Anda di halaman 1dari 16

Dosen Pengampu Kelompok

Khairil Anwar, Dr., S.Ag., M.A. 3

MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA


ASPEK-ASPEK PSIKOLOGIA BERKAITAN DENGAN PERKEMBANGAN
KEAGAMAAN

OLEH
Eka Setya Maharani (12060120561)
Muhammad Zikri (12060112484)
Renni Khadijah (12060122828)
Syamsia Hayati (12060120545)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI S1


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “aspek-
aspek psikologis berkaitan dengan perkembangan keagamaan” ini sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan. Sholawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi
Muhammad saw.
Makalah tentang “aspek-aspek psikologis berkaitan dengan perkembangan keagamaan” ini
telah kami usahakan semaksimal mungkin dan dengan bantuan dari berbagai pihak,
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak luput
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini. Tidak lupa kami menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada Bapak Khairil Anwar, Dr., S.Ag., M.A. selaku dosen mata kuliah Studi Hadist.
Namun, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan panulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Semoga dengan selesainya makalah ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya
sehingga dapat memberikan inspirasi dan wawasan bagi pembaca.

Pekanbaru, 01 Desember 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C. Tujuan ...................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2


A. Pengertian Intelektual .............................................................................................. 2
B. Sikap ........................................................................................................................ 5
C. Tingkah Laku ........................................................................................................... 9

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 12


A. Kesimpulan .............................................................................................................. 12
B. Saran ........................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 13

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perkembangan manusia mulai dari prenatal hingga lanjut usia mengalami
perkembangan agama yang selalu mengikuti seperti pada saat manusia itu dilahirkan
pasti akan mengikuti agama yang dianut oleh orang tuanya karena hanya orang tuanya
yang menjadikan anak itu islam, majusi, yahudi atau nasrani tetapi ketika manusia itu
sudah menginjak usia remaja maka dia akan mulai berpikir secara mandiri bagaimana
cara mengimplementasikan ajaran agama yang dianutnya dalam khidupan sehari-harinya
hingga dia menginjak usia dewasa maka dia akan lebih matang dalam beragama.
Manusia dilahirkan di dunia ini dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis. Walaupun
dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten.
Potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan
yang mantap lebih-lebih pada usia dini. Fisik atau jasmani manusia baru akan berfungsi
secara sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi mental lainnya pun baru
akan berfungsi jika kematangan dan pemeliharaan serta bimbingan dapat diarahkan
kepada pengeksplorasian perkembangannya. Kemampuan itu tidak dapat dipenuhi
secara sekaligus melainkan melalui pentahapan. Demikian juga perkembangan agama
pada diri anak. Perasaan anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia
merupakan campuran dari bermacam- macam emosi dan dorongan yang saling
bertentangan.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Pengertian Intelektual, sikap, dan tingkah laku!
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan keagamaan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Intelektual, sikap, dan tingkah laku
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan keagamaan
2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Intelektual
Kecerdasan dalam Bahasa Inggris disebut intelligence dan dalam Bahasa Arab adz-
Dzaka menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu.
Dalam arti, kemampuan (al-qudrah) dalam memahami sesuatu secara cepat dan
sempurna.
Crow dan Crow, mengemukakan bahwa inteligensi berarti kapasitas umum dan
individu yang dapat dilihat pada kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntutan
kebutuhan-kebutuhan baru, keadaan ruhaniah secara umum yang dapat disesuaikan
dengan problem-problem dan kondisi-kondisi yang baru di dalam kehidupan.
Macam-macam Inteligensi (Kecerdasan):
1. Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan Intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan proses
berpikir seperti: daya menghubungkan dan menilai atau mempertimbangkan
sesuatu. Atau, kecerdasan yang berhubungan dengan strategi pemecaham
masalah dengan menggunakan logika. Kecerdasan intelektual ini dari segi
kuantitas tidak bisa dikembangkan karena ia merupakan pembawaan sejak lahir,
namun kualitasnya dapat dikembangkan.
Menurut Kohnstam, kualitas kecerdasan intelektual dapat dikembangkan
dengan beberapa syarat:
a) Bahwa pengembangan tersebut hanya sampai batas kemampuan, dan tidak dapat
melebihinya.
b) Setiap orang mempunyai batas kemampuan yang berbeda.
c) Bahwa pengembangan tersebut tergantung kepada cara berpikir yang metodis.
d) Tinggi rendahnya kecerdasan intelektual seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
 Pembawaan, yaitu kesanggupan yang dibawa semenjak lahir dan setiap
orang tidak ada yang sama.
 Kematangan, yaitu saat munculnya daya intelek yang siap untuk
dikembangkan mencapai puncaknya (masa peka).
 Lingkungan, yaitu factor luar yang mempengaruhi inteligensi pada masa
perkembangannya.
 Minat, yaitu motor penggerak dalam perkembangan inteligensi.
3

 Klasifikasi IQ menurut Woodwort & Marquis


IQ Tafsiran
>140 Genius
130-139 Very superior
120-129 Superior
110-119 Average
90-109 Dull average
70-89 Bordeline
50-69 Devil/morou
30-49 Abicilie
<30 Idiot

2. Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient/EQ)


Pengertian Kecerdasan emosional merupakan sebuah istilah baru yang
pertama kali ditemukan oleh Salovey, psikolog dari UniversitasYale, dan Mayer
dari Universitas New Hampeshire pada tahun 1990.Istilah EQ menjadi lebih
popular setelah Daniel Goleman menulis buku yang berjudul Emotional
Intelegence.
Salovey dan Mayer menggunakan istilah kecerdasan emosi untuk
menggambarkan sejumlah kemampuan mengenali emosi diri sendiri, mengelola
dan mengekspresikan emosi diri sendiri dengan tepat, memotivasi diri sendiri,
mengenali orang lain dan membina hubungan dengan orang lain. Kecerdasan
emosi mencakup kemampuan yang berbeda tetapi saling melengkapi dengan
kecerdasan akademik (academic intelligence), yaitu kemampuan kognitif murni
yang dilakukan dengan IQ.
Fungsi dan peranan kedua belah otak menurut De Potter dan Henarcke:
Otak Kiri Otak Kanan
Matimatika, Sejarah, Persepsi, Intuisi, Imajinasi
Bahasa
Konvergen (runtut), Divergen
Sistemis
Analisis Perasaan
Perbandingan Terpadu, holistic
Hubungan Perasaan
Linier Non Linier
Logis Mistic, Spiritual
Scientific Kreatif
Fragmen Rasa, seni
IQ= Hasil Kerja dari EQ= Hasil kerja dari otak
otak kiri kanan
4

Mahmud az-Zaky mengemukakan bahwa kecerdasan emosional pada dasarnya


mempunyai hubungan yang erat dengan kecerdasan Uluhiyah (keTuhan-an). Jika tingkat
pemahaman seseorang dan pengalaman nilai-nilai keTuhan-annya tinggi dalam
hidupnya, maka berarti dia telah memiliki kecerdasan emosi yang baik pula. Hal yang
sama juga diungkapkan oleh Abdul Rahman Al-Aisu yang mengatakan bahwa terdapat
hubungan yang erat antara kecerdasan emosional dengan kecerdasan ketuhanan
Aspek-aspek Kecerdasan Emosional menurut Ary Ginanjar Agustian:
 Konsistensi (Istiqamah)
 Kerendahan hati (Tawadhu)
 Berusaha dan berserah diri (Tawakkal)
 Ketulusan (Ikhlas)
 Totalitas (Kaffah)
 Keseimbangan (Tawazun)
 Integritas dan penyempurnaan (Ihsan)
Hal-hal yang dilakukan untuk memperoleh kecerdasan emosional yang tinggi (matang)
menurut Jalaluddin Rahmat adalah:
a) Musyarathah, berjanji pada diri sendiri untuk membiasakan perbuatan baik dan
membuang perbuatan yang buruk;
b) Muraqabah, memonitor reaksi dan perilaku sehari-hari;
c) Muhasabah, melakukan perhitungan baik dan buruk yang pernah dilakukan; dan
d) Muatabah dan Muaqabah, yaitu mengecam keburukan yang dikerjakan dan
menghukum diri sendiri (sebagai hakim sekaligus sebagai terdakwa).
Aspek Kecerdasan Emosional menurut Daniel Goleman
 Kemampuan mengenali emosi diri;
 Kemampuan menguasai emosi diri;
 Kemampuan memotivasi diri;
 Kemampuan mengenali emosi orang lain;
 Kemampuan mengembangkan hubungan dengan orang lain

3. Kecerdasan Moral
Pengertian kecerdasan moral adalah kemampuan untuk merenungkan mana
yang benar dan mana yang salah, dengan menggunakan sumber emosional dan
intelektual manusia. Indikator dari kecerdasan moral adalah adalah bagaimana
seseorang memiliki pengetahuan tentang moral yang benar dan yang buruk,
kemudian ia mampu menginternalisasikan moral yang benar ke dalam kehidupan
nyata dan menghindarkan diri dari moral yang buruk.
5

Menurut Abdul Mujib, kecerdasan moral tidak bias dicapai dengan menghafal
atau mengingat kaedah atau aturan yang dipelajari di dalam kelas melainkan
membutuhkan interaksi dengan lingkungan luar.

4. .Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual bukanlah doktrin agama yang mengajak manusia untuk
cerdas memilih salah satu agama, ia merupakan sebuah konsep, yaitu bagaimana
seseorang mengelola maknamakna, nilai-nilai dan kualitas kehidupan
spiritualnya. Kehidupan spiritual meliputi:
a) Hasrat untuk hidup bermakna
b) Motivasi mencari makna hidup
c) Mendambakan hidup bermakna

5. Kecerdasan Qalbiyah
Pengertian kecerdasan Qalbiyah adalah sejumlah kemampuansecara cepat dan
sempurnauntuk mengenal kalbu dan aktifitas-aktiftasnya, mengelola dan
mengekspresikan jenis-jenis kalbu secara benar, memotivasi kalbu untuk
membina hubungan moralitas dengan orang lain dan hubungan Ubudiyah
denganTuhan. MenurutToto Tasmara, Qalbu adalah hati nurani yang menerima
limpahan cahaya kebenaran Ilahiyah yaitu ruh. Dengan kalbu inilah Allah
memanusiakan manusia dan memulikannya dibandingkan makhluk yang lain.

B. Sikap
1. Pengertian Sikap keagamaan
Sikap keagamaan merupakan suatu keadaaan yang ada dalam diri seseorang
yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya
terhadap agama. Sikap keagamaan tersebut oleh adanya konsistensi antara
kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama
sebagai unsur afektif, dan perilaku terhadap agama sebagai unsur konatif. Jadi,
sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan
agama, perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang. Sikap
keagamaan dapat dilihat dari sikap yang ditampilkan dari unsur kognitif, afektif,
dan konasi. Baiknya sikap keagamaan seseorang tergantung dari keserasian
antar ketiga unsur tersebut dalam jiwa seseorang. Begitu juga sebaliknya, jika
tidak serasi maka akan mengalami gangguan atau ketimpangan dalam perilaku
keagamaannya seperti ateis, konversi agama, fanatisme dan lain-lain. Menurut
Zakiah Darajat, Psikologi agama adalah suatu cabang ilmu yang meneliti
tentang pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku manusia atau
6

mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara berpikir, bersikap,
bereaksi, dan bertingkah laku seseorang tidak dapat dipisahkan dari
keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya
(Darajat, 1971). Sementara itu Jalaluddin (2012), mendefinisikan psikilogi
agama sebagai cabang ilmu yang meneliti dan mempelajari tingkah laku
manusia dalam hubungannya dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang
dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing.
Upaya untuk mempelajari tingkah laku keagamaan tersebut dilakukan melalui
pendekatan psikologi. Berdasarkan pada definisi tersebut di atas, dapat diketahui
adanya suatu pengertian yang bersifat umum, yaitu masalah proses kejiwaan
terhadap agama serta pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Dari pengertian
ini, paling tidak akan diperoleh gambaran tentang bagaimana fungsi dan
pengaruh keyakinan terhadap suatu agama kepada sikap dan tingkah laku lahir
(sikap dan bereaksi) dan batin (cara berpikir, merasa dan sikap emosi)
seseorang. Sedangkan penulis menyimpulkan, bahwa psikologi agama adalah
salah satu cabang ilmu psikologi yang mengkaji tentang gejala-gejala kejiwaan
dan tingkah laku seseorang yang dapat diamati secara langsung, dimana gejala-
gejala kejiwaan dan tingkah laku tersebut dibentuk dan dipengaruhi oleh aspek-
aspek keagamaan yang dia yakini.
2. Mempengaruhi Perkembangan Jiwa sikap Keagamaan Remaja
Sikap keagamaan terbentuk dari oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor
ekstern. Perkembangan jiwa keagamaan selain ditentukan oleh faktor ekstern
juga ditentukan intern seseorang. Seperti halnya aspek kejiwaan lainnya, maka
para ahli psikologi agama mengemukakan berbagai teori berdasarkan
pendekatan masing-masing. Tetapi, secara garis besarnya faktor-faktor yang ikut
mempengaruhi terhadap perkembangan jiwa keagamaan antara lain faktor
hereditas, tingkat usia, kepribadian, dan kondisi kejiwaan seseorang (Jalaludin,
2012).
a) Faktor Intern
Perkembangan jiwa keagamaan selain ditentukan oleh faktor ekstern
juga ditentukan oleh faktor intern seseorang.
 Kepribadian
Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur,
yaitu unsur hereditas dan lingkungan. Adanya kedua unsure yang
membentuk kepribadian itu menyebabkan munculnya konsep
tipologi da karakter. Tipologi lebih ditekankan kepada unsur
bawaan, sedangkan karakter lebih ditekankan oleh adanya
pengaruh lingkungan. Unsur pertama (bawaan) merupakan faktor
intern yang memberi ciri khas pada diri seseorang. Dalam kaitan
ini, kepribadian sering disebut identitas seseorang yang sedikit
banyaknya menampilkan ciri-ciri pembeda dan individu lain luar
dirinya. Dalam kondisi normal, memang secara individu manusia
memiliki perbedaan dalam kepribadian. Dan perbedaan ini
7

diperkirakan berpengaruh terhadap perkembangan aspek-aspek


kejiwaan termasuk jiwa keagamaan.
 Kondisi Kejiwaan
Kondisi kejiwaan ini terkait dengan kepribadian sebagai faktor
intern. Menurut Sigmund Freud menunjukkan bahwa gangguan
kejiwaan ditimbulkan oleh konflik yang tertekan di alam
ketidaksadaran manusia. Konflik akan menjadi sumber gejala
kejiwaan yang abnormal. Gejala-gejala kejiwaan yang abnormal
ini bersumber dari kondisi saraf, kejiwaan, dan kepribadian.
Kondisi kejiwaan yang bersumber dari neourose ini
menimbulkan gejala kecemasan neouros, absesi, dan kompulsi
dan amnesia. Barangkali, banyak jenis perilaku abnormal yang
bersumber dari kondisi kejiwaan yang tak wajar. Tetapi, yang
penting dicermati adalah hubungannya dengan perkembangan
jiwa keagamaan.
b) Faktor Ekstern
Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa
keagamaan dapat dilihat dari lingkungan dimana seseorang itu hidup
 Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam
kehidupan manusia. Keluarga merupakan lingungan sosial
pertama yang dikenalnya. Dengan demikian, kehidupan keluarga
menjadi fase sosialisasi bagi pembentukan keagamaan anak.
Sigmund Freud dengan konsep Father Image menyatakan bahwa
perkembangan jiwa keagamaan anak dipengaruhi oleh citra anak
terhadap bapaknya. Jika seorang bapak menunjukkan sikap dan
tingkah laku yang baik, maka anak akan cenderung
mengidentifikasikan sikap dan tingkah laku yang baik pula,
begitu sebaliknya. Pengaruh kedua orang tua terhadap
perkembangan jiwa keagamaan anak dala, pandangan Islam
sudah lama disadari. Oleh Karen itu, sebagai intervensi terhadap
perkembngan jiwa keagamaan tersebut, kedua orang tua
diberikan beban tanggung jawab. Keluarga dinilai sebagai faktor
dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa
keagamaan.
 Lingkungan Institusional
Lingkungan intitusional yang ikut mempengaruhi perkembangan
jiwa keagamaan dapat berupa instutusi formal seperti sekolah
ataupun nonformal seperti berbagai perkumpulan dan organisasi.
Sekolah sebagai institusi penddikan formal ikut memberi
pengaruh dalam membantu perkembangan kepribadian anak.
 Lingkungan Masyarakat
Boleh dikatakan setelah menginjak usia sekolah, sebagian besar
waktu jaganya dihabiskan di sekolah dan masyarakat. Meskipun
8

longgar, namun kehidupan bermasyarakat dibatasi oleh berbagai


norma dan nilai-nilai yang di dukung warganya. Karena itu,
setiap warga berusaha untuk menyesuaikan sikap dan tingkah
laku dengan norma dan nilai-nilai yang ada. Sepintas, lingkungan
masyarakat bukan merupakan lingkungan yang mengandung
unsur tanggung jawab, melainkan hanya merupakan unsur
pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yang ada terkadang
lebih mengikat sifatnya. Bahkan, terkadang pengaruhnya lebih
besar dalam perkembangan jiwa keagamaan, baik dalam bentuk
positif maupun negatif.
3. Sikap Keberagamaan Pada Orang Dewasa
Orang dewasa sudah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang
mantap yang terlihat dari caranya bertindak dan bertingkah laku yang agak
bersifat tetap (tidak berubah-ubah), serta pemikiran terhadap kehidupan
mendapat perhatian yang tegas. Pada masa ini orang dewasa sudah berfikir
tentang tanggung jawab, nilai-nilai sosial moral, ekonomis, dan keagamaan yang
kuat (Buchori, 2002). keberagamaan seseorang di usia dewasa sulit untuk
diubah. Jika terjadi perubahan mungkin prose situ terjadi setelah melewati
proses pemikiran yang panjang dan matang. Jika orang dewasa memilih nilai
yang bersumber dari nilai-nilai selain agama, hal itupun akan dipertahankan
sebagai pandangan hidupnya. Kemungkinan ini memberikan peluang bagi
munculnya kecenderungan sikap yang anti agama, bila menurut akal sehatnya
terdapat kelemahan-kelemahan tertentu dalam ajaran agama yang dipahaminya.
Bahkan tidak jarang sikap anti ajaran agama itu diperlihatkan dalam bentuk
sikap menolak terhadap ajaran agama yang dianggapnya terlalu mengikat dan
bersifat dogmatis Sikap kebergamaan ini membawa mereka untuk secara mantap
menjalankan ajaran agama yang mereka anut. Sehingga tidak jarang sikap
keberagamaan ini dapat menimbulkan ketaatan yang berlebihan dan menjurus ke
sikap fanatisme. Karena itu sikap keberagamaan orang dewasa cenderung
didasarkan atas pemilihan terhadap ajaran agama yang dapat memberikan
kepuasan batin atas dasar pertimbangan akal sehat.Sejalan dengan tingkat
perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan orang dewasa antara lain
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab
diri sehingga sikap keberagamaan mereka merupakan realisasi dari sikap hidup.
 Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang,
bukan sekedar ikut-ikutan.
 Cenderung bersifat realistis, sehingga norma-norma agama lebih banyak
diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
 Bersikap positif pada ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk
mempelajari dan memperdalam pemahaman agamanya.
 Menunjukkan sikap yang lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
9

 Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama, sehingga kemantapan


beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran juga didasarkan atas
pertimbangan nurani.
 Sikap keberagamaan cenderung mengarah pada tipe-tipe kepribadian masing-
masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima,
memahami, dan melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
 Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial,
sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah
berkembang (Mustafa, 2006).

Dengan demikian agama orang dewasa secara umum sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
 Faktor hereditas dan asal usul keluarganya sendiri
 Kondisi keberagamaan keluarga suami/istri serta kondisi keberagamaan keluarga
yang dibangunnya sekarang.
 Pendidikan formal maupun nonformal yang pernah dialaminya.
 Pengalaman hidup, baik masa lalu maupun sekarang.
 Lingkungan hidup, baik masa lalu maupun sekarang.
 Pekerjaan dan Pergaulan, baik dilingkungan masyarakat sekitar maupun di
tempat kerja.
 Hasil olah pikir, motivasi, inovasi, serta olah perasaan yang dialami dan
dilakukan selama ini.
 Pengaruh media, baik cetak maupun elektronik yang mereka terima selama ini.
 Faktor hidayah dari Allah SWT.

Sikap keberagaman pada orang dewasa masa dewasa merupakan kelanjutan


dari masa remaja dan pada periode ini biasanya manusia sudah mapan secara
psikologis. Dari segi perkembangan jiwa keagamaan pada usia ini belum banyak
diungkapkan oleh para ahli, pada umumnya yang banyak dibahas secara fisik
dalam bentuk pertumbuhan sudah berakhir pada masa ini dan umumnya mereka
sudah meninggalkan bangku pendidikan menengah). Hurlock (2001) .

C. Tingkah Laku
a) Pengertian Tingkah Laku
Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa tingkah laku sama artinya
dengan perangai, kelakuan, atau perbuatan. Tingkah laku itu merupakan tanggapan
atau atau rangkain tanggapan yang dibuat sejumlah mahkluk hidup. Dalam hal ini
tingkah laku itu walaupun harus mengikut sertakan tanggapan pada suatu
organisme, termasuk yang ada diotak, bahasa, pemikiran, impian-impian, harapan-
harapan, dan sebagainya, tetapi iya juga menyangkut mental sampai aktivitas fisk.
10

b) Pengertian Tingkah Laku Keagamaan


Tingkah laku keagamaan adalah segala aktivitas manusia dalam kehidupan
didasarkan atas nilai-nilai agama yang diyakininya. Tingkah laku keagamaan
terebut merupakan perwujudan dari jiwa keagamaan berdasarkan kesadaran dan
pengalaman beragama pada diri sendiri.
Tingkah laku kegamaan itu sendiri pada umumnya diposting oleh adanya suatu
sikap keagamaan yang merupakan keadaan yang ada pada diri seseorang. Dengan
sikap itu akhirnya lahir tingkah laku keagamaan sesuai dengan kadar ketaan
seseorang terhadap agama yang dipercayanya.
c) Motivasi yang Melahirkan Tingkah Laku Keagamaan
Peyebab tingkah laku keagamaan manusia itu merupakan campuran antara
berbagai faktor, baik faktor lingkungan, biologi, psikoogi rohaniah, unsur
fungsional., unsur asli dan fitrah atau Karunia Tuhan. Karena itu studi yang mampu
membahas masalah empiris, non empiris dan rohaniah adalah agama.
Menurut Nico Syukur Dister terdapat empat hal yang menyebabkan seseorang
memunculkan tingkah laku keagamaan, yaitu:
 Untuk mengatasi frustasi
 Untuk menjaga kesusilaan serta tata tertip masyarakat
 Untuk memuaskan intelek yang ingin tahu
 Untuk mengatasi ketakutan.
d) Prilaku Menyimpang Tingkah Laku Keberagamaan
Pengertian perilaku menyimpang tingkah laku keberagamaan selalu saja
mengeluarkan stereotype individual yakni: positif, netral, dan negatif. Positif
terdapat pada paradigma orang yang memahami perilaku keberagaman seseorang
mengandung manfaat, dan netral adalah seseorang yang cenderung mengabaikan
tingkah laku itu tidak dikehendaki, tidak bermanfaat, atau ungkapan semacamnya.
Ada anggapan bahwa istilah “perilaku menyimpang” tidak mempunyai nilai ilmaih.
Anggapan ini berkesimpulan bahwa istilah tersebut bersama dengan istilah
“masalah-
masalah sosial” dan “patologi sosial” hanya menunjuk pada sejumlah kondisi yang
ditinjau dari segi sistem nilai si-peninjau akan menunjukan variasi, tergantung dari
saat terjadinya dan siapa yang meninjaunya (Sadli, 1977).
Mengenai anggapan ini Cohen (1969) mengemukakan bahwa memang benar
tidak ada consensus, dan juga bahwa istilah “perilaku menyimpang” seringkali
berkaitan dengan aturan-aturan normatif yang dianut dan dimiliki si-penilai pada
11

suatu saat. Tetapi berbagai interprestasi mengenai istilah tersebut perlu dipahami,
dalam arti bahwa definisi-definisi, konsep-konsep, ataupun kegiatan-kegiatan yang
dibahas atau diteliti sebagai perilaku menyimpang menunjuk pada ciri-ciri perilaku
tertentu.
Cohen mendefinisikan perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang melanggar,
bertentangan, atau menyimpang dari aturan-aturan normatif, pengertian-pengertian
normatif maupun dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan. Terjadinya
keagamaan yang menyimpang berkaitan erat dengan perubahan sikap.
12

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kecerdasan Intelektual adalah kecerdasan yang berhubungan dengan proses berpikir seperti:
daya menghubungkan dan menilai atau mempertimbangkan sesuatu. Atau, kecerdasan yang
berhubungan dengan strategi pemecaham masalah dengan menggunakan logika.
Sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama,
perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang.
Tingkah laku itu merupakan tanggapan atau atau rangkain tanggapan yang dibuat
sejumlah mahkluk hidup.
Faktor-faktor yang ikut mempengaruhi terhadap perkembangan jiwa keagamaan antara
lain faktor hereditas, tingkat usia, kepribadian, dan kondisi kejiwaan seseorang
(Jalaludin, 2012).
Agama orang dewasa secara umum sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
 Faktor hereditas dan asal usul keluarganya sendiri
 Kondisi keberagamaan keluarga suami/istri serta kondisi keberagamaan keluarga
yang dibangunnya sekarang.
 Pendidikan formal maupun nonformal yang pernah dialaminya.
 Pengalaman hidup, baik masa lalu maupun sekarang.
 Lingkungan hidup, baik masa lalu maupun sekarang.

B. Saran

Setelah mempelajari aspek-aspek psikologis berkaitan dengan perkembangan


keagamaan ini maka diharapkan para pembaca mampu memahaminya dengan baik,
mengetahui pengertian serta faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
keagamaan. Dan kemudian, diharapkan mampu memahami mengenai aspek-aspek
psikologis berkaitan dengan perkembangan keagamaan ini secara mendalam. Dengan
adanya ilmu ini, diharapkan juga kita menjadi manusia yang selalu menjaga dan terus
mempelajari dengan baik aspek-aspek psikologis berkaitan dengan perkembangan
keagamaan ini.
13

DAFTAR PUSTAKA

Hamdanah. (2020). Psikologi Perkembangan Agama: Sebuah Tahapan Perkembangan Agama


Manusia. Yogyakarta: K-Media.
https://www.slideshare.net/AiNurhasanah/intelegensi-sikap-dan-tingkah-laku-beragama
https://www.academia.edu/40841793/Resume_Klp_16_Aspek_aspek_psikologi_yang_berhubungan
_dgn_perkembangan_beragama

Anda mungkin juga menyukai