DISUSUN OLEH :
ANISA
P1337420617063
1. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 27 Mei 2020
1. Identitas klien
Nama Lengkap : Ibu S
Tempat lahir : Semarang
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan terakhir : SMP
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Diagnosa Medis : Hipertensi
Alamat : Tanjungsari V
No telp : Tidak ada
2. Status Kesehatan
- Keluhan Utama
Klien mengatakan bahwa kondisinya saat ini baik-baik saja, tidak merasakan
pusing, tidak mual, maupun muntah. Hanya saja kemarin tanggal 25 Mei 2020 klien
terkejut saat melakukan kontrol dan tekanan darah mencapai 140/90 mmHg. Klien
mengatakan hal ini terjadi karena sering emosi sehingga menyebabkan tekanan
darahnya naik. Klien mengatakan tidak tau cara mengontrol emosi, dan jarang
berolahraga.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Tahun 2017 klien mulai mengecek tekanan darahnya ke praktek dokter dan ternyata
klien mempunyai hipertensi dan mempunyai kebiasaan mengkonsumsi garam
berlebihan apalagi ketika memasak jika tidak asin menurut klien rasanya tidak enak.
Klien mengetahui penyebab hipertensi, namun tidak mengetahui tanda dan gejala,
faktor risiko hipertensi.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit hipertensi dan penyakit menular.
- Tinjauan Sistem
a. TTV
Nadi : 83 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
TD : 150/90 mmHg
Suhu : 36,4 C
Kesadaran : Composmentis
b. Sistem Respirasi
Klien tidak mengalami batuk maupun sesak nafas. suara nafas normal atau
reguler. Dan tidak terdengar suara nafas tambahan. Frekuensi pernapasan 20
x/mnt, irama teratur, tidak menggunakan otot bantu pernapasan.
c. Sistem Kardiovaskuler
- Nadi 83x/menit (regular)
- Tidak ada edema
- CRT < 2 detik
- Tidak ada perdarahan
d. Sistem Gastrointestinal
Makan : Frekuensi 3x/hari (pagi, siang, malam), dengan jumlah 1 porsi
umum (nasi 5-6 sendok makan, sayur, dan lauk). Tidak ada mual dan muntah,
klien dulu pernah memiliki sakit maag, namun sekarang sudah tidak pernah
kambuh, mulut tidak ada lesi, tidak ada nodul, mukosa bibir lembab, lidah
berwarna merah muda dan ulkus tidak ada.
e. Sistem Integumen
Rambut berwarna hitam dan beberapa bagian putih, bentuk rambut
bergelombang dan tipis. Kulit kepala klien tidak ada laserasi, kulit kepala
normal, tidak ada rontok maupun ketombe. Kuku bersih dan pendek, kulit
berwarna kuning langsat, bersih, tidak ada edema, turgor kulit kembali dalam
waktu < 2 detik, tidak ada tanda sianosis, tidak ikterus, temperature hangat, dan
tidak ada luka.
f. Sistem Persepsi Sensori
Mata tidak ada tanda perlukaan/trauma pada mata, dengan fungsi
penglihatan mengalami penurunan karena faktor usia dimana mata klien
mengalami rabun tua sehingga ketika membaca memerlukan alat bantu berupa
kacamata. Bentuk mata bulat,simetris kanan kiri,konjungtiva berwarna merah
muda,sclera tidak ikteric,pupil normal berbentuk bulat, dan reflek cahaya ( + )
langsung.
Daun telinga simetris antara kanan dan kiri, bersih, liang telinga bersih,
tidak ada serumen, fungsi pendengaran masih jelas, dalam batas normal, dan
tidak ada alat bantu pendengaran.
g. Sistem Muskloskeletal
Klien tidak pernah mengalami fraktur, anggota gerak masih kuat dan dapat
digerakkan dengan baik, ekstremitas atas maupun bawah. Sehinggga mobilitas
klien dapat dilakukan secara mandiri
h. Sistem Perkemihan
Klien BAB 1 hari 1x warna feces normal dan konsistensi lunak, tidak ada
lendir, tidak ada darah dan tidak ada hambatan. Saat pengkajian, Tidak ada
keluhan (konstipasi/diare). Klien BAK 4-5x/hari tidak mengalami keluhan,
urine berwarna kuning jernih dan berbau khas urine. Apabila klien minum
terlalu banyak maka BAK juga lebih sering dari biasanya (6-8 x/hari).
i. Sistem Reproduksi
Klien tidak mempunyai benjola pada payudara, tidak mengalami nyeri,
tidak mengalami kemerahan. Klien juga tidak mengalami nyeri pada vagina dan
tidak ada bau dari vagina.
j. Sistem Neurologis
Klien tidak memiliki keluhan baik bicara maupun alat gerak. Bicara masih
lancar, dan alat gerak masih dapat digunakan dengan baik.
k. Sistem Endokrin
Tidak ada keluhan baik pada kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, maupun
kelenjar getah bening.
l. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
Psikososial : ekspresi wajah tenang dan ceria. Klien kooperatif dan
menunjukan sikap yang baik selama pengkajian. Kemampuan bicara klien baik
dimana ketika diajukan pertanyaan klien menjawab dengan menceritakan
secara runtut. Klien tidak merasa dikucilkan baik dalam lingkungan kelurga
ataupun masyarakat.
Spiritual : klien beragama Islam. Klien mengatakan bahwa kematian adalah
suatu hal yang pasti terjadi dalam setiap kehidupan. Dan ia yakin, bahwa setiap
yang bernyawa pasti cepat atau lambat akan mengalami kematian. Klien sebagai
manusia hanya dapat berdoa dan berusaha melakukan yang terbaik untuk dapat
menjalankan kehidupan sebagai mana mestinya dan mempercayai bahwa
kesembuhan juga merupakan kuasa Allah SWT. Klien melaksanakan sholat di
rumah
- Sosialisasi dengan lansia lain
Sosialisasi klien dengan lansia yang lain berjalan baik dan lancar. Klien masih
mengikuti pertemuan rutin dasa wisma yang diadakan setiap sebulan sekali. Klien tidak
memiliki masalah dengan warga lainnya
- Harapan Klien
Klien berharap disisa umurnya ini selalu sehat, bahagia bersama keluarga, anak dan
cucu-cucunya, bisa selalu berinteraksi dengan masyarakat yang lain.
- Emosional
PERTANYAAN JAWABAN
PERTANYAAN TAHAP I
Apakah klien mengalami sukar Ya
tidur?
Apakah klien merasa gelisah? Ya
Apakah klien sering merasa
murung atau menangis sendiri? Tidak
Apakah klien sering merasa was-
was atau kuatir? Tidak
PERTANYAAN TAHAP II
Keluhan lebih dari 3 bulan atau Tidak
lebih dari 1 kali dalam 1 bulan?
Ada masalah atau banyak pikiran?
Ada gangguan/masalah dengan Tidak
keluarga lain?
Menggunakan obat tidur/penenang Tidak
atas anjuran dokter?
Cenderung mengurung diri Tidak
Keterangan:
Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan aktif dari orang lain.
Seseorang yang menolak untuk melakukan sesuatu fungsi dianggap tidak
melakukan fungsi, meskipun ia dianggap mampu.
2. Modifikasi Barthel Indeks:
Termasuk yang manakah klien?
No Item yang dinilai Skor Nilai
1 Makan (feeding) 0 = tidak mampu 2
1 = butuh bantuan
memotong, mengoles
mentega, dll
2 = mandiri
2 Mandi (bathing) 0 = tergantung orang lain 1
1 = mandiri
3 Perawatan diri (grooming) 0 = membutuhkan bantuan 1
orang lain
1 = mandiri dalam
perawatan muka, rambut,
gigi, dan bercukur
4 Berpakaian (dressing) 0 = tergantung orang lain 2
1 = sebagian dibantu
(misal mengancing baju)
2 = mandiri
5 Buang air kecil (bowel) 0 = inkontenensia atau 2
pakai kateter dan tidak
terkontrol
1 = kadang inkontenensia
(maks 1x24 jam)
2 = mandiri
6 Buang air besar (bladder) 0 = inkontenensia (tidak 2
teratur atau perlu enema)
1 = kadang inkontenensia
(sekali seminggu)
2 = kontenensia (teratur)
7 Penggunaan toilet 0 = tergantung bantuan 2
orang lain
1 = membutuhkan
bantuan, tapi dapat
melakukan beberapa hal
sendiri
2 = mandiri
Interpretasi hasil :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total
Hasil : Dari hasil pengkajian, didapatkan data dengan hasil penilaian indeks Barthel yaitu 20
yang berarti Ibu.S tidak mengalami ketergantungan (Mandiri)
SCORE TOTAL :
Interpretasi hasil
a. Salah0-3 fungsi intelektual utuh
b. Salah4-5 kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6- 8 kerusakan intelektual
sedang
d. salah 9-10 : kerusakan intelektual berat
4. MMSE (Mini Mental Status Exam)
ASPEK NILAI NILAI
NO KRITERIA
KOGNITIF MAKS. KLIEN
1 Orientasi Menyebutkan dengan benar:
Tahun
Musim
5 5
Tanggal
Hari
Bulan
Orientasi Dimana kita sekarang berada?
Negara Indonesia
Propinsi Jawa Tengah
5 5
Kota Semarang
PSTW.......
Wisma......
2 Registrasi Sebutkan nama 3 obyek (oleh pemeriksa) 1 detik untuk
mengatakan masing-masing obyek. Kemudian
tanyakan kepada klien ketiga obyek tadi (untuk
3 3 disebutkan)
Obyekmeja
Obyekkursi
Obyek pintu
3 Perhatian dan Minta klien untuk memulai dari angka 10 kemudian
kalkulasi dikurangi 2 sampai 5 kali/tingkat
8
5 3 6
4
2
0
4 Mengingat Minta klien untuk mengulangi ketiga obyek pada no.2
3 2 (registrasi) tadi. Bila benar, 1 point untuk masing-
masing obyek
5 Bahasa Tunjukkan pada klien suatu benda dan tanyakan
namanya pada klien
roda mobil
kursi ini terbuat dari kayu
Minta klien untuk mengulang kata berikut: ”tak ada
jika, dan, atau, tetapi”. Bila benar, nilai 1 point.
Pernyataan benar 2 buah (contoh: tak ada, tetapi).
Minta klien uuntuk mengikuti perintah berikut yang
terdiri dari 3 langkah:
”ambil kertas di tangan anda, lipat dua dan taruh di
9 8 lantai”
Ambil kertas di tangan anda
Lipat dua
Taruh di lantai
Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila aktivitas
sesuai perintah nilai 1 point)
”tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk menulis satu kalimat atau
menyalin gambar
Tulis satu kalimat
Menyalin gambar
TOTAL NILAI 26 Aspek kognitif dari fungsi mental baik
Interpretasi hasil:
> 23 : aspek kognitif dari fungsi mental baik
18-22 : kerusakan aspek fungsi mental ringan
< 17 : terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat
5. Pengkajian Keseimbangan
KRITERIA Skor
a. Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan
• Bangun dari tempat duduk (dimasukkan dalam analisis) dengan mata terbuka 0
Tidak bangun dari tempat tidur dengan sekali gerakan, akan tetapi usila
mendorong tubunnya tubuhnya ke atas dengan tangan atau gerakan ke bagian
depan kursi terlebih dahulu, tidak stabil pada saat berdiri pertama kali
• Duduk ke kursi (dimasukkan dalam analisis) dengan mata terbuka Menjatuhkah 1
diri ke kursi, tidak duduk di kursi.
• Bangun dari tempat duduk (dimasukkan dalam analisis) dengan mata terbuka 0
Tidak bangun dari tempat tidur dengan sekali gerakan, akan tetapi usila
mendorong tubunnya tubuhnya ke atas dengan tangan atau gerakan ke bagian
depan kursi terlebih dahulu, tidak stabil pada saat berdiri pertama kali
• Duduk ke kursi (dimasukkan dalam analisis) dengan mata terbuka Menjatuhkah 1
diri ke kursi, tidak duduk di kursi.
Ket. Kursi harus yang keras tanpa lengan
• Menahan dorongan pada sternum (pemeriksa mendorong sternum sebanyak 3 kali 0
dengan hati-hati) dengan mata terbuka
Klien menggerakan kaki, memegang objek untuk dukungan, kaki tidak menyentuh
sisisisinya
• Menahan dorongan pada sternum (pemeriksa mendorong sternum sebanyak 3 kali 0
dengan hati-hati) dengan mata terbuka
Klien menggerakan kaki, memegang objek untuk dukungan, kaki tidak menyentuh
sisisisinya
• Perputaran leher (klien sambil berdiri)
0
Menggerakan kaki, menggenggam objek untuk dukungan kaki, keluhan pusing
atau keadaan tidak stabil.
• Gerakan mengapai sesuatu 0
Tidak mampu untuk menggapai sesuatu dengan bahu fleksi sepenuhnya sementara
berdiri pada ujung jari-jari kaki, tidak stabil memegang sesuatu untuk dukungan
• Membungkuk 0
Tidak mampu membungkuk untuk mengambil objek-objek kecil (misalnya pulpen)
dari lantai, memegang objek untuk bisa berdiri lagi dan memerlukan usaha-usaha
yang keras untuk bangun
b. Komponen gaya berjalan atau pergerakan 1
• Minta klien berjalan ke tempat yang ditentukan
Ragu-ragu, tersandung, memegang objek untuk dukungan 0
• Ketinggian langkah kaki
Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten (menggeser atau menyeret kaki),
mengangkat kaki terlalu tinggi (> 5 cm) 0
• Kesimetrisan langkah
Langkah tidak simetris, terutama pada bagian yang sakit 1
• Berbalik
Berhenti sebelum mulai berbalik, jalan sempoyongan, bergoyang, memegang
objek untuk dukungan
Skor Total 4
Interpretasi hasil:
0-5 : resiko jatuh rendah
6-10 : resiko jatuh sedang
11-15: resiko jatuh tinggi
2. ANALISA DATA
Hari/tanggal Data fokus Masalah
Rabu, DS: Defisiensi pengetahuan
27 Mei 2020 ⁻ Klien mengatakan bahwa kondisinya saat mengenai penyakit
pukul 10.00 ini baik-baik saja, tidak merasakan hipertensi berhubungan
pusing, tida mual, maupun muntah. dengan kurang informasi
Hanya saja kemarin tanggal 25 Mei 2020 (00126)
klien terkejut saat melakukan kontrol dan
tekanan darah mencapai 140/90 mmHg.
Klien mengatakan hal ini terjadi karena
sering emosi sehingga menyebabkan
tekanan darahnya naik. Klien
mengatakan tidak tau cara mengontrol
emosi, jarang berolahraga
⁻ Klien mengetahui penyebab hipertensi,
namun tidak mengetahui tanda dan
gejala, faktor risiko hipertensi.
DO :
- klien mengkonsumsi obat amlodipine 1 x
1 5mg tiap malam
- TTV
TD = 150/90 mmHg
HR= 83 kali/menit
RR= 18 kali/menit
S = 36,4 celcius
Rabu, 27 DO : Gangguan istirahat tidur
Mei 2020 Klien mengatakan pusing, tidur kurang berhubungan dengan
pukul 12.00 nyenyak, sering bangun dini hari, tidur kurang kontrol tidur
hanya 5 jam (00126)
DS :
Klien terlihat lemas dan gelisah
- klien mengkonsumsi obat amlodipine 1 x
1 5mg tiap malam
- TD = 150/90 mmHg
HR= 83 kali/menit
RR= 18 kali/menit
S= 36,4 celcius
A. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi (00126)
2. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur (000198)
B. INTERVENSI
No. Hari/Tanggal Diagnosis Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Rabu, Defisiensi Setelah dilakukan 1. Mengkaji ulang
27 Mei 2020 pengetahuan penjelasan selama 3 x pengetahuan klien
pukul 10.00 mengenai penyakit kunjungan rumah tentang pengertian
hipertensi diharapkan klien hipertensi
berhubungan mengerti tentang 2. Mengkaji ulang
dengan kurang hipertensi dengan pengetahuan klien
informasi (00126) kriteria hasil:
1. Menjelaskan tentang tanda gejala
kembali pengertian hipertensi
hipertensi 3. Mengkaji ulang
2. Menjelaskan pengetahuan klien
kembali tentang tentang penyebab
tanda dan gejala dan akibat hipertensi
hipertensi 4. Mengkaji ulang
3. Menyebutkan pengetahuan klien
kembali penyebab tentang faktor risiko
dan akibat hipertensi
hipertensi 5. Mengajarkan senam
4. Menjelaskan hipertensi
kembali tentang 6. Mengajarkan terapi
faktor risiko relaksasi otot
hipertensi progresif
5. Melakukan
aktivitas fisik
lansia hipertensi
berupa senam
hipertensi
6. Melakukan terapi
relaksasi otot
progresif
2. Rabu, 27 Mei Gangguan istirahat Setelah dilakukan 1. Menciptakan
2020 pukul tidur berhubungan intervensi selama 3 hari lingkungan yang
12.00 dengan kurang diharapkan gangguan aman dan nyaman
kontrol tidur pola tidur dapat teratasi 2. Menjelaskan
(000198) dengan kriteria hasil: pentingnya tidur
1. Jumlah jam tidur yang adekuat
dalam batas normal
6-8 jam/hari
2. Pola tidur, kualitas 3. Menciptakan
dalam batas normal lingkungan yang
3. Perasaan segar nyaman
sesudah tidur atau 4. Memonitor kebutuan
istirahat tidur setiap hari
4. Mampu 5. Menjelaskan hal-hal
mengidentifikasi yang dapat
hal-hal yang meningkatkan tidur
meningkatkan tidur
C. IMPLEMENTASI
No. Tanggal/Jam Diagnosa Tindakan Respon Paraf
Keperawatan
1. Rabu, 27 Mei Defisiensi 1. Mengkaji ulang Subjektif : Anisa
2020 pengetahuan pengetahuan klien Klien mengatakan
10. 00 WIB mengenai tentang pengertian mengetahui pengertian
penyakit hipertensi dan penyebab
hipertensi 2. Mengkaji ulang hipertensi, namun klien
berhubungan pengetahuan klien mengatakan belum
dengan kurang tentang tanda gejala mengetahui tanda dan
informasi hipertensi gejala serta faktor risiko
(00126) 3. Mengkaji ulang hipertensi.
pengetahuan klien
tentang penyebab Objektif:
hipertensi Klien bisa menjelaskan
pengertian hipertensi
dan penyebabnya
- TTV
TD = 150/90 mmHg
HR= 83 x/menit
RR= 18 kali/menit
S = 36,4 celcius
2 Rabu, 27 Mei Gangguan 1. Menciptakan Subjektif ; Anisa
2020 pukul istirahat tidur lingkungan yang Klien mengatakan tidur
12.00 berhubungan aman dan nyaman kurang dari 6 jam, jika
dengan kurang 2. Jumlah jam tidur terbangun sulit untuk
kontrol tidur dalam batas normal tidur kembali, jam tidur
(000198) 6-8 jam/hari tidak menentu, jika
3. Pola tidur, kualitas terbangun ditengah
dalam batas normal malam maka akan
4. Perasaan segar terjaga sampai pagi
sesudah tidur atau Objektif :
istirahat Klien tampak lemas,
5. Mampu tidak bersemangat,
mengidentifikasi hal- klien juga tampak pucat
hal yang - TD = 150/90 mmHg
meningkatkan tidur - HR= 83 kali/menit
- RR= 18 kali/menit
3. Kamis, 28 Mei Defisiensi 1.Mengajarkan senam Subjektif : Anisa
2020 pukul pengetahuan hipertensi dan terapi Klien mengatakan tidak
10.00 mengenai relaksasi otot progresif tau mengontrol emosi,
penyakit dilakukan untuk jarang berolah raga dan
hipertensi aktivitas fisik lansia mau melakukan
berhubungan hipertensi berupa senam aktivitas fisik dan terapi
dengan kurang hipertensi 2x seminggu yang diberikan
informasi selama 20-30 menit dan Objektif :
(00126) terapi relaksasi otot Klien dapat mengikuti
gerakan yang
progresif 1x perhari dicontohkan dengan
selama 5-10 menit baik
- TTV
TD = 150/90 mmHg
HR= 83 kali/menit
RR= 18 kali/menit
S= 36,6 celcius
4 Kamis, 28 Mei Gangguan 1. Menciptakan Subjektif : Anisa
2020 pukul istirahat tidur lingkungan yang Kien mengatakan
11.00 berhubungan aman dan nyaman semalam masih belum
dengan kurang 2. Jumlah jam tidur tidur dengan nyenyak
kontrol tidur dalam batas normal hanya tidur 5 jam jika
(000198) 6-8 jam/hari sudah bangun tidak bisa
3. Pola tidur, kualitas tidur dan terjaga sampai
dalam batas normal subuh
4. Perasaan segar Objektif :
sesudah tidur atau Klien terlihat lemas dan
istirahat mengantuk
- TTV
TD = 150/90 mmHg
HR= 83x/menit
RR= 20x/menit
5. Jumat, 29 Mei Defisiensi 1. Menyebutkan Subjektif : Anisa
2020 pukul pengetahuan kembali pengertian, ⁻ Klien mengatakan
10.00 mengenai penyebab, tanda paham menegnai
penyakit gejala dan faktor pengertian,penyeb
hipertensi risiko hipertensi ab, tanda gejala
berhubungan dan faktor risiko
dengan kurang 2. Memperagakan hipertensi
informasi aktivitas fisik berupa ⁻ Klien juga
(00126) senam hipertensi dan mengatakan sudah
terapi relaksasi otot mempraktikkan
progresif dilakukan senam hipertensi
untuk aktivitas fisik dan terapi
lansia hipertensi relaksasi otot
berupa senam progrsif tadi pagi
hipertensi 2x Objektif :
seminggu selama 20- Klien mampu
30 menit dan terapi mengulang kembali
relaksasi otot gerakan yang diajarkan
progresif 1x perhari - TTV
selama 5-10 menit TD = 130/80 mmHg
HR= 83 x/menit
RR= 20 x/menit
S= 36,4 celcius
6 Jumat, 29 Mei Gangguan 1. Menciptakan Subjektif : Anisa
2020 pukul istirahat tidur lingkungan yang Kien mengatakan
11.00 berhubungan aman dan nyaman semalam tidur dengan
dengan kurang 2. Jumlah jam tidur nyenyak selam 7 jam,
kontrol tidur dalam batas normal tidur mulai dari jam 9
(000198) 6-8 jam/hari malam dan bangun jam
3. Pola tidur, kualitas 4 pagi, klien
dalam batas normal mengatakan badannya
4. Perasaan segar terasa enteng
sesudah tidur atau Objektif :
istirahat Klien terlihat segar,
bersemangat, tidak
lemas, tidak pucat
- TTV
TD = 130/80 mmHg
HR= 83x/menit
RR= 20x/menit
D. EVALUASI
LAMPIRAN DOKUMENTASI
RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TEKANAN DARAH
PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN WAKTU YANG CEPAT
ABSTRAK
Masalah hipertensi sering kurang diketahui keberadaan gejala-gejalanya oleh masyarakat. Jika akhirnya disadari,
itu menunjukkan perlunya usaha-usaha untuk melakukan perubahan perilaku hidup. Salah satu yang dapat
ditawarkan kepada masyarakat dalam rangka perubahan tersebut adalah dalam bentuk relaksasi otot progresif
dimana upaya tersebut dapat mengendalikan ketegangan dan memberikan suasana yang dapat berubah dalam
bidang fisik, emosi dan spiritual. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hasil pemberian relaksasi otot
progresif terhadap tekanan darah dengan waktu yang cepat pada pasien hipertensi. Desain penelitian adalah quasi
experimen tanpa kelompok kontrol dengan tehnik pengambilan sampel berupa consecutive sampling. Didapatkan
berdasarkan hasil penelitian bahwa ada pengaruh pemberian relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada
pasien hipertensi dalam waktu yang cepat pada tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik.
52
Jurnal Ilmiah Pannmed (Pharmacyst, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dental Hygiene)
Vol. 15 No.1 Januari – April 2020
53
Agustina Gultom Relaksasi Otot...
54
Jurnal Ilmiah Pannmed (Pharmacyst, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dental Hygiene)
Vol. 15 No.1 Januari – April 2020
ada pada distribusi normal, sedangkan skor intervensi dan sesudah intervensi kedua pada
sistolik sebelum intervensi, sistolik sesudah tekanan darah diastolik dengan p 0,001, adanya
intervensi pertama, sistolik sesudah intervensi dampak pemberian relaksasi otot progresif dengan
kedua, diastolik sebelum intervensi, diastolik waktu yang cepat intervensi kedua pada tekanan
sesudah intervensi pertama berada pada distribusi darah sistolik dengan p 0,000, tidak adanya
tidak normal. Oleh karena itu maka statistik yang dampak pemberian relaksasi otot progresif dengan
digunakan pada penelitian ini adalah statistik waktu yang cepat intervensi kedua pada tekanan
komparatif non parametrik. Untuk dua kelompok darah diastolik dengan p 0,483.
yang berpasangan maka digunakan uji komparatif
non parametrik yaitu uji Wilcoxon Signed Ranks
Test. Untuk lebih dua kelompok berpasangan
digunakan uji komparatif non parametrik yaitu uji
Friedman. Hasil uji Wilcoxon Signed Ranks Test Tabel 4 Dampak Pemberian Relaksasi Otot
dan Uji Friedman dapat dilihat pada tabel 3 dan Progresif Dengan Waktu Yang Cepat Pada
tabel 4. Intervensi I dan II
55
Agustina Gultom Relaksasi Otot...
Hasil penelitian memperlihatkan skor sistolik intervensi 1 dan sesudah intervensi 2 tidak
pre memiliki nilai minimum140 mmHg, nilai didapatkan secara statistik dampak dengan p 0,483
maximum 224 mmHg dan mean 163,27 mmHg, , namun terjadi penurunan skor dari selisih
dan skor sistolik post 1 memiliki nilai minimum pengukuran tekanan darah diastolik sesudah
134 mmHg, nilai maximum 220 mmHg dan mean intervensi 2 dengan sesudah intervensi 1, yang
157,77 mmHg, serta skor sistolik post 2 memiliki dapat dilihat dari skor minimum, skor maximum
nilai minimum 120 mmHg, nilai maxium 210 dan mean. Dari data statistik ini dapat
mmHg, dan mean 151,80 mmHg. Dari disimpulkan bahwa terjadinya dampak pemberian
pengukuran tekanan darah sistolik pada pre relaksasi otot progresif dengan waktu yang cepat
intervensi dan post intervensi 1 menunjukkan terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik.
penurunan tekanan darah baik pada skor Selisih mean pengukuran tekanan darah
minimum, skor maximum dan juga pada skor sistolik antara pre intervensi dan sesudah
mean. Hal ini juga terjadi penurunan baik dari intervensi 1 sebesar 5,5 mmHg dan pada
skor minimum, skor maximum dan juga skor pengukuran tekanan darah diastolik sebesar
mean pada pengukuran tekanan darah sistolik post 5,5333 mmHg. Sedangkan selisih mean
intervensi 1 dengan post intervensi 2. pengukuran tekanan darah sistolik antara sesudah
Hasil penelitian menunjukkan skor diastolik intervensi 1 dan sesudah intervensi 2 sebesar
pre memiliki skor minimum 70 mmHg, skor 5,9667 mmHg dan pada pengukuran tekanan
maximum 141 mmHg dan skor mean 95,73 darah diastolik sebesar 0,7667 mmHg. Dari data
mmHg, dan skor diastolik post 1 memiliki skor ini dapat disimpulkan bahwa pemberian relaksasi
minimum 60 mmHg, skor maximum 130 mmHg otot progresif dengan waktu yang cepat yaitu
dan skor mean 90,20 mmHg, serta skor diastolik secara lengkap satu kali siklus melalui kombinasi
post 2 memiliki skor minimum 71 mmHg, skor latihan nafas dalam dan kontraksi relaksasi otot
maxium 114 mmHg, dan skor mean 89,43 mmHg. secara progresif dalam 15 gerakan akan
Dari pengukuran tekanan darah diastolik pada pre memberikan dampak yang konkrit dalam
intervensi dan post intervensi 1 mengalami penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik.
penurunan tekanan darah baik pada skor Sedangkan pada pemberian relaksasi otot
minimum, skor maximum dan pada mean. Hal ini progresif secara lengkap pada siklus kedua
juga terjadi penurunan baik dari skor minimum, memberikan penurunan yang nyata pada tekanan
skor maximum dan juga mean pada pengukuran darah sistolik. Pada tekanan darah diastolik
tekanan darah diastolik post intervensi 1 dengan penurunan sangat kecil jika dibandingkan dengan
post intervensi 2. penurunan tekanan darah sistolik. Hal ini
Untuk menganalisis dampak pemberian dikarenakan pada tekanan darah diastolik sudah
relaksasi otot progresif dengan waktu yang cepat mulai terjadinya mekanisme pertahanan atau
terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi pengendalian tekanan darah yang dibuktikan dari
untuk dua kelompok yang berpasangan skor mean tekanan darah diastolik sesudah
menggunakan uji Wilcoxon Signed Ranks Test intervensi 2 sebesar 89,4333 mmHg atau lebih
disebabkan data tidak berdistribusi normal. Hasil kecil dari 90 mmHg. Penyebab lain mengapa
uji tersebut didapatkan bahwa terjadinya dampak terjadinya penurunan sangat kecil pada tekanan
pemberian relaksasi otot progresif dengan waktu darah diastolik dikarenakan skor mean
yang cepat antara tekanan darah sistolik sebelum pengukuran tekanan darah diastolik sesudah
intervensi dan sesudah intervensi 1 dengan p intervensi 2 adalah lebih kecil dari 90 mmHg yang
0,000, ada dampak antara tekanan diastolik menggambarkan kemungkinan bahwa ada
sebelum intervensi dan sesudah intervensi 1 beberapa responden mengalami hipertensi sistolik
dengan p 0,000. Antara pengukuran tekanan darah terisolasi dimana gambaran tekanan darah sistolik
sistolik sebelum intervensi dengan sesudah diatas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
intervensi 2 didapatkan adanya dampak dengan p dibawah 90 mmHg.
0,000, hal ini juga terjadi pada pengukuran Untuk menganalisis apakah dampak
tekanan darah diastolik sebelum intervensi dengan tekanan darah sebelum intervensi dan sesudah
sesudah intervensi 2 didapatkan adanya dampak intervensi 1 dan sesudah intervensi 2 secara
dengan p 0,001. Pada pengukuran tekanan darah bersamaan baik tekanan darah sistolik maupun
sistolik sesudah intervensi 1 dan sesudah diastolik, maka digunakan uji lebih dua kelompok
intervensi 2 didapatkan adanya dampak dengan p berpasangan dengan uji komparatif non
0,000. Namun, hal ini sedikit berbeda antara parametrik berupa uji Friedman disebabkan data
pengukuran tekanan darah diastolik sesudah berdistribusi tidak normal. Berdasarkan test
56
Jurnal Ilmiah Pannmed (Pharmacyst, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dental Hygiene)
Vol. 15 No.1 Januari – April 2020
57
Jurnal Ilmiah Pannmed (Pharmacyst, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dental Hygiene)
Vol. 15 No.1 Januari – April 2020
1
Sri Mulyati Rahayu: Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Lansia
Abstrak
Riskesdas tahun 2018 penyakit tertinggi yang diderita lansia usia 55-64 tahun adalah hipertensi dengan
prevalensi 55,2%. Hipertensi jika tidak ditangani dapat menyebabkan stroke, infark miokard, gagal ginjal dan
ensefalopati. Salah satu penanganan hipertensi non-farmakologi dengan tehnik relaksasi otot progresif. Tujuan
penelitian untuk mengetahui pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Pada Lansia
Hipertensi. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Bojong Soang Kabupaten Bandung. Jenis penelitian ini
menggunakan Pra Eksperimental dengan pendekatan One Group Pretest Posttest, sampel penelitian
menggunakan Purpposive Sampling berjumlah 22 lansia. Analisis menggunakan univariat dengan frekuensi dan
persentase, bivariat menggunakan Wilcoxon test. Hasil penelitian menunjukkan tekanan darah sistolik dan
diastolik diperoleh nilai 0,000 (<0,05), yang berarti ada pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap
Tekanan Darah Pada Lansia Hipertensi di Puskesmas Bojong Soang Kabupaten Bandung. Dengan adanya hasil
penelitian ini, teknik relaksasi otot progresif dapat dijadikan intervensi keperawatan untuk menurunkan tekanan
darah pada penderita hipertensi
Abstract
Riskesdas in 2013 the highest disease suffered by the elderly is hypertension with a prevalence of 45.9% at the
age of 55-64 years. Hypertension if left untreated can cause strokes, myocardial infarction, kidney failure and
encephalopathy. One of the handling of non-pharmacological hypertension with progressive muscle relaxation
techniques. The study aims to determine the effect of Progressive Muscle Relaxation Techniques on Blood
Pressure in Hypertensive Elderly at Bojong Soang Health Center in Bandung Regency in 2018. This type of
research uses Pre-Experimental with One Group Pretest Posttest approach, the research sample using
Purposive Sampling totaling 22 elderly. Analysis using univariate with frequency and percentage, bivariate
using Wilcoxon test. The results showed systolic and diastolic blood pressure values obtained 0,000 (<0.05),
which means that there is an influence of Progressive Muscle Relaxation Technique on Blood Pressure in
Hypertensive Elderly at the Bojong Soang Health Center in Bandung Regency. With the results of this study,
progressive muscle relaxation techniques can be used as nursing interventions to reduce blood pressure in
people with hypertension.
Pendahuluan
Hipertensi adalah tekanan darah lebih dari 140 mmHg untuk sistolik dan lebih dari 90 mmHg
untuk diastolik (Corwin, 2009), (Ayunani & Alie, n.d.). Faktor risiko yang menyebabkan
hipertensi seperti : usia misalnya 50-60 tahun, riwayat keluarga, gaya hidup yang kurang
sehat (merokok, banyak makan makanan mengandung lemak, kurang beraktivitas), jenis
kelamin, stress (Black dan Hawk, 2014) dan (H, Aris, & M, 2019). Hipertensi jika tidak
ditangani dapat menyebabkan stroke, infark miokard, gagal ginjal dan ensefalopati (kerusakan
otak).
Menurut Riskesdas tahun 2018 penyakit tertinggi yang diderita lansia usia 55-64 tahun
adalah hipertensi dengan prevalensi 55,2%. Hipertensi juga merupakan penyakit tertinggi
yang terjadi pada usia 55-64 tahun di Jawa Barat (21, 26%)(Kemenkes RI, 2018).Prevalensi
hipertensi di kabupaten Bandung menduduki peringkat ke-3 (11,54) setelah kota Sukabumi
(12, 53%) dan Kota Bandung (11, 71) (Kemenkes, 2019). Tingginya kejadian hipertensi
mengindikasikan bahwa hipertensi harus segera ditangani. Penanganganan yang telah
dilakukan puskesmas pada pasien hipertensi meliputi terapi farmakologi seperti pemberian
obat anti hipertensi, penyuluhan tentang diet rendah garam dan kontrol teratur yang
dilaksanakan dengan kegiatan prolanis. Upaya lain yang dapat dilakukan selain
mengkonsumsi obat adalah dengan melakukan latihan yang dapat menurunkan tekanan darah
seperti teknik relaksasi otot progresif. Relaksasi progresif adalah salah satu cara dari teknik
relaksasi yang mengombinasikan latihan napas dalam dan serangkaian seri kontraksi dan
relaksasi otot tertentu (Setyoadi, 2011) dan (Ayunani & Alie, n.d.). Hasil penelitian
menunjukkan ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah dengan nilai
p=0,005 (Dewi & Widari, n.d.). Teknik relaksasi otot progresif selain mudah untuk dilakukan
juga dapat dilakukan dimana saja tanpa membutuhkan alat (Ayunani & Alie, n.d.).
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada 5 April 2018 kejadian
hipertensi tertinggi terdapat di Puskesmas Bojong Soang dengan adanya peningkatan kasus
hipertensi pada bulan Januari terdapat 444 kunjungan hipertensi dan meningkat menjadi 1117
kasus kunjungan pada bulan Maret 2018. Puskesmas mengadakan kegiatan prolanis yang
dilakukan secara rutin setiap 2 kali dalam sebulan untuk mengatasi hipertensi. Hasil
wawancara pada lansia untuk mengatasi darah tinggi di rumah mereka cukup meminum obat
yang didapat saat mengikuti prolanis. Para lansia dan perawat juga mengatakan tidak tahu apa
itu relaksasi otot progresif dan belum pernah melakukan.
Media Karya Kesehatan: Volume 3 No 1 Mei 2020 92
Sri Mulyati Rahayu: Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Lansia
Metode
Jenis penelitian ini menggunakan Pra Eksperimental dengan pendekatan One Group Pre-test
Post-test. Populasi dalam penelitian ini lansia murni hipertensi di Puskesmas Bojong Soang
sebanyak 37 lansia yang mengikuti prolanis. Teknik pengambilan sampel menggunakan
Purposive Sampling. Kriteia inklusi pada penelitian ini adalah responden lansia yang tidak
mengalami kelemahan otot, hemiplegi, kontraktur, bisa berkomunikasi dengan baik, dan
mengikuti latihan selama 2 minggu berturut-turut. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi
sebanyak 22 lansia. Responden tetap diberikan obat anti hipertensi yang dimakan setelah
melakukan relaksasi otot progresif. Analisis menggunakan univariat dengan frekuensi dan
persentase, sedangkan bivariat sebelumnya dilakukan uji normalitas dengan shapiro wilk
didapatkan hasil α = 0,001, data tidak berdistribusi normal, sehingga menggunakan Wilcoxon
test.
Relaksasi otot progresif suatu gerakan yang diberikan pada lansia dengan
menegangkan dan melemaskan otot-otot dari kelompok otot wajah hingga kaki, selama 20
menit dilakukan seminggu 3 kali pagi dan sore hari dalam waktu 2 minggu secara berturut-
turut. Kegiatan dilakukan bersama-sama di puskesmas. Untuk nilai pre-test responden diukur
tekanan darah 5 menit sebelum dilakukan relaksasi otot progresif dan pengukuran tekanan
darah post-test 5 menit setelah selesai dilakukan relaksasi otot progresif. Setiap latihan
relaksasi otot progresif ada fase pemanasan, inti, dan pendinginan, sehingga responden
dengan tekanan darah > 160 mmHg, tetap bisa mengikuti dengan pengawasan. Analisis data
dilakukan dengan mengambil nilai rata-rata pre-test dan post test. Klasifikasi nilai tekanan
darah menggunakan JNC VIII. Penelitian ini melibatkan enumerator mahasiswa sebanyak 4
orang untuk mengukur tekanan darah sebelum dan setelah latihan relaksasi otot progresif.
dan pihak puskesmas memfasilitasi responden yang mengikuti prolanis untuk menjadi
responden penelitian.
Hasil
Tabel 1. Frekuensi Tekanan darah sistolik dan diastolik pada Lansia Penderita
Hipertensi Sebelum Dilakukan Terapi Relaksasi Otot Progresif
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa sebelum dilakukan relaksasi otot progresif
sebagian besar (63,6 %) atau 14 lansia memiliki tekanan darah dengan rentang nilai 140/90-
159/99 mmHg, dengan nilai rata-rata 149/89,5 mmHg.
Tabel 2. Frekuensi Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik pada Lansia Penderita
Hipertensi Sesudah Dilakukan Terapi Relaksasi Otot Progresif
Total 22 100%
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa sesudah dilakukan relaksasi otot progresif
sebagian besar (54,5 %) atau sebanyak 12 lansia memiliki tekanan darah dengan rentang nilai
140/99 mmHg, dengan nilai rata-rata 137/79 mmHg.
Frekuensi
Tekanan darah Sebelum Sesudah Mean P-value Z
<120/80 mmHg - 1
140/90-159/99 14 12
mmHg
≥160/100 mmHg 5 -
Berdasarkan hasil uji statistik diatas dengan uji Wilcoxon pada nilai tekanan darah
diperoleh hasil perhitungan Z -3,7, dengan nilai p-value 0,000 < α (0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak Ha diterima yang artinya terdapat pengaruh terapi teknik
relaksasi otot progresif teradap nilai tekanan darah sistolik pada lansia penderita hipertensi.
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan sebelum dilakukan relaksasi otot progresif sebagian besar (63,6
%) atau 14 lansia memiliki tekanan darah di rentang nilai 140/90-159/99 mmHg, dengan nilai
rata-rata 149/89 mmHg. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan hipertensi adalah usia hal
ini sesuai dengan hasil penelitian yang seluruh respondennya pada penelitian ini merupakan
lansia. Pada sistem kardiovaskuler lansia katup jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas
dinding aorta menurun, tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer yang
meningkat (Nugroho, 2008)(Sumardino, 2016) dan (Rosidin, Sumarni, & Suhendar, 2019)
Hasil penelitian sesudah dilakukan relaksasi otot progresif hampir setengahnya
(40,9%) atau sebanyak 12 lansia memiliki tekanan darah di rentang nilai140/90-159/99
mmHg, dengan nilai rata-rata 137/79 mmHg. Dalam hasil penelitian menunjukkan terjadi
penurunan nilai rata-rata yang sebelumnya 149/89 mmHg menjadi 137/79 mmHg atau terjadi
penurunana sebanyak 21,8 mmHg, selain itu setelah dilakukan relaksasi otot progresif tidak
ada lansia yang berada dalam rentang nilai tekanan darah ≥160/100 mmHg yang termasuk
kedalam hipertensi stadium 2
Hasil uji dengan test Wilcoxon, nilai rata-rata tekanan darah sebelum dan sesudah
dilakukan relaksasi otot progresif menunjukkan nilai p-value 0,000 < α (0,05) maka dapat
disumpulkan bahwa berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada pengaruh teknik
relaksasi otot progresif terhadap nilai tekanan darah pada lansia penderita hipertensi.
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan (Rusnoto & Alviana, 2017) yang
mengatakan bahwa ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah
pada peserta prolanis dengan p-value 0,001 (sistol) dan 0.002 (diastol)< α (0,05) yang berarti
terdapat pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah.
Penurunan tekanan darah setelah melakukan teknik relaksasi otot progresif yang dilakukan 2
minggu secara berturut-turut akan menyebabkan peningkatan aktifitas saraf parasimpatis
sehingga neurotransmitter asetilkolin akan dilepas, dan asetilkolin tersebut akan
mempengaruhi aktifitas otot rangka dan otot polos di sistem saraf perifer Neurotransmitter
asetilkolin yang dibebaskan oleh neuron kedinding pembuluh darah akan merangsang sel-sel
endothelium pada pembuluh tersebut untuk mensitesis dan membebaskan NO (oksida nitrat),
Pengeluaran NO akan memberikan sinyal pada sel-sel otot polos untuk berelaksasi sehingga
kontraktilitas otot jantung menurun, kemudian terjadi vasodilatasi arteriol dan vena sehingga
tekanan darah akan menurun (Valentine et al., n.d.) dan (Rosidin et al., 2019)
Selain itu setelah melakukan relaksasi otot progresif para lansia merasakan perasaan
bahagia dan merasa tubuhnya kembali bugar, perasaan bahagia yang didapat tentunya juga
akan merangsang zat-zat seperti serotonin (sebagai vasodilator pembuluh darah) dan hormon
endorphin yang bisa memperbaiki tekanan darah lebih lancar dan berkontribusi pada
penurunan tekanan darah (Azizah, 2011) dan (Rosidin et al., 2019).
Dengan adanya hasil penelitian yang menunjukkan terdapat pengaruh teknik relaksasi
otot progresif terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Puskesmas Bojong
Soang Kabupaten Bandung, maka penelitian ini dapat bermanfaat sebagai salah satu
intervensi yang dapat dilaksanakan dalam penatalaksanaan penderita hipertensi secara non
farmakologi. Oleh karena itu rekomendasi intuk puskesmas adalah latihan relaksasi otot
progresif bisa dijadikan salah satu materi dalam pemberian pendidikan kesehatan oleh petugas
puskesmas dalam penanganan hipertensi non-farmakologi.
Simpulan
Terima Kasih Kami ucapkan Kepada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Bhakti
Kencana yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada kami untuk melakukan
Media Karya Kesehatan: Volume 3 No 1 Mei 2020 96
Sri Mulyati Rahayu: Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Lansia
penelitian ini, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu kami dalam penyusunan penelitian.
Terdapat pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada lansia
penderita hipertensi di Puskesmas Bojong Soang Kabupaten Bandung, sehingga latihan
relaksasi otot progresif bisa dijadikan salah satu materi dalam pemberian pendidikan
kesehatan oleh petugas puskesmas dalam penanganan hipertensi non-farmakologi.
Daftar Pustaka
Ayunani, S. A., & Alie, Y. (2016). Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Tekanan Darah Pada Lanjut Usia Dengan Hipertensi Di UPT PSLU Mojopahit
Kabupaten Mojokerto. Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal of
Nursing), 2(1), 51-56.
Black dan Hawk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan Buku 2 Edisi 8. Singapore : Elsevier.
Haris, H., Aris, M., & Muliyadi, M. (2019). Peningkatan Pengetahuan Lanjut Usia melalui
Pendidikan Kesehatan dengan Menggunakan Media Power Point. Media Karya
Kesehatan, 2(2).
Kemenkes, R. I. (2018). Hasil utama RISKESDAS 2018. Online) http://www. depkes. go.
id/resources/download/info-terkini/materi_rakorpop_2018/Hasil%
20Riskesdas, 202018.
Kemenkes, R. I. (2019). Laporan Provinsi Jawa Barat RISKESDAS 2018. Jakarta : Lembaga
Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Rosidin, U., Sumarni, N., & Suhendar, I. (2019). Penyuluhan tentang Aktifitas Fisik dalam
Peningkatan Status Kesehatan. Media Karya Kesehatan, 2(2).
Rusnoto, & Alviana, I. (2017). Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Pada Peserta Prolanis, (February), 367–372
Setyoadi, K. (2011). Terapi modalitas keperawatan pada klien psikogeriatrik. Jakarta:
Salemba Medika.
Valentine, D. A., Kp, S., Kes, M., Saparwati, M., & Kep, M. (2013). Pengaruh Teknik
Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tekanan Darah pada Lansia Dengan Hipertensi di
Kel.Pringapus, Kec. Pringapus Kab. Semarang 1. Journal of Science, 4(1); 1–7.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas relaksasi otot progresif untuk
meningkatkan kualitas tidur pada lansia yang mengalami insomnia di Desa Unggahan,
Kabupaten Buleleng. Metode penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
desain penelitian pra eksperimen dengan rancangan pre-post test one group design.
Hasil penelitian menunjukkan secara statistik, relaksasi otot progresif efektif untuk
meningkatkan kualitas tidur pada lansia wanita dengan nilai p = 0,000 atau p<α (0,05).
Simpulan, relaksasi otot progresif efektif meningkatkan kualitas tidur pada lansia yang
tinggal di rumah.
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effectiveness of progressive muscle
relaxation to improve sleep quality in the elderly who has insomnia in the Unggahan
Village, Buleleng Regency. This research method is a quantitative study with a pre
experiment research design with one group design pre-post test design. The results
showed statistically, progressive muscle relaxation was effective to improve sleep
quality in elderly women with a value of p = 0,000 or p <α (0.05). Conclusion,
progressive muscle relaxation is effective in increasing sleep quality in the elderly who
live at home.
PENDAHULUAN
Populasi lansia diprediksi akan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2050
diperkirakan populasi lansia melonjak hingga mencapai tiga kali lipat dari pada tahun –
tahun sebelumnya (Data dan Informasi profil Kesehatan Indonesia, 2018). Hal ini
berdampak pada meningkatnya permasalahan kesehatan yang muncul pada Lansia.
Salah satunya adalah gangguan tidur atau insomnia. Gangguan insomnia pada orang
dewasa yang lebih tua dikaitkan dengan ketidakpuasan dengan kualitas atau kuantitas
tidur dan juga dikaitkan dengan kesulitan tidur, mempertahankan tidur, atau bangun
pagi (Cherukuri et al, 2018).
Penelitian tentang teknik relaksasi untuk lansia telah banyak dilakukan. Salah satu
penelitian yang telah dilakukan tentang manfaat teknik relaksasi otot progresif yang
dilakukan pada pasein yang mengalami hipertensi di Rumah Sakit Umum Imelda pada
tahun 2018. Penelitian dilakukan pada 23 orang yang mengalami hipertensi.
416
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425
417
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425
Populasi lansia di Asia Tenggara telah mencapai 8% atau sekitar 142 juta jiwa.
Tahun 2050 diperkirakan populasi lansia melonjak hingga mencapai 3 kali lipat dari
pada tahun – tahun sebelumnya. Berdasarkan data diperkirakan pada tahun 2020
jumlah penduduk lansia yaitu berkisar (27,08 juta jiwa ) dan pada tahun 2025 menjadi
33,69 juta jiwa, pada tahun tahun 2030 sebanyak 40,95 juta jiwa (Pusdatin, 2017).
Jumlah penduduk lansia di Provinsi Bali adalah sebesar 10,71% (Data dan Informasi
profil Kesehatan Indonesia 2018, 2018). Menurut data prevalensi tahun 2019 yang
didapatkan dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng, tentang penduduk lansia
yang di golongkan dalam umur 60-75 tahun keatas mencapai 81.7,000 jiwa.
Berdasarkan data yang ada di kantor Desa Unggahan di dapatkan jumlah lansia
keseluruhan di Desa Unggahan 480 orang.
Angka kejadian gangguan tidur lansia cukup tinggi, berdasarkan data ditemukan
bahwa di Indonesia pada usia 65 tahun terdapat 50% lansia mengalami gangguan tidur.
Prevalensi insomnia di Indonesia pada lansia masih tergolong tinggi yaitu sekitar
67%. Angka ini diperoleh dari populasi yang berusia diatas 65 tahun. Menurut jenis
kelamin, didapatkan bahwa insomnia dialami oleh perempuan yaitu sebesar 78,1% pada
usia 60-74 tahun (Mustain, 2019). Insomnia dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-
faktor tersebut adalah usia yang semakin menua, jenis kelamin perempuan, status
perkawinan, kebiasaan merokok, konsumsi minuman berkafein, faktor medis, tekanan
psikologis dan kebisingan (Ali et al, 2019).
Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi permasalahan gangguan tidur pada
lansia. Terapi bisa dilakukan dengan obat maupun tanpa obat. Terapi yang
menggunakan obat tentunya akan memimbulkan efek samping bila digunakan dalam
jangka waktu yang lama (Andri et al, 2019). Intervensi pada Insomnia memiliki tujuan
utamanya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur bersama dengan gangguan
siang hari terkait insomnia. Sebelum memulai terapi untuk insomnia, pengelolaan
kondisi komorbiditas perlu dilakukan dapat mengetahui gejala insomnia (Cherukuri et
al, 2018). Oleh karena itu, terapi yang direkomendasikan adalah terapi tanpa obat. Salah
satu terapi yang digunakan untuk memperbaiki kualitas tidur adalah dengan
menggunakan teknik relaksasi otot progresif.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada Lansia di Desa Unggahan
jumlah lansia yang di wawancara sebanyak 10 orang yang berpedoman pada The
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) yang dipilih secara acak didapatkan hasil 8 lansia
mengalami kualitas tidur buruk dan 2 lansia mengalami kualitas tidur baik (Carole
Smyth, 2012). Sebagian besar lansia menggalami gangguan tidur. Itu disebabkan karena
memikirkan pekerjaan yang belum tuntas, kesulitan memulai tidur, dan sering terbangun
saat malam hari.
Penelitian – penelitian sebelumnya membahas tentang kualitas tidur lansia secara
umum. Terapi yang diberikan secara nonfarmakologis masih belum optimal dilakukan,
penatalaksanaan pada umumnya dengan menggunakan obat-obatan. Penelitian ini
membuktikan terapi relaksasi otot progresif dapat meningkatkan kualitas tidur pada
Lansia. Selain itu, penelitian ini membahas lebih spesifik kualitas tidur pada lansia
wanita.
418
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pre eksperimental dengan
rancangan desain one group pre test post test. Sebelum diberikan intervensi, maka
dilakukan pengukuran terlebih dahulu skor kualitas tidur pada lansia sebelum diberikan
relaksasi otot progresif. Pengukuran dilakungan dengan menggunkaan kuesioner
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Setelah diperoleh nilai pre, tahapan selanjutnya
adalah dengan memberikan Relaksasi Otot Progresif pada Lansia. Pemberian intervensi
dalam Penelitian ini dilakukan setiap hari 1 kali dengan durasi 30 menit setiap sore
selama 2 minggu. Setelah dilakukan selama 2 minggu, kemudian dilakukan pengukuran
nilai post dengan menggunakan kuesioner PSQI. Teknik sampling yang digunakan Non
probability sampling dengan teknik purposive sampling. Jumlah sampel keseluruhan
dalam penelitian ini adalah 32 responden. Data diolah menggunakan program computer.
Kaji etik dalam penelitian ini dilakukan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan (KEPK)
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng.
HASIL PENELITIAN
Tabel. 1
Nilai Mean dan Standar Deviasi
Berdasarkan Usia
Tabel. 2
Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden
Tabel. 3
PSQI Responden Sebelum Diberikan
Relaksasi Otot Progresif
419
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425
Tabel. 5
Hasil Analisis Pre dan Post Test
Paired Differences
Variabel N
Perbedaan (Mean ± SD) P
Pre-test & Post-test 32
7,475 ±5,826 0,000
kualitas tidur lansia
Sumber: Data Primer (2019)
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara statistik, uji selisih pada skor PSQI pada
pre dan posttest diberikan latihan relaksasi otot progresif menunjukkan nilai yang
sognifikan. Berdasarkan tabel 5 di atas dengan menggunakan program komputer,
menunjukan bahwa nilai P-value 0,000 (P< 0,05). Secara statistik, ini menunjukkan
terdapat perbedaan kualitas tidur sebelum dan sesudah diberikan intervensi relaksasi
otot progresif.
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Kelompok masyarakat yang mengalami insomnia terjadi pada kelompok yang
berusia diatas 60 tahun. Ini tergolong ke dalam lansia. Semakin meningkat usia
seseorang, maka risiko mengalami gangguan kesehatan semakin meningkat. Hasil
penelitian pada estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata
umur lansia adalah diantara 62,53 sampai dengan 66,25 tahun, dengan rata-rata umur
lansia adalah 62, 27 tahun. Menurut peneliti umur responden yang tergolong lansia akan
sering mengalami gangguan kebutuhan tidur, hal ini terjadi karena proses penuaan yang
sangat mempengaruhi kualitas tidur lansia.
420
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425
Pola tidur yang normal mulai berubah sesuai bertambahnya usia, akibat reduksi
saraf yang mempengaruhi gelombang tidur atau oleh karena defisit sistem saraf pusat
yang menyebabkan berkurangnya reaksi terhadap alarm ekstrinsik dan disfungsi irama
tubuh serta berkurangnya pengeluaran melatonin. Kondisi umur lansia yang semakin
meningkat membuat lansia mengalami penurunan fungsi sel saraf otak yang
menyebabkan reduksi kerja saraf yang berpengaruh pada penurunan perasaan yang
merangsang untuk tidur. Hal ini secara fisiologis dapat menyebabkan kualitas dan
kuantitas tidur lansia menurun (Prasetyo et al, 2020).
Semua lansia yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah lansia dengan
jenis kelamin perempuan. Menurut peneliti jenis kelamin perempuan memang sangat
dominan untuk mengalami gangguan tidur khususnya kepuasan tidur. Aktifitas
perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini akan berdampak pada
kualitas tidur disebabkan karena perempuan bangun pada dini hari untuk membuatkan
makanan untuk anak-anaknya dan juga suaminya, dan perempuan juga sering
mengantuk saat melakukan aktifitas di siang hari. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hartono pada tahun 2019. Penelitian yang telah
dilakukan mengungkapkan bahwa Insomnia terjadi pada lansia yang berusia diatas 60
tahun. Hal ini disebabkan karena lansia mengalami perubahan-perubahan secara fisik
dan neurologis pada tubuhnya. Jenis kelamin perempuan lebih banyak yang mengalami
Insomnia (Februanti et al, 2019).
Selain usia, karakteristik pendidikan juga dilihat dalam penelitian ini. Pendidikan
responden sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SD sebanyak 25 orang (78,2%)
dan SMP 7 orang (21,8%). Berdasarkan pendidikan, lansia di Desa Unggahan
pendidikannya dapat dikategorikan rendah. Menurut peneliti, rendahnya tingkat
pendidikan seseorang akan lebih banyak tingkat stresornya. Stressor yang tinggi dapat
menambah beban pikiran, sehingga dapat mengganggu kualitas tidur seseorang. Peneliti
berasumsi bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin meningkat pula
kualitas tidurnya, sebaliknya semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin
menurun pula kualitas tidurnya.
Penelitian yang dilakukan tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
sebelumnya. Pendidikan yang rendah tidak berkorelasi secara langsung terhadap
kualitas tidur. Namun, pendidikan yang rendah cenderung berdampak pada kecemasan
Lansia. Kecemasan inilah yang akan mengakibatkan kesulitan untuk tidur. Hasil analisis
menunjukan adanya hubungan antara tingkat kecemasan dan kualitas tidur lansia
(Dariah, Okatiranti, 2015).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Sakiri dan
Astuti pada tahun 2019. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa lansia yang
berpendidikan rendah menderita insomnia lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang
berpendidikan lebih tinggi (Sakitri, Astuti, 2019).
421
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425
responden sebelum diberikan intervensi relaksasi otot progresif adalah 37,85 dengan
nilai minimum 22 dan nilai maksimum 48. Menurut asumsi peneliti, kualitas tidur
lansia di Desa Unggahan disebabkan aktivitas fisik dan kurangnya relaksasi. Hal ini
dilihat dari aktivitas lansia yang masih produktif, melakukan aktifitas di kebun dan juga
lansia didesa unggahan dominan bekerja sebagai petani maka waktu yang mereka punya
hanya untuk mengarus ladang. Berdasarkan teori, banyaknya aktivitas yang dilakukan
tentu menyebabkan masalah fisik dan psikologis. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian tentang penyakit fisik dan lingkungan yang mempengaruhi kejadian insomnia
pada lansia (Hartono et al, 2019).
Masalah psikologis juga terjadi pada lansia yang mengalami insomnia. Gejala
yang muncul adalah kecemasan pada lansia. Sejalan dengan penelitian tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi tidur salah satunya adalah kecemasan. Hasil penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kecemasan dengan
kualitas tidur pada pasien insomnia. Gaya hidup yang dimaksud adalah rutinitas yang
sering dilakukan oleh seseorang dapat mempengaruhi pola tidur. Kepuasan kualitas
tidur seseorang dipengaruhi oleh irama sirkadian yaitu dengan siklus tidur 24 jam siang
sampai malam.
422
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425
SIMPULAN
Karakteristik responden dalam penelitian ini yaitu lansia wanita. Berdasarkan
pendidikan, yang terbanyak adalah lansia dengan pendidikan Sekolah Dasar. Terdapat
perbedaan Skor PSQI sebelum dilakukan intervensi dan setelah dilakukan intervensi.
Pada nilai pre dan post dapat dibandingkan bahwa terjadi peningkatan kualitas tidur
pada lansia. Hal ini menunjukkan bahwa relaksasi otot progresif efektif untuk
meningkatkan kualitas tidur pada lansia. Dengan demikian, relaksasi otot progresif
sangat potensial diterapkan untuk meningkatkan kualitas perawatan pada lansia.
SARAN
Bagi Pelayanan
Puskesmas sebagai tempat pelayanan perlu mempertimbangkan untuk
menerapkan relaksasi otot progresif. Dalam penerapannya, perlu dipertimbangan untuk
pembuatan media promosi berupa leaflet dengan materi relaksasi otot progresif untuk
meningkatkan kualitas tidur pada lansia.
423
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425
Bagi Keilmuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi bagi
keperawatan terutama dalam keperawatan gerontik dan keperawatan komunitas.
Sehingga mutu pelayanan keperawatan semakin meningkat.
Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian lanjutkan untuk menyempurnakan penelitian diperlukan dengan
menambahkan jumlah sampel dan mebandingkan hasil penelitian terhadap lansia laki-
laki. selain itu, modifikasi teknik relaksasi otot progresif dengan menambahkan teknik
yang lain juga direkomendasikan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, T., Belete, H., Awoke, T., Zewde, F., Derajew, H., Yimer, S., & Menberu, M.
(2019). Insomnia among Town Residents in Ethiopia: A Community-Based
Cross-Sectional Survey. Sleep Disorders, 2019, 1–7.
https://doi.org/10.1155/2019/6306942
Andri, J., Karmila, R., Padila, P., Harsismanto, J., & Sartika, A. (2019). Pengaruh
Terapi Aktivitas Senam Ergonomis terhadap Peningkatan Kemampuan Fungsional
Lansia. Journal of Telenursing, 1(2), 304–313.
https://doi.org/https://doi.org/10.31539/joting.v1i2.933
Carole Smyth. (2012). The Pittsburgh Sleep Quality Index ( PSQI ) The Pittsburgh
Sleep Quality Index ( PSQI ). New York. https://doi.org/10.1007/978-1-4419-
9893-4
Cherukuri, C. M., Kaplish, N., Malepati, D. C., Khawaja, I. S., Bhatia, S. K., & Bhatia,
S. C. (2018). Insomnia in older adults. Psychiatric Annals, 48(6), 279–286.
https://doi.org/10.3928/00485713-20180514-01
Danirmala, D., & Ariani, P. (2019). Angka Kejadian Insomnia pada Lansia di Panti
Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar. E-Jurnal Medika, 8(1), 27–32
Dariah, E. D., & Okatiranti, O. (2015). Hubungan Kecemasan dengan Kualitas Tidur
Lansia di Posbindu Anyelir Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Jurnal
Ilmu Keperawatan
Duman, M., & Taşhan, S. T. (2018). The effect of Sleep Hygiene Education and
Relaxation Exercises on Insomnia among Postmenopausal Women: A
Randomized Clinical Trial. International Journal of Nursing Practice, 24(4), 1–8.
https://doi.org/10.1111/ijn.12650
Ekarini, N. L. P., Heryati, H., & Maryam, R. S. (2019). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot
Progresif terhadap Respon Fisiologis Pasien Hipertensi. Jurnal Perawat
Indonesia, 10(1), 47. https://doi.org/10.26630/jk.v10i1.1139
Februanti, S., Hartono, D., & Cahyati, A. (2019). Penyakit Fisik dan Lingkungan
terhadap Insomnia bagi Lanjut Usia. Quality : Jurnal Kesehatan, 13(1), 1–4.
https://doi.org/10.36082/qjk.v13i1.51
Habibollahpour, M., Ranjkesh, F., Motalebi, S. A., & Mohammadi, F. (2019). The
Impact of Benson’s Relaxation Technique on the Quality of Sleep in the Elderly.
Topics in Geriatric Rehabilitation, 35(1), 88–94.
https://doi.org/10.1097/TGR.0000000000000204
Hartono, D., Somantri, I., & Februanti, S. (2019). Hipnosis Lima Jari dengan
Pendekatan Spiritual Menurunkan Insomnia pada Lansia. Jurnal Kesehatan,
10(2), 187–192. https://doi.org/10.26630/JK.V10I2.1218
424
2020. Jurnal Keperawatan Silampari (JKS) 3 (2) 416-425
Hidayat, S., & Hanifah, M. (2019). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif terhadap Pola
Tidur pada Lansia di Dusun Daleman Desa PorehKecamatan Lenteng. Jurnal
Ilmiah Keperawatan Stikes Hang Tuah Surbaya.
https://doi.org/10.30643/jiksht.v13i1.17
Kemenkes RI. (2018). Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2018
Mustain, D. (2019). Pengaruh Terapi Beapreasi (Kombinasi Senam Otak dengan
Relaksasi Benson) terhadap Kualitas Tidur, 3(1), 1–8
Prasetyo, W., Nancye, P. M., & Sitorus, R. P. (2020). Pengaruh Relaksasi Benson
terhadap Tingkat Insomnia pada Lansia di Griya Usia Lanjut St . Yosef Surabaya.
Jurnal Keperawatan Stikes William Booth, 8(2), 34–42
Sakitri, G., & Astuti, R. K. (2019). Efektifitas Teknik Relaksasi Progresif untuk
Mengurangi Insomnia pada Usia Lanjut. Avicenna Journal of Health Research,
2(2), 34–45. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Sunaringtyas, D. Z., Kusdiantoro, L. W. F. (2018). Pengaruh Pelaksanaan Relaksasi
Otot Progresif terhadap Kualitas Tidur pada Lansia Hipertensi di Puskesmas
Tumpang Kecamatan Talun Kabupaten Blitar. Jurnal Keperawatan Respati
Yogyakarta
Ziraluo, H. D. A. A. W. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif terhadap
Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Rsu Imelda. Jurnal
Keperawatan Priority, 1(2), 96–104
425