. https://doi.org/10.26630/jk.v10i1.1139
Februanti, S., Hartono, D., & Cahyati, A. (2019). Penyakit Fisik dan Lingkungan
terhadap Insomnia bagi Lanjut Usia. Quality : Jurnal Kesehatan, 13(1), 1–4.
https://doi.org/10.36082/qjk.v13i1.51
Habibollahpour, M., Ranjkesh, F., Motalebi, S. A., & Mohammadi, F. (2019). The
Impact of Benson’s Relaxation Technique on the Quality of Sleep in the Elderly.
Topics in Geriatric Rehabilitation, 35(1), 88–94.
https://doi.org/10.1097/TGR.0000000000000204
Hartono, D., Somantri, I., & Februanti, S. (2019). Hipnosis Lima Jari dengan
Pendekatan Spiritual Menurunkan Insomnia pada Lansia. Jurnal Kesehatan,
10(2), 187–192. https://doi.org/10.26630/JK.V10I2.1218

424
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425

Hidayat, S., & Hanifah, M. (2019). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif terhadap Pola
Tidur pada Lansia di Dusun Daleman Desa PorehKecamatan Lenteng. Jurnal
Ilmiah Keperawatan Stikes Hang Tuah Surbaya.
https://doi.org/10.30643/jiksht.v13i1.17
Kemenkes RI. (2018). Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2018
Mustain, D. (2019). Pengaruh Terapi Beapreasi (Kombinasi Senam Otak dengan
Relaksasi Benson) terhadap Kualitas Tidur, 3(1), 1–8
Prasetyo, W., Nancye, P. M., & Sitorus, R. P. (2020). Pengaruh Relaksasi Benson
terhadap Tingkat Insomnia pada Lansia di Griya Usia Lanjut St . Yosef Surabaya.
Jurnal Keperawatan Stikes William Booth, 8(2), 34–42
Sakitri, G., & Astuti, R. K. (2019). Efektifitas Teknik Relaksasi Progresif untuk
Mengurangi Insomnia pada Usia Lanjut. Avicenna Journal of Health Research,
2(2), 34–45. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Sunaringtyas, D. Z., Kusdiantoro, L. W. F. (2018). Pengaruh Pelaksanaan Relaksasi
Otot Progresif terhadap Kualitas Tidur pada Lansia Hipertensi di Puskesmas
Tumpang Kecamatan Talun Kabupaten Blitar. Jurnal Keperawatan Respati
Yogyakarta
Ziraluo, H. D. A. A. W. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap
Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Rsu Imelda. Jurnal
Keperawatan Priority, 1(2), 96–104

425

Anda mungkin juga menyukai