Anda di halaman 1dari 38

BAB 2

KEDUDUKAN, KEWENANGAN, DAN TINDAKAN HUKUM PEMERINTAH

A. Kedudukan Hukum (Rechtspositie) Pemerintah

Pembagian hukum ke dalam hukum publik dan hukum privat yang dilakukan oleh ahli
hukum Romawi, Ulpianus, ketika ia menulis "Publicum ius est, quod ad statum rei romanea
spectat, privatum quod ad singulorum utitilatem" (hukum publik adalah hukum yang
berkenaan dengan kesejahteraan negara Romawi, sedangkan hukum privat adalah hukum
yang mengatur hubungan kekeluargaan), pengaruhnya cukup besar dalam sejarah pemikiran
hukum, sampai sekarang. Salah satu pengaruh yang masih terasa hingga kini antara lain
bahwa kita tidak dapat menghindarkan diri dari pembagian tersebut, termasuk dalam
mengkaji dan memahami keberadaan pemerintah dalam melakukan pergaulan hukum
(rechtsverkeer).

Kenyataan sehari-hari menunjukkan bahwa pemerintah di samping melaksanakan


aktivitas dalam bidang hukum publik, juga sering terlibat dalam lapangan keperdataan.
Dalam pergaulan hukum, pemerintah sering tampil dengan "twee petten", dengan dua kepala,
sebagai wakil dari jabatan (ambt) yang tunduk pada hukum publik dan wakil dari badan
hukum (rechtspersoon) yang tunduk pada hukum privat. Untuk mengetahui kapan
administrasi negara terlibat dalam pergaulan hukum publik dan kapan terlibat dalam
pergaulan hukum keperdataan, pertama-tama yang harus dilakukan adalah melihat lembaga
yang diwakili pemerintah, dalam hal ini negara, provinsi, atau kabupaten. Untuk mengetahui
kedudukan hukum negara, provinsi, atau kabupaten itu, mau tidak mau harus melibatkan
pembagian dua jenis hukum tersebut. Tentu saja, melibatkan pembagian dua jenis dalam
buku ini sekadar didorong oleh kenyataan bahwa negara-melalui wakilnya-terlibat dalam
kegiatan-kegiatan yang bersifat publik dan perdata. Dengan kata lain, dalam buku ini tidak
akan diceritakan secara panjang lebar mengenai perbedaan pendapat antara hukum publik dan
hukum privat yang terjadi di kalangan para sarjana.

Dalam perspektif hukum publik, negara adalah organisasi jabatan. Menurut Logemann,
"In zijn sociale verschijningsvorm is de staat organisatie, een verband van functies. Met
functie is dan bedoeld; een omschreven werkkring in verband van het geheel. Zij heet, met
betrekking tot de staat, ambt. De staat is ambtenorganisatie" (Dalam bentuk kenyataan
sosialnya, negara adalah organisasi yang berkenaan dengan berbagai fungsi. Yang dimaksud
dengan fungsi adalah lingkungan kerja yang terperinci dalam hubungannya secara
keseluruhan. Fungsi- fungsi ini dinamakan jabatan. Negara adalah organisasi jabatan). "Een
ambt is een instituut met eigen werkkring waaraan bij de instelling duurzaam en
welomschreven taak en bevoegdheden zijn verleend" (jabatan adalah suatu lembaga dengan
lingkup pekerjaan sendiri yang dibentuk untuk waktu lama dan kepadanya diberikan tugas
dan wewenang). Menurut Bagir Manan, jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap yang
berisi fungsi-fungsi tertentu yang secara keseluruhan mencerminkan tujuan dan tata kerja
suatu organisasi. Negara berisi berbagai jabatan atau lingkungan kerja tetap dengan berbagai
fungsi untuk mencapai tujuan negara." Dengan kata lain, jabatan adalah suatu lingkungan
pekerjaan tetap (kring van vaste werkzaamheden) yang diadakan dan dilakukan guna
kepentingan negara. Jabatan itu bersifat tetap, sementara pemegang jabatan (ambtsdrager)
dapat berganti-ganti. F.C.M.A. Michiels mengatakan, "het ambt blijft, de ambtsdragers
wisselen (als gevolg van verkiezingen of benoeming)" yakni jabatan itu tetap, para pejabat
berganti-ganti (sebagai akibat pemilihan atau pengangkatan), sebagai contoh, jabatan
Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, dan lain-lain, relatif bersifat tetap, sementara
pemegang jabatan atau pejabatnya sudah berganti-ganti.

Berdasarkan ajaran hukum (rechtsleer) keperdataan dikenal istilah subjek hukum, yaitu
de drager van de rechten en plichten atau pendukung hak dan kewajiban, yang terdiri dari
manusia (natuurlijk persoon) dan badan hukum (rechtspersoon). Badan hukum ini terdiri dari
dua bagian yaitu badan hukum privat dan badan hukum publik. Menurut Chidir Ali, ada tiga
kriteria untuk menentukan status badan hukum publik, yaitu Pertama, dilihat dari
pendiriannya, badan hukum itu diadakan dengan konstruksi hukum publik yang didirikan
oleh penguasa dengan undang-undang atau peraturan- peraturan lainnya; Kedua, lingkungan
kerjanya, yaitu melaksana- kan perbuatan-perbuatan publik; Ketiga, badan hukum itu diberi
wewenang publik seperti membuat keputusan atau peraturan yang mengikat umum.
Termasuk dalam kategori badan hukum publik, yaitu negara, provinsi, kabupaten dan
kotapraja, dan lain-lain." Kriteria yang dikemukakan oleh Chidir Ali ini perlu digarisbawahi.
Pada saat badan hukum publik itu melakukan perbuatan-perbuatan publik seperti membuat
peraturan (regeling), mengeluarkan kebi- jakan (beleid), menetapkan rencana (het plan), dan
keputusan (beschikking), kedudukannya adalah sebagai jabatan atau organisasi jabatan
(ambtenorganisatie). Sebagai jabatan, ia diserahi kewenangan publik (publiekbevoegdheid)
yang diatur dan tunduk pada hukum publik. Ketika badan hukum publik itu terlibat dalam
lalu lintas atau perbuatan keperdataan (privaat rechtsverkeer), ia dilekati dengan kecakapan
(bekwaam) hukum yang tunduk dan mengikatkan diri pada hukum privat.

1. Kedudukan Pemerintah dalam Hukum Publik

Disebutkan lagi bahwa dalam perspektif hukum publik negara adalah organisasi jabatan.
Di antara jabatan-jabatan kenegaraan ini ada jabatan pemerintahan. Sebelum lebih jauh
dibahas tentang jabatan pemerintahan, terlebih dahulu perlu dikemukakan pen- dapat H.D
van Wijk/Willem Konijnenbelt yang mengatakan bahwa; "Di dalam hukum mengenai badan
hukum kita mengenal perbedaan antara badan hukum dan organ-organnya. Badan hukum
adalah pendukung hak-hak kebendaan (harta kekayaan). Badan hukum melakukan perbuatan
melalui organ-organnya, yang mewakilinya. Perbedaan antara badan hukum dengan organ
berjalan paralel dengan perbedaan antara badan umum (openbaar lichaam) dengan organ
pemerintahan. Paralelitas perbedaan itu kurang lebih tampak ketika menyangkut hubungan
hukum yang berkaitan dengan harta kekayaan dari badan umum (yang digunakan oleh organ
pemerintahan). Indroharto menyebutkan bahwa lembaga- lembaga hukum publik itu memiliki
kedudukan yang mandiri dalam statusnya sebagai badan hukum (perdata). Lembaga-lembaga
hukum publik yang menjadi induk dari Badan atau Jabatan TUN ini yang besar-besar di
antaranya adalah Negara, Lembaga-lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, Departemen,
Badan-badan Non Departemen, Provinsi, Kabupaten, Kotamadya, dan sebagainya. Lembaga-
lembaga hukum publik tersebut merupakan badan hukum perdata dan melalui organ-
organnya (Badan atau Jabatan TUN) menurut peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan dapat melakukan perbuatan/tindakan hukum perdata.

Meskipun organ atau jabatan pemerintahan dapat melakukan perbuatan hukum perdata,
mewakili badan hukum induknya, namun yang terpenting-dalam konteks Hukum
Administrasi Negara-adalah mengetahui organ atau jabatan pemerintahan dalam melakukan
perbuatan hukum yang bersifat publik. Dalam Hukum Administrasi yang menempatkan
organ atau jabatan pemerintahan sebagai salah satu objek kajian utama, mengenal
karakteristik jabatan pemerintahan merupakan sesuatu yang tak terelakkan. P. Nicolai dan
kawan-kawan menyebutkan beberapa ciri atau karakteristik yang terdapat pada jabatan atau
organ pemerintahan, yaitu:

a. Het bestuursorgaan oefent de bevoegdheid uit op eigen naam en verantwoordelijkheid.


Dat laatste betekent dat als politiek of ambtelijk verantwoording moet worden afgelegd,
of als het bestur zich tegenover de rechter heeft te verantwoorden voor de wijze yan
uitoefening van de bevoegdheid, het bestuursorgaan drager is van de
verantwoordingsplicht.
b. Wordt een bevoegdheidsuitoefening via een bestuursrechtelijke voorziening, dat wil
zeggen in bezwaar of beroep, bestreden, dan treedt het bestuursorgaan als verwerende
procespartij op.
c. Bestuursorganen kunnen, zoals reeds aan de orde is gekomen, in een bestuursrechtelijke
voorziening ook als klagende partij optreden.
d. Bestuursorganen bezitten in het algemeen geen eigen vermoegen. Wel maken die
organen deel uit van een privaatrechtelijke rechtspersoon met vermoegen. Zo zijn de
burgemeester, het college van B en W en de gemeenteraad organen van het openbare
lichaam "de gemeente", een lichaam waaraan, zoals we gezien hebben, op grond van art.
2:1 BW privaatrechtelijke rechtspersoonlijkheid toekomt. Besluit de rechter om aan het
bestuur een dwangsom op te leggen of e bestuur tot vergoeding van schade te
veroordelen, dan zal hij aan een privaatrechtelijke rechtspersoon (als drager van
vermoegen) de vereiste verplichtingen moeten opleggen.

Terjemahannya:

a. Organ pemerintahan menjalankan wewenang atas nama dan tanggung jawab sendiri,
yang dalam pengertian modern, diletakkan sebagai pertanggungjawaban politik dan
kepegawaian atau tanggung jawab pemerintah sendiri di hadapan Hakim. Organ
pemerintah adalah pemikul kewajiban tanggung jawab.
b. Pelaksanaan wewenang dalam rangka menjaga dan memperta- hankan norma hukum
administrasi, organ pemerintahan dapat bertindak sebagai pihak tergugat dalam proses
peradilan, yaitu dalam hal ada keberatan, banding, atau perlawanan.
c. Di samping sebagai pihak tergugat, organ pemerintahan juga dapat tampil menjadi pihak
yang tidak puas, artinya sebagai.
d. penggugat.
e. Pada prinsipnya organ pemerintahan tidak memiliki harta kekayaan sendiri. Organ
pemerintahan merupakan bagian (alat) dari badan hukum menurut hukum privat dengan
harta kekayaannya. Jabatan Bupati atau Walikota adalah organ-organ dari badan umum
"Kabupaten". Berdasarkan aturan hukum badan umum inilah yang dapat memiliki harta
kekayaan, bukan organ pemerintahannya.
Oleh karena itu, jika ada putusan Hakim yang berupa denda atau uang paksa (dwangsom)
yang dibebankan kepada organ pemerintah atau hukuman ganti kerugian dari kerusakan,
maka kewajiban membayar dan ganti kerugian itu dibebankan kepada badan hukum
(sebagai pemegang harta kekayaan).

Apa yang disebutkan P. Nicolai khususnya pada ciri yang keempat dapat menimbulkan
salah pengertian bagi sebagian orang, karena dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan
para pejabat itu terlibat dan menggunakan harta kekayaan. Ada kesan kuat bahwa jabatan
pemerintahan itu memiliki harta kekayaan dan digunakan untuk penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan. Jika berpegang pada teori tentang badan hukum, yang salah satu unsurnya
memiliki harta kekayaan yang terpisah sebagaimana akan terlihat di bawah, maka apa yang
dikemukakan oleh Nicolai tersebut sejalan dengan teori ilmu hukum. Dengan kata lain,
jabatan tidak memiliki harta kekayaan, yang memiliki harta kekayaan adalah badan umum
(openbaar lichaam) yang menjadi induk dari jabatan tersebut. Apa yang dikemukakan P.
Nicolai sejalan dengan pendapat yang dikemukakan F.R. Bothlingk, yakni “Dat een
veroordeling tot schadevergoeding wordt uitgesproken niet tegen het orgaan doch tegen het
betreffende openbaar lichaam, want slecht het openbaar lichaam kan betalen, is
vermoegenssubject" (pembebanan untuk membayar ganti kerugian itu tidak diucapkan
[ditujukan] terhadap organ, tetapi kepada badan umum terkait, karena hanya badan umum
yang dapat membayar, [sebagai] subjek harta kekayaan).

Meskipun jabatan pemerintahan ini dilekati dengan hak dan kewajiban atau diberi
wewenang untuk melakukan tindakan hukum, namun jabatan tidak dapat bertindak sendiri.
Jabatan hanyalah fiksi. Perbuatan hukum jabatan dilakukan melalui perwakilan
(vertegenwoordiging), yaitu pejabat (ambtsdrager). Pejabat bertindak untuk dan atas nama
jabatan. Menurut E. Utrecht, oleh karena diwakili pejabat, maka jabatan itu berjalan. Yang
menjalankan hak dan kewajiban yang didukung oleh jabatan ialah pejabat. Jabatan bertindak
dengan perantaraan pejabatnya. Jabatan walikota berjalan (=menjadi konkret=menjadi
bermanfaat bagi kota) oleh karena diwakili oleh Walikota. P. Nicolai dan kawan-kawan
menyebutkan bahwa; "Een bevoegdheid die aan een bestuursorgaan is toegekend, moet door
mensen (reele personen) worden uitgeoefend. De handen en voeten van het bestuursorgaan
zijn de handen en voeten van degene (n) die is/zijn aangewezen om de functie van orgaan uit
te oefenen: de ambtsdrager (s), (Kewenangan yang diberikan kepada organ pemerintahan
harus dijalankan oleh manusia. Tenaga dan pikiran organ pemerintahan adalah tenaga dan
pikiran mereka yang ditunjuk untuk menjalankan fungsi organ tersebut, yaitu para pejabat).
Berdasarkan ketentuan hukum, pejabat hanya menjalankan tugas dan wewenang, karena
pejabat tidak "memiliki" wewenang. Yang memiliki dan dilekati wewenang adalah jabatan.
Dalam kaitan ini, Logemann mengatakan,

"Het is dan door het ganse staatsrecht heen het ambt, waaraan plichten worden opgelegd,
dat tot rechtshandelingen wordt bevoegd gemaakt. Plichten en rechten werken door,
ongeacht de wisseling der ambtsdragers",

(Berdasarkan Hukum Tata Negara, jabatanlah yang dibebani dengan kewajiban,


berwenang untuk melakukan perbuatan hukum. Hak dan kewajiban berjalan terus, tidak
peduli dengan pergantian pejabat).

Di atas telah disebutkan bahwa jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap, sementara
pejabat dapat berganti-ganti. Pergantian pejabat tidak memengaruhi kewenangan yang
melekat pada jabatan. F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek memberikan ilustrasi mengenai
perbuatan hukum dari jabatan dan pejabat ini, "De overheidsbevoegdheden (rechten en
plichten) zijn verbonden aan het ambt. Indien bij voorbeeld een burgemeester een bepaalde
beschikking afgeeft, wordt rechtens die beschikking afgegeven door het ambt burgemeester,
en niet door de naturlijke persoon die op dat moment dat ambt bekleedt, de ambtsdrager"
(Kewenangan pemerintahan {hak-hak dan kewajiban- kewajiban} itu melekat pada jabatan.
Jika-sebagai contoh-bupati/ walikota memberikan keputusan tertentu, maka berdasarkan
hukum keputusan itu diberikan oleh jabatan bupati/walikota, dan bukan oleh orang yang pada
saat itu diberi jabatan, yakni bupati/ walikota).

Antara jabatan dengan pejabat memiliki hubungan yang erat, narnun di antara keduanya
memiliki kedudukan hukum yang berbeda atau terpisah dan diatur dengan hukum yang
berbeda, F.R. Bothlingk memberikan ilustrasi mengenai perbedaan kedudukan hukum ini
sebagai berikut.

"Wanner de heer P minister is, dan maakt de hier besproken gangbare opvatting een
scheiding tussen de heer P in prive en de heer P in kwaliteit. Deze laatste meneer noemt
men "orgaan". Men kent dus aan ene mens P twee persoonlijkheden toe: enerzijds de
personificatie van P in prive (de privepersoon), anderzijds de personificatie van P in
kwaliteit (de minister), en noemt deze laatste personificatie orgaan".

(Bila tuan P seorang menteri, maka dalam hal ini dapat diterapkan pendapat yang
membedakan antara tuan P selaku pribadi dan tuan P dalam kualitasnya {sebagai
menteri. pen.}. Kedudukan tuan yang terakhir ini kita namakan "organ". Jadi kita
mengenal seorang P dengan dua kepribadian: di satu sisi personifikasi P selaku pribadi
{manusia pribadi}, dan di sisi lain personifikasi P dalam kualitasnya selaku {menteri},
dan kedudukan terakhir ini merupakan personifikasi organ)

Berkenaan dengan pengaturan hukum yang berbeda, F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek
mengatakan sebagai berikut.

"Op beide is een veschillend rechtsregiem van toepassing. Hat ambt belastinginspecteur
is bevoegd belastingbeschikkingen vas te stellen. Dat ambt handelt door zijn
vertegenwoordiger, de ambtsdrager. De vertegenwoordiger, de natuurlijke persoon die
belastinginspecteur is, is ambtenar, en in die kwaliteit onderworpen aan het rechtsregiem
van de Ambtenarenwet. Die vertegenwoordiger is de enige die het ambt kan doen
beslissen. Aanstelling als belastinginspecteur brengt dus mee de bevoegdheid om het
ambt belastinginspectuer, te vertegenwoordigen".

(Pada keduanya (jabatan dan pejabat, pen.) diterapkan jenis hukum yang berbeda.
Jabatan inspektur pajak berwenang mengeluarkan keputusan pajak. Jabatan ini
dijalankan oleh wakilnya, yaitu pejabat. Wakil ini adalah manusia yang bertindak
sebagai inspektur pajak, yakni pegawai, dan dalam kualitasnya sebagai pegawai la
tunduk pada hukum kepegawaian. Wakil ini hanya sekadar menjalankan keputusan
jabatan. Dengan demikian, pengangkatan sebagai inspektur pajak telah mengantarkan
kewenangan untuk jabatan inspektur pajak, guna mewakilinya).

Jabatan dan pejabat diatur dan tunduk pada hukum yang berbeda. Jabatan diatur oleh
Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, sedangkan pejabat diatur dan tunduk
pada hukum kepegawaian. Di samping itu, sesuai dengan ilustrasi yang diberikan Bothlingk
tampak bahwa pejabat menampilkan dirinya dalam dua kepribadian yaitu selaku pribadi dan
selaku personifikasi dari organ, yang berarti selain diatur dan tunduk pada hukum
kepegawaian juga tunduk pada hukum keperdataan, khusus dalam kapasitasnya selaku
individu atau pribadi (privepersoon). Dalam Hukum Admi- nistrasi Negara, tindakan hukum
jabatan pemerintahan dijalankan oleh pejabat pemerintah. Dengan demikian, kedudukan
hukum pemerintah berdasarkan hukum publik adalah sebagai wakil (vertegenwoordiger) dari
jabatan pemerintahan.

2. Macam-macam Jabatan Pemerintahan


Sesuai dengan keberadaan negara yang menganut konsep welfare state, ruang lingkup
kegiatan administrasi negara atau pemerintahan itu sangat luas dan beragam. Keluasan dan
keragaman kegiatan administrasi negara ini seiring sejalan dengan dinamika perkembangan
masyarakat yang menuntut pengaturan dan keterlibatan administrasi negara. Karena itu
jabatan-jabatan pemerintahan selaku penyelenggara kegiatan pemerintahan dan
kemasyarakatan juga banyak dan beragam, bahkan dalam praktik sebagaimana akan ternyata
dalam pembahasan tentang tindakan hukum pemerintahan-pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan tidak semata- mata dijalankan oleh jabatan pemerintahan yang telah dikenal
secara konvensional seperti instansi-instansi pemerintah, tetapi juga oleh badan-badan
swasta. Dalam hal ini, Philipus M. Hadjon mengatakan sebagai berikut.

"Wewenang hukum publik hanya dapat dimiliki oleh "penguasa". Dalam ajaran ini
terkandung bahwa setiap orang atau setiap badan yang memiliki hukum publik harus
dimasukkan dalam golongan penguasa sesuai dengan definisinya. Ini berarti bahwa
setiap orang atau badan yang memiliki wewenang hukum publik dan tidak termasuk
dalam daftar nama badan-badan pemerintahan umum seperti disebutkan dalam UUD
(pembuat undang-undang, pemerintah, menteri, badan-badan provinsi dan kotapraja)
harus dimasukkan dalam desentralisasi (fungsional). Bentuk organisasi yang bersifat
yuridis tidak menjadi soal. Badan yang bersangkutan dapat berbentuk suatu badan yang
didirikan oleh undang-undang, tetapi dapat juga badan pemerintahan dari
yayasan/lembaga yang bersifat hukum perdata yang memiliki wewenang hukum publik".

Berdasarkan kenyataan ini, Indroharto menyebutkan bahwa ukuran untuk dapat disebut
Badan atau Pejabat TUN adalah fungsi yang dilaksanakan, bukan nama sehari-hari, bukan
pula kedudukan strukturalnya dalam salah satu lingkungan kekuasaan dalam negara.
Selanjutnya Indroharto mengelompokkan organ pemerintahan atau tata usaha negara itu
sebagai berikut.

a. Instansi-instansi resmi pemerintah yang berada di bawah Presiden sebagai kepala


eksekutif;
b. Instansi-instansi dalam lingkungan negara di luar lingkungan kekuasaan eksekutif yang
berdasarkan peraturan perundang- undangan melaksanakan urusan pemerintahan;
c. Badan-badan hukum perdata yang didirikan oleh pemerintah dengan maksud untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintahan;
d. Instansi-instansi yang merupakan kerja sama antara pihak pemerintah dengan pihak
swasta yang melaksanakan tugas- tugas pemerintahan;
e. Lembaga-lembaga hukum swasta yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
sistem perizinan melaksanakan tugas pemerintahan.

Secara lebih terperinci SF. Marbun menyebutkan kelompok Badan atau Pejabat TUN
yang menyelenggarakan urusan, fungsi atau tugas pemerintahan, yakni sebagai berikut.

a. Mereka yang termasuk dalam lingkungan eksekutif mulai dari Presiden sebagai Kepala
Pemerintahan (termasuk pembantu- pembantunya di Pusat seperti Wakil Presiden, para
menteri dan Lembaga-lembaga non-departemen);
b. Mereka yang menyelenggarakan urusan desentralisasi, yaitu Kepala Daerah Tingkat I
(termasuk Sekretariat Daerah Tingkat I dan Dinas-dinas Daerah Tingkat I), Kepala
Daerah Tingkat II (termasuk Sekretariat Daerah Tingkat II dan Dinas-dinas Tingkat II)
dan Pemerintahan Desa;
c. Mereka yang menyelenggarakan urusan dekonsentrasi, seperti Ss Gubernur (termasuk
Sekretariat Wilayah dan Kanwil-kanwil), Bupati (termasuk Sekretariat Wilayah dan
Kandep-kandep), Walikotamadya, Walikota Administratif, Camat, serta Lurah;
d. Pihak ketiga atau pihak swasta yang mempunyai hubungan istimewa atau hubungan
biasa dengan pemerintah, baik yang diatur atas dasar hukum publik maupun hukum
privat;
e. Pihak ketiga atau swasta yang memperoleh konsesi atau izin dari pemerintah;
f. Pihak ketiga atau swasta yang diberi subsidi oleh pemerintah, misalnya sekolah-sekolah
swasta;
g. Yayasan-yayasan yang didirikan dan diawasi oleh pemerintah;
h. Pihak ketiga atau Koperasi yang didirikan dan diawasi oleh pemerintah;
i. Pihak ketiga atau Bank-bank yang didirikan dan diawasi oleh pemerintah;
j. Pihak ketiga atau swasta yang bertindak bersama-sama dengan j. pemerintah (Persero),
seperti BUMN yang memperoleh atri- busi wewenang, PLN, Pos dan Giro, PAM,
Telkom, Garuda, dan lain-lain;
k. Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Mahkamah Agung serta
Panitera dalam lingkungan peradilan;
l. Sekretariat pada Lembaga Tertinggi Negara (MPR) dan Lem- baga-lembaga Tinggi
Negara serta Sekretariat pada DPRD.
Jabatan pemerintahan dan pejabat mendapatkan tugas dan wewenang berdasarkan hukum
publik, sehingga dalam menjalankan berbagai aktivitasnya tunduk pada ketentuan hukum
publik, khususnya Hukum Administrasi Negara. Begitu pula ketika timbul persoalan hukum
atau sengketa, maka penyelesaiannya didasarkan pada ketentuan Hukum Administrasi
Negara.

Kriteria yang terkesan longgar dari Indroharto dan kualifikasi dari SF. Marbun di atas
secara teoretik tampaknya mudah dite- rima, namun dalam praktik-terutama dalam proses
peradilan di PTUN-kriteria dan kualifikasi tersebut tidaklah mudah diterapkan, masih
menyimpan sejumlah persoalan. Dengan kata lain, beberapa pejabat yang disebutkan di atas
tidak begitu saja dapat dikategorikan sebagai pejabat administrasi negara; Pertama, Ketua
Pengadilan dan Ketua Mahkamah Agung, yang disebutkan SF. Marbun dalam point sebelas,
adalah organ kenegaraan yang bertindak untuk dan atas nama negara, bukan sebagai
administrasi negara. Oleh karena itu, keputusan yang dikeluarkan oleh Ketua Mahkamah
Agung tidak dapat dikategorikan sebagai beschikking dalam konsep Hukum Administrasi
Negara sehingga tidak dapat menjadi objek sengketa tata usaha negara; Kedua, ketika
pemerintah mengadakan kerja sama dengan pihak swasta, tidak dengan sendirinya pihak
swasta itu tergolong sebagai Badan atau Pejabat TUN, sebab dapat saja kerja sama itu
dilakukan atas dasar perjanjian dalam konteks perdata, dan pemerintah mewakili negara
sebagai privaatrechtelijke rechtspersoon; Ketiga, badan-badan swasta yang dibentuk, diawasi,
dan dibiayai oleh pemerintah, seperti yayasan, koperasi, bank, sekolah-sekolah swasta, dan
sebagainya dalam kegiatannya diatur dan tunduk pada hukum perdata. Dengan kata lain,
adanya pembentukan, pengawasan, dan pembiayaan dari pemerintah tidak serta merta
menjadikan badan swasta tersebut tergolong sebagai Badan atau Pejabat TUN.

Dalam literatur Hukum Administrasi Negara, badan hukum keperdataan dapat


dikategorikan sebagai administrasi negara, dengan syarat: 1) badan-badan itu dibentuk oleh
organisasi publik; 2) badan-badan tersebut menjalankan fungsi pemerintahan; 3) peraturan
perundang-undangan secara tegas memberikan kewe- nangan untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan, dan dalam kondisi tertentu berwenang menerapkan sanksi administrasi.
H.D. van Wijk menyebutnya sebagai pihak swasta sebagai pemerintah (particuleren als
overheid). Lebih lanjut disebutkan;

"Openbaar bestuur wordt ook uitgeoefentd door particuliere instanties. Bekende


voorbeelden zijn de bedrijfsverenigingen en de instellingen van bijzonder onderwijs. De
bedrijfs verenigingen zijn verenigingen, per bedrijftak opgericht door organisaties van
werkegevers en werknemers. Ze-althans: hun besturen-zijn belast met de uitvoering van
sociale- verzekerings wetten, zoals de Ziektewet en de WAO. Volgens diverse
onderwijswetten zijn instellingen van bijzonder onderwijs op dezelfde voet als het
openbare onderwijs bevoegd, wettelijke diploma en getuigschriften af te geven. In het
algemeen gesproken vindt men 'particulieren in het bestuur' op sociaal-economisch
gebied-waar de particuliere organisaties voor een deel zijn 'gepubliceerd' door middel
van publiekrechtelijke bedrijfsorganisatie–bij de landbouw, het onderwijs, de
gezondheidszorg en het wegvervoer".

(pemerintahan umum juga dijalankan oleh instansi swasta. Contoh terkenal adalah
perkumpulan perusahaan dan lembaga pendidikan khusus. Perkumpulan perusahaan
adalah perkumpulan, di mana tiap-tiap cabang perusahaan didirikan oleh organisasi
pengusaha dan pekerja. Perusahaan-perusahaan itu-bagaimanapun juga: pengelolaannya-
digabungkan dengan pelaksanaan undang- undang jaminan sosial, seperti undang-undang
asuransi kesehatan dan undang-undang pendidikan umum. Berdasarkan undang- undang
pendidikan lainnya lembaga pendidikan khusus itu dijalankan dengan kewenangan yang
sama dengan pendidikan umum, memberikan ijazah dan surat keterangan sesuai undang-
undang. Secara umum kita menemukan perkataan 'swasta dalam pemerintahan' terutama
pada bidang sosial ekonomi-di mana organisasi swasta untuk sebagian 'dipublikkan'
melalui organisasi perusahaan publik-pada bidang pertanian/perkebunan, pendidikan,
pelayanan kesehatan, dan angkutan jalan).

Disebutkan juga bahwa BUMN/BUMD dimasukkan sebagai "instansi pemerintah".


Akan tetapi, menurut Arifin, BUMN/ BUMD itu merupakan badan hukum perdata yang tidak
mempunyai kewenangan publik. Kekayaan negara dan daerah yang menjadi modal dalam
bentuk saham dari badan usaha tersebut tidak lagi merupakan kekayaan negara atau daerah,
tetapi telah berubah status hukumnya menjadi kekayaan badan usaha tersebut. Demikian
pula, kedudukan hukum pejabat pemerintah yang duduk sebagai pemegang saham atau
komisaris adalah sama atau setara dengan kedudukan hukum masyarakat biasa atau
pemegang saham swasta lainnya. Imunitas publiknya sebagai penguasa tidak berlaku lagi,
dan kepadanya tunduk dan berlaku sepenuhnya hukum privat, meskipun saham perusahaan
tersebut 100% milik negara. Sebenarnya BUMN/BUMD dikelompokkan sebagai instansi
pemerintah atau bukan tergantung dari jenis, format, dan operasionalisasi dari
BUMN/BUMD itu sendiri, serta tergantung pada tiga persyaratan badan swasta dikategorikan
sebagai pemerintah tersebut di atas.

Di Belanda perusahaan negara/daerah itu dikelompokkan sebagai instansi pemerintah.


Organisasi perusahaan publik (de publiekrechtelijke bedrijfsorganisasi = PBO) atau
perusahaan negara (di Indonesia disebut BUMN) di Belanda dibentuk berdasarkan hukum
publik dan kepadanya diserahi kewenangan publik. Tambahan lagi, pejabat atau organ
puncak/atasan dari PBO adalah de Sociaal- Economische Raad (SER), yakni Dewan
Ekonomi Nasional, suatu badan publik yang menjadi penasihat pemerintah tertinggi dalam
bidang sosial ekonomi. Bawahan atau anggota dari SER ini adalah para pemilik
modal/pemberi kerja (werkegeversleden), para pegawai (werknemersleden), dan anggota
kerajaan (Kroonleden). Dewan ini menjalankan tugas memajukan pekerjaan warga negara
Belanda, di samping mengurus kepentingan orang-orang terkait serta kehidupan perusahaan.
Untuk menjalankan tugas tersebut, SER diberi kewenangan mengatur (verondenende
bevoegdheid) sebagaimana disebutkan dalam (art. 32 e.v. Wet BO). Adanya kewenangan
mengatur tersebut pada akhirnya juga melahirkan kewenangan membuat keputusan-
keputusan (beschikkingen) dan dalam keadaan tertentu berwenang pula menerapkan sanksi,
sebagaimana kewenangan instansi pemerintah pada umumnya.

3. Kedudukan Pemerintah dalam Hukum Privat

Negara, provinsi, kabupaten, dan lain-lain dalam perspektif hukum perdata disebut
sebagai badan hukum publik. Badan hukum (rechtspersoon) adalah; “Personen, al wat (buiten
den enkelen mensch) zich in het maatschappelijk leven door wetsbepaling als een persoon
voordoet, als zodanig rechten heeft en bevoegdheden bezit, zedelijk lichaam, naamloze
vennotschap, rederij, vereeniging, enz.", (Kumpulan orang, yaitu semua yang di dalam
kehidupan masyarakat {dengan beberapa perkecualian} sesuai dengan ketentuan undang-
undang dapat bertindak sebagaimana manusia, yang memiliki hak-hak dan kewenangan-
kewenangan, seperti kumpulan orang {dalam suatu badan hukum}, perseroan terbatas,
perusahaan perkapalan, perhimpunan {sukarela}, dan sebagainya). Dalam ungkapan lain,
"Wat in wettelijken zin als een persoon beschouwd wordt en waaraan alzoo volkomen
rechtsbevoegdheid wordt verschaft, om rechtshandelingen te verrichten, in rechten te
verschijnen en vermoegensrechten uit te oefenen, iedere vereeniging die
rechtspersoonlijkheid verkregen heeft" , yaitu (apa yang dalam pengertian undang-undang
dianggap seperti orang dan kepada siapa yang dengan sepenuhnya diberikan wewenang untuk
melakukan tindakan hukum dan secara hukum tampil dan bertindak dengan harta kekayaan
{terpisah}; badan hukum adalah setiap perhimpunan yang diberi status badan hukum).
Menurut Bothlingk, "Dan is rechtspersoon een niet mens zijn plicht-en
bevoegdheidssubject"," (Badan hukum adalah subjek kewajiban dan kewenangan yang bukan
manusia). Sebagai subjek hukum bukan manusia, perbuatan badan hukum tidak seperti
perbuatan manusia (dat de rechtspersoon derhalve is een niet-menselijk daadssubject). Lebih
lanjut Bothlingk mengatakan, "De rechtspersoon, zo kunnen wij besluiten, is de juriese
personificatie van een uit de maatschappelijke werkelijkheid geconstrueerde identiteit, die
daden kan verrichten", (kita tentukan bahwa badan hukum adalah penjelmaan yuridis dari
identitas yang dibentuk dari realitas masyarakat, yang dapat melakukan berbagai tindakan).

Dalam kepustakaan hukum dikenal ada beberapa unsur dari badan hukum, yaitu sebagai
berikut.

a. Perkumpulan orang (organisasi yang teratur);


b. Dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan-hu- bungan hukum;
c. Adanya harta kekayaan yang terpisah;
d. Mempunyai kepentingan sendiri
e. Mempunyai pengurus;
f. Mempunyai tujuan tertentu;
g. Mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban;
h. Dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan.

Bila berdasarkan hukum publik negara, provinsi, dan kabupaten adalah organisasi
jabatan atau kumpulan dari organ-organ kenegaraan dan pemerintahan, maka berdasarkan
hukum perdata negara, provinsi, dan kabupaten adalah kumpulan dari badan-badan hukum
yang tindakan hukumnya dijalankan oleh pemerintah. Menurut J.B.J.M. ten Berge, “De
overheid kan net als natuurlijke personen en privaatrechterlijke rechtspersonen deelnemen
aan het privaatrechtelijke rechtsverkeer. De overheid koopt en verkoopt, huurt en verhuurt,
pacht en verpacht, sluit overeenkomsten en bezit eigendom" (Pemerintah sebagaimana
manusia dan badan hukum privat terlibat dalam lalu lintas pergaulan hukum. Pemerintah
menjual dan membeli, menyewa dan menyewakan, menggadai dan menggadaikan, membuat
perjanjian, dan mempunyai hak milik). Hal senada dikemukakan pula oleh C.J.N. Versteden
berikut ini.
"De overheid-en in het bijzonder het bestuur-komt op allerlei wijzen met privaatrecht in
aanraking. Soms neemt zij aan het privaatrechtelijke rechtsverkeer deel op gelijke voet
als particulieren, zonder dat haar bijzonder positie als overheid en behartiging van het
algemeen belang daarbij in het geding. Zo treedt de overheid op als eigenares van
gronden en gebouwen.... We zien de overheid ook geldleningen afsluiten, apparaten en
machines kopen. In deze gevallen is de overheid evenals de particuliere personen aan de
regels van het privaatrecht onderworpen".

(Pemerintah-dan dalam kedudukannya yang spesifik sebagai pemerintah-menggunakan


berbagai ketentuan hukum privat dalam pergaulannya. Kadang-kadang mereka terlibat
dalam lalu lintas pergaulan keperdataan dalam kedudukan yang sama dengan pihak
swasta, tanpa kedudukan spesifiknya sebagai pemerintah dan yang melindungi
kepentingan umum dalam hal terjadi sengketa. Dengan demikian, pemerintah dapat
bertindak sebagai pemilik tanah dan bangunan....Kita juga menyaksikan pemerintah
meminjam uang, membeli mesin-mesin dan peralatan. Dalam hal ini pemerintah seperti
halnya seorang swasta tunduk pada peraturan hukum keperdataan)

Ketika pemerintah bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada peraturan
hukum perdata, pemerintah bertindak sebagai wakil dari badan hukum, bukan wakil dari
jabatan. Oleh karena itu, kedudukan pemerintah dalam pergaulan hukum keperdataan tidak
berbeda dengan seseorang atau badan hukum privat, tidak memiliki kedudukan yang
istimewa, dan dapat menjadi pihak dalam sengketa keperdataan dengan kedudukan yang
sama dengan seseorang atau badan hukum perdata (equality before the law) dalam peradilan
umum.

Untuk mengetahui kapan pemerintah bertindak sebagai wakil dari jabatan dan kapan
mewakili badan hukum dapat diperhatikan dari penjelasan berikut ini.

"Orgaan en rechtspersoon dienen scherp onderscheiden te worden. In verreweg de


meeste gevallen vallen zij niet samen. Op gemeentelijk niveau zijn bij voorbeeld de raad,
het college van burgemeester en wethouders en de burgemeester organen. De
reçhtspersoon is het openbaar lichaam gemeente. Men kan dus geen privaatrechtelijke
contracten afsluiten met het college van burgemeester en wethouders of de
gemeenteraad, maar alleen met de gemeente. Voor die gemeente wordt dan
privaatrechtelijk beslist door de raad of, krachtens delegatie, door burgemeester en
wethouders, terwijl de burgemeester als formele representant optreedt. Dit onderscheid is
onder meer belangrijk voor het procesrecht. In gevallen van administratief beroep of
administratief rechtspraak wordt het beroep ingesteld tegen het besluit van het
(beschikkende) orgaan. Dit orgaan (verweerder). Civilrechtelijk is de rechtspersoon
procespartij en moet, bij gemeente, de burgemeester aantreden".

(Organ dan badan hukum dapat dibedakan dengan tegas. Dalam berbagai hal keduanya
tidak sama. Pada wilayah kabupaten terdapat organ-organ seperti DPRD, pemerintahan
harian, dan bupati/walikota. Badan hukumnya adalah badan umum kabupaten. Artinya
kita tidak dapat membuat perjanjian dengan DPRD, pemerintahan harian, dan
bupati/walikota, tetapi hanya dengan kabupaten. Pembuatan keputusan yang bersifat
privat bagi kabupaten dilakukan oleh dewan, atau berdasarkan delegasi, oleh
pemerintahan harian. Dalam berbagai hal, bupati/walikota bertindak sebagai wakil {dari
kabupaten}. Perbedaan antara organ dengan badan hukum ini sangat penting dalam
proses hukum. Dalam hal upaya administratif atau peradilan administrasi, gugatan
ditujukan terhadap organ yang membuat keputusan tersebut. Organ inilah yang menjadi
pihak dalam proses hukum. Sementara dalam hal keperdataan, badan hukumlah yang
menjadi pihak, misalnya pada kabupaten, bupati tampil bertindak {untuk mewakili badan
hukum}, yaitu kabupaten).

Berdasarkan keterangan tersebut tampak bahwa tindakan hukum pemerintah di bidang


keperdataan adalah sebagai wakil dari badan hukum (rechtspersoon), yang tunduk dan diatur
dengan hukum perdata. Dengan demikian, kedudukan pemerintah dalam hukum privat adalah
sebagai wakil dari badan hukum keperdataan.

Keberadaan pemerintah yang secara teoretik memiliki dua fungsi, sebagai wakil dari
jabatan dan badan hukum, yang masing- masing diatur dan tunduk pada hukum yang
berbeda; hukum publik dan hukum privat, sering membingungkan bagi kebanyakan orar.g
apalagi bagi orang awam. Kebingungan ini sekurang-kurangnya karena tiga alasan; pertama,
kesukaran menentukan secara tegas kapan pemerintah bertindak dalam bidang keperdataan
dan kapan dalam bidang publik; kedua, dalam praktik pihak yang melak ukan tindakan di
bidang publik dan keperdataan itu menggunakan satu nama yakni pemerintah; ketiga,
sebagaimana telah disebutkan di atas, perbedaan antara hukum publik dengan hukum privat
itu bersifat relatif. Salah satu cara untuk meredakan kebingungan itu adalah melalui
pemahaman secara mendalam tentang konsep kewenangan pemerintahan
(bestuursbevoegdheid).
B. Kewenangan Pemerintah

1. Asas Legalitas dan Wewenang Pemerintahan

a. Asas Legalitas (legaliteitsbeginsel)

Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam
setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum terutama bagi
negara-negara hukum dalam sistem Kontinental. Pada mulanya asas legalitas dikenal dalam
penarikan pajak oleh negara. Di Inggris terkenal ungkapan; “No taxation without
representation", tidak ada pajak tanpa (persetujuan) parlemen, atau di Amerika ada ungkapan;
"Taxation without representation is robbery", pajak tanpa (persetujuan) parlemen adalah
perampokan. Hal ini berarti penarikan pajak hanya boleh dilakukan setelah adanya undang-
undang yang mengatur pemungutan dan penentuan pajak. Asas ini dinamakan juga dengan
kekuasaan undang-undang (de heerschappij van de wet).

Istilah asas legalitas juga dikenal dalam Hukum Pidana; nullum delictum sine praevia
lege poenali (tidak ada hukuman tanpa undang- undang), dan dikenal pula dalam Hukum
Islam yang bertumpu pada ayat; ma kaana mu’adzibiina hatta nab’atsa rasuula; “Kami tidak
menjatuhkan siksa sebelum Kami mengutus seorang Rasul", yang selanjutnya dari ayat ini
melahirkan kaidah hukum Islam "la hukma li af'al aluqola-i qobla wurud al-nash" (tidak ada
hukum bagi orang berakal sebelum ada ketentuan nash). Kemudian asas legalitas ini
digunakan dalam bidang Hukum Administrasi Negara yang memiliki makna, "Dat het
bestuur aan de wet is onderworpen" (bahwa pemerintah tunduk kepada undang-undang) atau
“Het legaliteitsbeginsel houdt in dat alle (algemene) de burgers bindende bepalingen op de
wet moeten berusten" (asas legalitas menentukan bahwa semua ketentuan yang mengikat
warga negara harus didasarkan pada undang-undang). Asas legalitas ini merupakan prinsip
negara hukum yang sering dirumuskan dengan ungkapan "Het beginsel van wetmatigheid van
bestuur" yakni prinsip keabsahan pemerintahan.

H.D. Stout, dengan mengutip pendapat Verhey, mengemukakan bahwa het beginsel van
wetmatigheid van bestuur mengandung tiga aspek, yakni aspek negatif (het negatieve aspect),
aspek formal- positif (het formeel-positieve aspect), dan aspek materiil-positif (het materieel-
positieve aspect). Aspek negatif menentukan bahwa tindakan pemerintahan tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang. Tindakan pemerintahan adalah tidak sah jika
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Aspek formal- positif
menentukan bahwa pemerintah hanya memiliki kewenangan tertentu sepanjang diberikan
atau berdasarkan undang-undang. Aspek materiil-positif menentukan bahwa undang-undang
memuat aturan umum yang mengikat tindakan pemerintahan. Hal ini berarti bahwa
kewenangan itu harus memiliki dasar perundang-undangan dan juga bahwa kewenangan itu
isinya ditentukan normanya oleh undang-undang.

Secara historis, asas pemerintahan berdasarkan undang-undang itu berasal dari pemikiran
hukum abad ke-19 yang berjalan seiring dengan keberadaan negara hukum klasik atau negara
hukum liberal (de liberale rechtsstaatidee) dan dikuasai oleh berkembangnya pemikiran
hukum legalistik-positivistik, terutama pengaruh aliran hukum legisme, yang menganggap
hukum hanya apa yang tertulis dalam undang-undang. Di luar undang-undang dianggap tidak
ada hukum atau bukan hukum. Oleh karena itu, undang-undang dijadikan sebagai sendi
utama penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan, dengan kata lain, asas legalitas dalam
gagasan negara hukum liberal memiliki kedudukan sentral, atau sebagai suatu fundamen dari
negara hukum (als een fundamenten van de rechtsstaat).

Secara normatif, prinsip bahwa setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan
perundang-undangan atau berdasarkan pada kewenangan ini memang dianut di setiap negara
hukum, namun dalam praktiknya penerapan prinsip ini berbeda-beda antara satu negara
dengan negara lain. Ada negara yang begitu ketat berpegang pada prinsip ini, namun ada pula
negara yang tidak begitu ketat menerapkannya. Artinya untuk hal-hal atau tindakan- tindakan
pemerintah yang tidak begitu fundamental, penerapan prinsip tersebut dapat diabaikan.
Berkenaan dengan hal ini, Foulkes menyebutkan sebagai berikut.

"If the government has decided on certain action - to give grants and loans to firm, to
encourage export, to abolish pay beds in hospitals, to ensure that secondary education is
organised on the comprehensive principle, to hold a referendum and so on – it will have
to ask itself whether it needs statutory authority to do it. It can do many things without
having to rely on such authority. It can enter into contracts, it can conduct foreign affairs
and sign treaties, of employees. It can send troops to Suez and bring them back. It can
create new institutions by the grant of a charter or action. All these it can do without
having to get the prior consent of parliament whether by Act or otherwise (cetak bold,
pen.)

(jika pemerintah telah memutuskan untuk melakukan tindakan tertentu – memberikan


bantuan dan pinjaman pada perusahaan, mendorong ekspor, membebaskan biaya
perawatan di rumah sakit, menjamin pendidikan lanjutan yang diatur berdasarkan
prinsip- prinsip umum, melaksanakan pemilihan umum dan sebagainya – ia akan
menanyakan pada dirinya apakah ia memerlukan kewenangan menurut undang-undang
untuk melaksanakannya. Pemerintah dapat melakukan banyak hal tanpa harus
menyandarkan pada kewenangan seperti itu. Pemerintah dapat membuat kontrak,
melaksanakan urusan luar negeri dan menandatangani perjan- jian, mengarahkan
pekerjaan para pegawai. Pemerintah dapat mengirim pasukan ke Suez dan
mengembalikan mereka. Pemerintah dapat membuat institusi baru dengan jaminan
anggaran dasar atau melalui tindakan administrasi belaka. Pemerintah dapat melakukan
semua itu tanpa terlebih dahulu harus mendapatkan izin parlemen apakah melalui
undang-undang ataupun lainnya)

Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum (het
democratish ideaal en het rechtsstaatsideaal). Gagasan demokrasi menuntut agar setiap
bentuk undang-undang dan berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat
dan sebanyak mungkin memerhatikan kepentingan rakyat. Dengan kata lain, sebagaimana
disebutkan Rousseau, “Vormde de wet de belichaming van de retionele, algemene wil (la
raison humaine manifestee par la volonte generale)" (undang-undang merupakan
personifikasi dari akal sehat manusia, aspirasi masyarakat), yang pengejawantahannya harus
tampak dalam prosedur pembentukan undang-undang yang melibatkan atau memperoleh
persetujuan rakyat melalui wakilnya di parlemen.

Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan urusan kenegaraan dan


pemerintahan harus didasarkan pada undang- undang dan memberikan jaminan terhadap hak-
hak dasar rakyat. Asas legalitas menjadi dasar legitimasi tindakan pemerintahan dan jaminan
perlindungan dari hak-hak rakyat. Menurut Sjachran Basah, asas legalitas berarti upaya
mewujudkan duet integral secara harmonis antara paham kedaulatan hukum dan paham
kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip monodualistis selaku pilar-pilar, yang sifat hakikatnya
konstitutif.

Penerapan asas legalitas, menurut Indroharto, akan menunjang berlakunya kepastian


hukum dan kesamaan perlakuan. Kesamaan perlakuan terjadi karena setiap orang yang
berada dalam situasi seperti yang ditentukan dalam ketentuan undang-undang itu berhak dan
berkewajiban untuk berbuat seperti apa yang ditentukan dalam undang-undang tersebut.
Sedangkan kepastian hukum akan terjadi karena suatu peraturan dapat membuat semua
tindakan yang akan dilakukan pemerintah itu dapat diramalkan atau diperkirakan lebih
dahulu, dengan melihat kepada peraturan-peraturan yang berlaku, maka pada asasnya dapat
dilihat atau diharapkan apa yang akan dilakukan oleh aparat pemerintahan yang
bersangkutan. Dengan demikian, warga masyarakat dapat menyesuaikan dengan keadaan
tersebut. Di samping itu, menurut H.D. Stout, “Het legaliteitsbeginsel beoogt de rechtspositie
van de burger jegens de overheid te waarborgen" (asas legalitas dimaksudkan untuk
memberikan jaminan kedudukan hukum warga negara terhadap pemerintah). Pemerintah
hanya dapat melakukan perbuatan hukum jika memiliki legalitas atau didasarkan pada
undang-undang yang merupakan perwujudan aspirasi warga negara. Dalam negara hukum
demokratis, tindakan pemerintahan harus mendapatkan legitimasi dari rakyat yang secara
formal tertuang dalam undang-undang.

Penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan pada asas legalitas, yang berarti


didasarkan undang-undang (hukum tertulis), dalam praktiknya tidak memadai apalagi di
tengah masyarakat yang memiliki tingkat dinamika yang tinggi. Hal ini karena hukum tertulis
senantiasa mengandung kelemahan-kelemahan. Menurut Bagir Manan, hukum tertulis
memiliki berbagai cacat bawaan dan cacat buatan. Lebih lanjut disebutkan;

"Sebagai ketentuan tertulis (written rule) atau hukum tertulis (written law), peraturan
perundang-undangan mempunyai jang- kauan yang terbatas-sekadar “moment opname"
dari unsur- unsur politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hankam yang paling berpengaruh
pada saat pembentukan, ka aus (out of date) bila dibandingkan dengan perubahan
masyarakat yang semakin menyepat atau dipercepat (change). Pembentukan peraturan
perundang-undangan khususnya undang-undang dapat dipersamakan sebagai
pertumbuhan deret hitung, sedangkan perubahan masyarakat bertambah seperti deret
ukur. Kelambanan pertumbuhan peraturan perundang-undangan yang merupakan cacat
bawaan ini dapat pula makin diperburuk oleh berbagai bentuk cacat buatan, yang timbul
akibat masuk atau dimasukkannya berbagai kebijakan atau tindakan yang mengganggu
peraturan perundang-undangan sebagai sebuah sistem”

Pada tulisan lain, Bagir Manan menyebutkan adanya kesulitan yang dihadapi oleh hukum
tertulis, yaitu pertama, hukum sebagai bagian dari kehidupan masyarakat mencakup semua
aspek kehidupan yang sangat luas dan kompleks, sehingga tidak mungkin seluruhnya
dijelmakan dalam peraturan perundang-undangan; kedua, peraturan perundang-undangan
sebagai hukum tertulis sifatnya statis (pada umumnya), tidak dapat dengan cepat mengikuti
gerak pertumbuhan, perkembangan dan perubahan masyarakat yang harus diembannya.
Adanya kelemahan dalam hukum tertulis ini berarti pula adanya kelemahan dalam penerapan
asas legalitas, karena itu penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan dalam suatu negara
hukum diperlukan persyaratan lain agar kehidupan kenegaraan, pemerintahan, dan
kemasyarakatan berjalan dengan baik dan bertumpu pada keadilan. Prajudi Atmosudirdjo
menyebutkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan
pemerintahan, yaitu:

1) Efektivitas, artinya kegiatannya harus mengenai sasaran yang telah ditetapkan;


2) Legimitas, artinya kegiatan administrasi negara jangan sampai menimbulkan heboh oleh
karena tidak dapat diterima oleh masyarakat setempat atau lingkungan yang
bersangkutan;
3) Yuridikitas, adalah syarat yang menyatakan bahwa perbuatan para pejabat administrasi
negara tidak boleh melanggar hukum dalam arti luas;
4) Legalitas adalah syarat yang menyatakan bahwa perbuatan atau keputusan administrasi
negara yang tidak boleh dilakukan tanpa dasar undang-undang (tertulis) dalam arti luas;
bila sesuatu dijalankan dengan dalih “keadaan darurat", maka kedaruratan itu wajib
dibuktikan kemudian; jika kemudian tidak terbukti, maka perbuatan tersebut dapat
digugat di pengadilan;
5) Moralitas adalah salah satu syarat yang paling diperhatikan oleh masyarakat; moral dan
ethik umum maupun kedinasan wajib dijunjung tinggi; perbuatan tidak senonoh, sikap
kasar, kurang ajar, tidak sopan, kata-kata yang tidak pantas, dan sebagainya wajib
dihindarkan;
6) Efisiensi wajib dikejar seoptimal mungkin; kehematan biaya dan produktivitas wajib
diusahakan setinggi-tingginya;
7) Teknik dan teknologi yang setinggi-tingginya wajib dipakai untuk mengembangkan atau
mempertahankan mutu prestasi yang sebaik-baiknya.

a. Wewenang Pemerintahan

Meskipun asas legalitas mengandung kelemahan, namun ia tetap menjadi prinsip utama
dalam setiap negara hukum. Telah disebutkan bahwa asas legalitas merupakan dasar dalam
setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan. Dengan kata lain, setiap
penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan
yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, substansi asas legaliras adalah
wewenang, yakni “Het vermogen tot het verrichten van bengali, rechtshandelingen", yaitu
kemampuan untuk melakukan tindakan tindakan hukum tertentu.

Mengenai wewenang itu, H.D. Stout mengatakan bahwa:

"Bevoegdheid is een begrip uit het bestuurlijke organisatierecht, wat kan worden
omschreven als het geheel van regels dat betrekking heeft op de verkrijging en
uitoefening van bestuursrechtelijke bevoegdheden door publiekrechtelijke
rechtssubjecten in het bestuursrechtelijke rechtsverkeer"

(Wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang
dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan- aturan yang berkenaan dengan perolehan
dan penggunaan wewe- nang pemerintahan oleh subjek hukum publik di dalam
hubungan hukum publik).

Lebih lanjut, H.D. Stout, dengan menyitir pendapat Goorden, mengatakan bahwa
wewenang adalah “het geheel van rechten en plichten dät hetzij expliciet door de wetgever
aan publiekrechtelijke rechtssubjecten is toegekend", (keseluruhan hak dan kewajiban yang
secara eksplisit diberikan oleh pembuat undang-undang kepada subjek hukum publik).
Menurut F.P.C.L. Tonnaer, "Overheidsbevoegdheid wordt in dit verband opgevat als het
vermogen om positief recht vast te stellen en aldus rechtsbetrekkingen tussen burgers
onderling en tussen overheid en te scheppen"(Kewenangan pemerintah dalam kaitan ini
dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu, dapat
diciptakan hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara).
Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian Hukum Tata Negara dan Hukum
Administrasi Negara. Begitu pentingnya kedudukan kewenangan ini, sehingga F.A.M.
Stroink dan J.G. Steenbeek menyebutnya sebagai konsep inti dalam Hukum Tata Negara dan
Hukum Administrasi Negara, "Het begrip bevoegdheid is dan ook een kernbegrip in het
staats-en administratief recht". Kewenangan yang di dalamnya terkandung hak dan
kewajiban, menurut P. Nicolai adalah sebagai berikut.

"Het vermogen tot het verrichten van bepaalde rechtshandelingen (handelingen die op
rechtsgevolg gericht zijn en dus ertoe strekken dat bepaalde rechtsgevolgen onstaan of
teniet gaan). Een recht houdt in de (rechtens gegeven) vrijheid om een bepaalde feitelijke
handeling te verrichten of na te laten, of de (rechtens gegeven) aanspraak op het
verrichten van een handeling door een ander. Een plicht impliceert een verplichting om
een bepaalde handeling te verrichten of na te laten".

(Kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu {yaitu tindakan-tindakan yang


dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup mengenai timbul dan
lenyapnya akibat hukum}. Hak berisi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan
tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk melakukan tindakan tertentu, sedangkan
kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu).

Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan
(macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam
hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitan
dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri
(zelfregelen) dan mengelola sendiri (zelfbesturen), sedangkan kewajiban secara horizontal
berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertikal
berarti kekuasaan untuk menjalankan peme- rintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan
negara secara keseluruhan.

Dalam negara hukum, yang menempatkan asas legalitas sebagai sendi utama
penyelenggaraan pemerintahan, wewenang pemerintahan (bestuursbevoegdheid) itu berasal
dari peraturan perundang-undangan. R.J.H.M. Huisman menyatakan pendapat berikut ini.

"Een bestuursorgaan kan zich geen bevoegdheid toeeigenen. Slechts de wet kan
bevoegdheden verlenen. De wetgever kan een bevoegdheid niet alleen attribueren aan
een bestuursorgaan, maar ook aan ambtenaren (bijvoorbeeld belastinginspecteurs,
inspecteur voor het milieu enz.) of aan speciale colleges (bijvoorbeeld de kiesraad, de
pachtkamer), of zelfs aan privaatrechtelijke rechtspersonen".

(Organ pemerintahan tidak dapat menganggap bahwa ia memiliki sendiri wewenang


pemerintahan. Kewenangan hanya diberikan oleh undang-undang. Pembuat undang-
undang dapat memberikan wewenang pemerintahan tidak hanya kepada organ
pemerintahan, tetapi juga terhadap para pegawai {misalnya inspektur pajak, inspektur
lingkungan, dan sebagainya} atau terhadap badan khusus {seperti dewan pemilihan
umum, pengadilan khusus untuk perkara sewa tanah}, atau bahkan terhadap badan
hukum privat)

2. Sumber dan Cara Memperoleh Wewenang Pemerintahan

Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas (legaliteitsbeginsel atau
het beginsel van wetmatigheid van bestuur), maka berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa
wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewe-
nang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara teoretik, kewenangan
yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu
atribusi, delegasi, dan mandat. Indroharto mengatakan bahwa pada atribusi terjadi pemberian
wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan. Di sini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. Lebih lanjut disebutkan
bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang pemerintahan itu
dibedakan antara:

a. Yang berkedudukan sebagai original legislator; di negara kita di tingkat pusat adalah
MPR sebagai pembentuk konstitusi dan DPR bersama-sama pemerintah sebagai yang
melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemerintah
Daerah yang melahirkan Peraturan Daerah.
b. Yang bertindak sebagai delegated legislator; seperti Presiden yang berdasar pada suatu
ketentuan undang-undang mengeluarkan Peraturan Pemerintah di mana diciptakan
wewenang-wewenang pemerintahan kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara
tertentu.

Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau
Jabatan Tata Usaha Negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif
kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara lainnya. Jadi suatu delegasi selalu didahului
oleh adanya suatu atribusi wewenang.

Mengenai atribusi, delegasi, dan mandat ini H.D. van Wik/ Willem Konijnenbelt
mendefinisikan sebagai berikut:

a. Attributie: toekenning van een bestuursbevoegheid door een wetgever aan een
bestuursorgaan, (atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat
undang-undang kepada organ pemerintahan).
b. Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan aan een ander,
(delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan
kepada organ pemerintahan lainnya).
c. Mandaat: een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem uitoefenen door een
ander, (mandat terjadi ketika organ pemerin- tahan mengizinkan kewenangannya
dijalankan oleh organ lain atas namanya).

Berbeda dengan van Wijk, F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek menyebutkan bahwa
hanya ada dua cara organ pemerintahan mem- peroleh wewenang, yaitu atribusi dan delegasi,
"Er bestaan slechts twee wijzen waarop een orgaan aan een bevoegdheid kan komen,
namelijk attributie en delegatie". Mengenai atribusi dan delegasi, disebutkan bahwa, "Bij
attributie gaat het om het toekennen van een nieuwe bevoegdheid; bij delegatie gaat het om
het overdragen van een reeds bestaande bevoegdheid (door het orgaan dat die bevoegdheid
geattributueerd heeft gekregen, aan een ander orgaan; aan delegatie gaat dus altijd
logischewijs vooraf)" (Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, sedangkan
delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada {oleh organ yang telah
memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain; jadi delegasi secara logis selalu
didahului oleh atribusi})". Dalam hal mandat dikemukakan sebagai berikut.

"Bij mandaat is noch sprake van een bevoegdheidstoekenning, noch van een
bevoegdheisoverdracht. In geval van mandaat verandert er aan een bestaande
bevoegdheid (althans in formeel juridisch zin) niets. Er is dan uitsluitend sprake van een
interne verhouding, bij voorbeeld minister- ambtenaar, waar bij de minister de ambtenaar
machtigt en/of opdraagt nemens hem bepaalde beslissingen te nemen, terwijl juridisch-
naar buiten toe-de minister het bevoegde en verantwoordelijke orgaan blijft. De
ambtenaar beslist feitelijk, de minister juridisch".
(Pada mandat tidak dibicarakan penyerahan wewenang, tidak pula pelimpahan
wewenang. Dalam hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang apa pun {setidak-
tidaknya dalam arti yuridis formal}. Yang ada hanyalah hubungan internal, sebagai
contoh Menteri dengan pegawai, Menteri mempunyai kewenangan dan melimpahkan
kepada pegawai untuk mengambil keputusan tertentu atas nama Menteri, sementara
secara yuridis wewenang dan tanggung jawab tetap berada pada organ kementerian.
Pegawai memutuskan secara faktual, Menteri secara yuridis).

Pengertian atribusi dan delegasi berdasarkan Algemene Bepalingen van Administratief


Recht adalah sebagai berikut; “Van attributie van bevoegdheid kan worden gesproken wanner
de wet (in materiele zin) een bepaalde bevoegdheid aan een bepaald orgaan toekent",
(Atribusi wewenang dikemukakan bilamana undang-undang {dalam arti materiil}
menyerahkan wewenang tertentu kepada organ tertentu). Dalam hal delegasi disebutkan, “...
Te verstaan de overdracht van die bevoegdheid door het bestuursorgaan waaraan deze is
gegeven, aan een ander orgaan, dat de overgedragen bevoegdheid als eigen bevoegdheid zal
uitoefenen" (...berarti pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan yang telah diberi
wewenang, kepada organ lainnya, yang akan melaksanakan wewenang yang telah
dilimpahkan itu sebagai wewenangnya sendiri). Di dalam Algemene Wet Bestuursrecht
(Awb), mandat berarti, "Het door een bestuursorgaan aan een ander verlenen van de
bevoegdheid in zijn naam besluiten te nemen", yaitu (pemberian wewenang oleh organ
pemerintahan kepada organ lainnya untuk mengambil keputusan atas namanya), sedangkan
delegasi diartikan sebagai, "Het overdragen door een bestuursorgaan van zijn bevoegdheid tot
het nemen van besluiten aan een ander die deze onder eigen verantwoordelijkheid uitoefent"
(Pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lain untuk mengambil
keputusan dengan tanggung jawab sendiri). Artinya dalam penyerahan wewenang melalui
delegasi ini, pemberi wewenang telah lepas dari tanggung jawab hukum atau dari tuntutan
pihak ketiga, jika dalam penggunaan wewenang itu menimbulkan kerugian pada pihak lain.

Dalam hal pelimpahan wewenang pemerintahan melalui delegasi ini terdapat syarat-
syarat sebagai berikut.

a. delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat lagi menggunakan
sendiri wewenang yang telah dilim- pahkan itu;
b. delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan, artinya delegasi
hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundang-
undangan;
c. delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian tidak
diperkenankan adanya delegasi;
d. kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya dele- gans berhak untuk
meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut;
e. peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans membe- rikan instruksi (petunjuk)
tentang penggunaan wewenang tersebut,

Dalam kajian HAN, mengetahui sumber dan cara memperoleh wewenang organ
pemerintahan ini penting karena berkenaan dengan pertanggungjawaban hukum dalam
penggunaan wewenang tersebut, seiring dengan salah satu prinsip dalam negara hukum;
“geen bevoegdheid zonder verantwoordelijkheid atau there is no authority without
responsibility" (tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban). Setiap pemberian
kewenangan kepada pejabat pemerintahan tertentu, tersirat di dalamnya pertanggungjawaban
dari pejabat yang bersangkutan.

Berdasarkan keterangan tersebut di atas, tampak bahwa wewe- nang yang diperoleh
secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan. Dengan kata
lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal
tertentu dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang
dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada, dengan
tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya
berada pada penerima wewenang (atributaris). Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang,
yang ada hanya pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya.
Tanggung jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi (delegans), tetapi beralih
pada penerima delegasi (delegataris). Sementara pada mandat, penerima mandat (mandataris)
hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat (mandans), tanggung jawab akhir
keputusan yang diambil mandataris tetap berada pada mandans. Hal ini karena pada dasarnya,
penerima mandat ini bukan pihak lain dari pemberi mandat. Untuk memperjelas perbedaan
antara delegasi dan mandat dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Perbedaan antara Delegasi dan Mandat


Delegasi Mandat Overdracht van bevoegdheid; (pelimpahan wewenang); Opdracht tot
uitvoering; (perintah untuk melaksanakan) 1. 1. Bevoegdheid kan door het oors- pronkelijk
bevoegde orgaan niet incidenteel uitgoefend worden; (keweņangan tidak dapat dijalankan
secara insidental oleh organ yang memiliki wewenang asli) Bevoegdheid kan door
mandaatgever nog incidenteel uitgeofend worden; (kewenangan dapat sewaktu-waktu
dilaksanakan oleh mandans); 2. 2. Behooud van verantwoordelijkheid; (tidak terjadi peralihan
tanggung jawab) 3. Overgang van verantwoordelijkheid; (terjadi peralihan tanggung jawab)
3. Geen wettelijke basis vereist; (Tidak harus berdasarkan UU); 4. Wettelijke basis vereist;
(harus berdasarkan UU); 4. Kan schriftelijk, mag ook mondeling; (Dapat tertulis, dapat pula
secara lisan); 5. Moet schriftelijke; (harus tertulis);

Philipus M. Hadjon membuat perbedaan delegasi dan mandat berikut ini.

Mandat Delegasi Dalam hubungan rutin atasan-bawahan: hal biasa kecuali dilarang Dari
suatu organ pemerintahan kepada organ lain: dengan peraturan perun- dang-undangan a.
Prosedur Pelimpahan secara tegas b. Tanggung jawab dan tanggung gugat Tanggung jawab
dan tanggung gugat beralih kepada delegataris Tetap pada pemberi mandat c. Kemungkinan
si pem- beri menggunakan Setiap saat dapat menggunakan sendiri wewenang yang dilim-
pahkan itu. Tidak dapat menggunakan wewenang itu lagi kecuali setelah ada pencabutan
wewenang itu lagi dengan berpegang pada asas "contrarius actus".

Dalam kepustakaan terdapat pembagian mengenai sifat wewe- nang pemerintahan yakni
terikat, fakultatif, dan bebas, terutama dalam kaitannya dengan kewenangan pembuatan dan
penerbitan keputusan-keputusan (beschikkingen) oleh organ pemerintahan, sehingga dikenal
ada keputusan yang bersifat terikat dan bebas. Indroharto65 mengatakan bahwa; pertama,
wewenang pemerintahan yang bersifat terikat, yakni terjadi apabila peraturan dasarnya
menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan
atau peraturan dasarnya sedikit banyak menentukan tentang isi dari keputusan yang harus
diambil, dengan kata lain, terjadi apabila peraturan dasar yang menentukan isi dari keputusan
yang harus diambil secara terinci, maka wewenang pemerintahan semacam itu merupakan
wewenang yang terikat; kedua, wewenang fakultatif, terjadi dalam hal badan atau pejabat tata
usaha negara yang bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak
masih ada pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalam hal-hal atau keadaan-
keadaan tertentu sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasarnya; ketiga, wewenang bebas,
yakni terjadi ketika peraturan dasarnya memberi kebebasan kepada badan atau pejabat tata
usaha negara untuk menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan
dikeluarkannya atau peraturan dasarnya memberikan ruang lingkup kebebasan kepada
pejabat tata usaha negara yang bersangkutan. Philipus M. Hadjon, dengan mengutip pendapat
Spelt dan Ten Berge, membagi kewenangan bebas dalam dua kategori, yaitu kebebasan
kebijaksanaan (beleidsvrijheid) dan kebebasan penilaian (beoordelingsvrijheid). Ada
kebebasan kebijaksanaan (wewenang diskresi dalam arti sempit) bila peraturan perundang-
undangan memberikan wewenang tertentu kepada organ pemerintahan, sedangkan organ
tersebut bebas untuk (tidak) menggunakannya meskipun syarat-syarat bagi penggunaannya
secara sah dipenuhi. Adapun kebebasan penilaian (wewenang diskresi dalam arti yang tidak
sesungguhnya) ada, sejauh menurut hukum diserahkan kepada organ pemerintahan untuk
menilai secara mandiri dan eksklusif apakah syarat-syarat bagi pelaksanaan suatu wewenang
secara sah telah dipenuhi. Berdasarkan pengertian ini, Philipus M. Hadjon menyimpulkan
adanya dua jenis kekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi, yaitu: pertama, kewenangan untuk
memutus secara mandiri; kedua, kewenangan interpretasi terhadap norma- norma tersamar
(vage norm).

Meskipun kepada pemerintah diberikan kewenangan bebas, namun dalam suatu negara
hukum pada dasarnya tidak terdapat kebebasan dalam arti yang seluas-luasnya atau
kebebasan tanpa batas, sebab dalam suatu negara hukum; “Zowel de
bevoegdheidstoekenning, als de aard en de omvang van de bevoegdheid als de
bevoegdheidsuitoefening zijn aan juridische grenzen onderworpen. Inzake
bevoegdheidstoekenning en het tegendeel daarvan, bestaan juridisch geschreven en
ongeschreven regels" (Baik penyerahan wewenang, sifat dan isi wewenang, maupun
pelaksanaan wewenang tunduk pada batasan-batasan yuridis. Mengenai penyerahan
wewenang dan sebaliknya, terdapat aturan-aturan hukum tertulis dan tidak tertulis). Di
samping itu, dalam negara hukum juga dianut prinsip bahwa setiap penggunaan kewenangan
pemerintahan harus disertai dengan pertanggungjawaban hukum. Terlepas dari bagaimana
wewenang itu diperoleh dan apa isi dan sifat wewenang serta bagaimana
mempertanggungjawabkan wewenang tersebut, yang pasti bahwa wewenang merupakan
faktor penting dalam hubungannya dengan masalah pemerintahan, karena berdasarkan pada
wewenang inilah pemerintah dapat melakukan berbagai tindakan hukum di bidang publik
(publiekrechtshandeling).
C. Tindakan Pemerintahan

1. Pengertian Tindakan Pemerintahan

Pemerintah atau administrasi negara adalah sebagai subjek hukum, sebagai drager van de
rechten en plichten atau pendukung hak- hak dan kewajiban-kewajiban. Sebagai subjek
hukum, pemerintah sebagaimana subjek hukum lainnya melakukan berbagai tindakan baik
tindakan nyata (feitelijkhandelingen) maupun tindakan hukum (rechtshandelingen). Tindakan
nyata adalah tindakan-tindakan yang tidak ada relevansinya dengan hukum dan oleh
karenanya tidak menimbulkan akibat-akibat hukum, sedangkan tindakan hukum menurut
R.J.H.M. Huisman, tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya dapat menimbulkan akibat
hukum tertentu, atau “Een rechtshandeling is gericht op het scheppen van rechten of
plichten", (Tindakan hukum adalah tindakan yang dimaksudkan untuk men- ciptakan hak dan
kewajiban). Istilah tindakan hukum ini semula berasal dari ajaran hukum perdata (het woord
rechtshandeling is ontleend aan de dogmatiek van het burgerlijk recht)," digunakan dalam
Hukum Administrasi Negara, sehingga dikenal istilah tindakan hukum administrasi
(administratieve rechtshandeling). Menurut H.J. Romeijn, "Een administratieve
rechtshandeling is dan een wilsverklaring in een bijzonder geval uitgaande van een
administratief orgaan, gericht op het in het leven roepen van een rechtsgevolg op het gebeid
van administratief recht" (tindakan hukum administrasi adalah suatu pernyataan kehendak
yang muncul dari organ administrasi dalam keadaan khusus, dimaksudkan untuk
menimbulkan akibat hukum dalam bidang Hukum Administrasi Negara). Akibat hukum yang
lahir dari tindakan hukum adalah akibat-akibat yang memiliki relevansi dengan hukum,
seperti "het scheppen van een nieuwe, het wijzigen of het opheffen van een bestaande
rechtsverhouding" (penciptaan hubungan hukum baru, perubahan atau pengakhiran hubungan
hukum yang ada). Dengan kata lain, akibat-akibat hukum (rechtsgevolgen) itu dapat berupa
hal-hal sebagai berikut.

a. indien er een verandering optreedt in de bestaande rechten, verplich- tingen of


bevoegdheid van sommigen; (jika menimbulkan beberapa perubahan hak, kewajiban atau
kewenangan yang ada).
b. wanner er verandering optreedt in juridische status van een persoon of (van) object;
(bilamana menimbulkan perubahan kedudukan hukum bagi seseorang atau objek yang
ada).
c. wanner het bestaan van zekere rechten, verplichtingen, bevoegdheden of status bindend
wordt vastgesteld; (bilamana terdapat hak- hak, kewajiban, kewenangan, ataupun status
tertentu yang ditetapkan).

Bila dikatakan bahwa tindakan hukum pemerintahan itu merupakan pernyataan kehendak
sepihak dari organ pemerintahan (eenzijdige wilsverklaring van de bestuursorgaan) dan
membawa akibat pada hubungan hukum atau keadaan hukum yang ada, maka kehendak
organ tersebut tidak boleh mengandung cacat seperti kekhilafan (dwaling), penipuan
(bedrog), paksaan (dwang), dan lain- lain yang menyebabkan akibat-akibat hukum yang tidak
sah. Di samping itu, karena setiap tindakan hukum itu harus didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka dengan sendirinya tindakan tersebut tidak boleh
menyimpang atau bertentangan dengan peraturan yang bersangkutan, yang dapat
menyebabkan akibat-akibat hukum yang muncul itu batal (nietig) atau dapat dibatalkan
(nietigbaar).

Disebutkan bahwa istilah "rechtshandeling" atau tindakan hukum ini berasal dari ajaran
hukum perdata, yang kemudian digunakan juga dalam Hukum Administrasi Negara. Begitu
digunakan dalam Hukum Administrasi Negara, sifat tindakan hukum ini mengalami
perbedaan; "De administratiefrechtelijke rechtshandeling is, ondanks gelijkluidendheid van
naam, anders van aard dan van de civile rechtshandeling" (tindakan hukum administrasi
berbeda sifatnya dengan tindakan hukum perdata, meskipun namanya sama), terutama karena
sifat mengikatnya, "De administratiefrechtelijke rechtshandelingen kunnen burgers binden
zonder dar hunnerzijds tot die binding op enige wijze wordt bijgedragen" (tindakan hukum
administrasi dapat mengikat warga negara tanpa memerlukan persetujuan dari warga negara
yang bersangkutan), sementara dalam tindakan hukum perdata diperlukan persesuaian
kehendak (wilsovereenstemming) antara kedua pihak atas dasar kebebasan kehendak atau
diperlukan persetujuan dari pihak yang dikenai tindakan hukum tersebut. Hal ini karena
hubungan hukum perdata itu bersifat sejajar, sementara hubungan hukum publik itu bersifat
sub ordinatif, di satu pihak pemerintah dilekati dengan kekuasaan publik, di pihak lain warga
negara tidak dilekati dengan kekuasaan yang sama.

2. Unsur, Macam-macam, dan Karakteristik Tindakan Hukum Pemerintahan

a. Unsur-unsur Tindakan Hukum Pemerintahan


Disebutkan bahwa tindakan hukum pemerintah adalah tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh organ pemerintahan atau administrasi negara yang dimaksudkan untuk menimbulkan
akibat-akibat hukum dalam bidang pemerintah atau administrasi negara. Berdasarkan
pengertian ini tampak ada beberapa unsur yang terdapat di dalamnya. Muchsan menyebutkan
unsur-unsur tindakan hukum pemerintahan sebagai berikut:

1) Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedu- dukannya sebagai penguasa
maupun sebagai alat perlengkapan
2) pemerintahan (bestuursorganen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri;
3) Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan;
4) Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di
bidang Hukum Administrasi Negara;
5) Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka peme- liharaan kepentingan
negara dan rakyat.

Unsur-unsur yang dikemukakan oleh Muchsan ini perlu ditambah, terutama dalam
kaitannya dengan negara hukum yang mengedepankan asas legalitas atau wetmatigheid van
bestuur, yaitu perbuatan hukum administrasi harus didasarkan pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku, “Administratiefrechtelijke rechts handelingen kunnen in principe
allen verricht worden in de gevallen waarin en op de wijze waaop een wettelijk voorschrift
dat heeft voorzien of toelaat" (pada prinsipnya, tindakan hukum administrasi hanya dapat
dilakukan dalam hal dan dengan cara yang telah diatur dan diperkenankan oleh peraturan
perundang-undangan). Tanpa dasar peraturan perundang-undangan, tindakan hukum
pemerintah akan dikategorikan sebagai tindakan hukum tanpa kewenangan (onbevoegd). Ada
tiga kemungkinan onbevoegd; pertama, tidak berwenang dari segi wilayah (onbevoegdheid
ratione loci atau onbevoegdheid naar plaats); kedua, tidak berwenang dari segi waktu
(onbevoegdheid ratione temporis atau onbevoegdheid naar tijd); ketiga, tidak berwenang dari
segi materi (onbevoegdheid ratione materie atau onbevoegdheid naar materie). P. de Haan
dan kawan-kawan menye- butkan onbevoegdheid itu mencakup onbevoegdheid absolut
(absolute incompetentie), yaitu berkenaan dengan substansi wewenang atau suatu urusan, dan
onbevoegdheid relatif (relatieve incompetentie) yakni berkenaan dengan waktu dan tempat.
Menurutnya, onbevoegdheid yang berkenaan dengan substansi wewenang atau suatu urusan
itu terkait dengan persoalan atribusi, delegasi, dan mandat. Onbevoegdheid yang berkenaan
dengan tempat, terkait dengan desentralisasi teritorial (misalnya, bukan Kabupaten A tetapi
Kabupaten B yang berwenang) atau terkait dengan dekonsentrasi dari aparat pegawai
pemerintah pusat (misalnya, bukan pemeriksaan A tetapi pemeriksaan B). Onbevoegdheid
yang berkenaan dengan waktu adalah suatu urusan di mana dalam hal pengambilan atau
pembentukan keputusannya tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan.

b. Macam-macam Tindakan Hukum Pemerintahan

Telah jelas bahwa pemerintah atau administrasi negara adalah subjek hukum yang
mewakili dua institusi yaitu jabatan pemerintahan dan badan hukum. Karena mewakili dua
institusi maka dikenal ada dua macam tindakan hukum, yaitu tindakan-tindakan hukum
publik (publiekrechtshandelingen) dan tindakan hukum privat (privaatrechtshandelingen). Di
dalam ABAR, tindakan hukum pemerintahan dijelaskan sebagai berikut.

"De rechtshandelingen door de overheid in haar bestuursfunctie, kunnen worden


onderscheiden in privaatrechteijke en publiekrechtelijke rechtshandelingen. Onder
publiekrechtelijke rechtshandelingen worden hier verstaan de rechtshandelingen die
verricht worden op de grondslag van het publiekrecht; onder privaatrechtelijke
rechtshandelingen; rechtshandelingen die verricht worden op grondslag van het
privaatrecht".

(Tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi


pemerintahannya dapat dibedakan dalam tindakan hukum publik dan tindakan hukum
privat. Tindakan hukum publik berarti tindakan hukum yang dilakukan tersebut
didasarkan pada hukum publik, sedangkan tindakan hukum privat adalah tindakan
hukum yang didasarkan pada ketentuan hukum keperdataan).

Kedudukan hukum pemerintah yang mewakili dua institusi, tampil dengan “twee petten"
dan diatur dengan dua bidang hukum yang berbeda, yaitu hukum publik dan hukum privat,
akan mela- hirkan tindakan hukum dengan akibat-akibat hukum yang juga berbeda. Di dalam
praktik agak sukar membedakan kapan tindakan hukum pemerintah itu diatur oleh hukum
publik dan kapan tindakan itu diatur dan tunduk pada hukum perdata, apalagi dengan adanya
kenyataan bahwa tindakan pemerintahan tidak selalu dilakukan oleh organ pemerintahan,
tetapi juga oleh seseorang atau badan hukum perdata dengan persyaratan tertentu. Di samping
itu, ada pula kesukaran lain dalam menentukan garis batas (scheidingslijn) tindakan
pemerintah apakah bersifat publik atau privat, terutama sehubungan dengan adanya dua
macam tindakan hukum publik, yaitu yang bersifat murni (de puur publiekrechtelijke),
sebagai tindakan hukum yang dilaksanakan berdasarkan kewenangan publik, dan bersifat
campuran antara hukum publik dan hukum privat (de gemengd publiek-en privaatrechtelijke).
Oleh karena itu, diperlukan klarifikasi mengenai kapan tindakan hukum pemerintah atau
administrasi ini bersifat dan diatur oleh hukum perdata dan kapan tindakan itu diatur dan
tunduk pada hukum publik.

Secara teoretis, cara untuk menentukan apakah tindakan pemerintahan itu diatur oleh
hukum privat atau hukum publik adalah dengan melihat kedudukan pemerintah dalam
menjalankan tindakan tersebut. Jika pemerintah bertindak dalam kualitasnya sebagai
pemerintah, maka hanya hukum publiklah yang berlaku, jika pemerintah bertindak tidak
dalam kualitas pemerintah, maka hukum privatlah yang berlaku, dengan kata lain, ketika
pemerintah terlibat dalam pergaulan keperdataan dan bukan dalam kedudukannya sebagai
pihak yang memelihara kepentingan umum, ia tidak berbeda dengan pihak swasta, yaitu
tunduk pada hukum privat. Cara lainnya adalah dengan melakukan pembedaan antara
overheid sebagai pemegang kewenangan pemerintahan dengan lichaam sebagai badan
hukum. Dalam kaitannya dengan daerah, diketahui bahwa daerah adalah badan hukum
publik, yang di satu sisi sebagai overheid dan di sisi lain sebagai lichaam. Sebagai overheid,
daerah melaksanakan kewenangan atau tugas-tugas pemerintahan yang diberikan dan diatur
oleh ketentuan hukum publik. Sebagai lichaam, daerah adalah sebagai wakil dari badan
hukum, yang dapat bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada keten- tuan
hukum perdata.83 Sebagai contoh, ketika kabupaten membeli beberapa mobil bus baru untuk
kepentingan perusahaannya, kabupaten melaksanakan perjanjian jual beli yang didasarkan
pada hukum perdata. Disebutkan juga bahwa “Als zodanig is de gemeente draagster van
privaatrechtelijke rechten en plichten, zij kan deelnemen aan het "gewone" rechtsverkeer. En
wanner zij dat doet neemt zij in beginsel dezelfde positie in als elke andere natuurlijke of
rechtspersoon" (sebagaimana badan hukum privat, kabupaten adalah pemikul hak dan
kewajiban keperdataan. Kabupaten dapat melakukan berbagai tindakan hukum berdasarkan
hukum perdata, ia dapat terlibat dalam lalu lintas pergaulan hukum “biasa". Apabila
kabupaten melakukan tindakan tersebut, secara prinsip kedudukannya sama dengan seseorang
atau badan hukum). Berdasarkan contoh dan keterangan tersebut tampak bahwa pemerintah
atau pemerintah daerah-sebagai wakil dari negara atau kabupaten-dapat melakukan perbuatan
atau tindakan hukum publik dan tindakan hukum keperdataan.

Berkenaan dengan tindakan hukum publik dari organ pemerin- tahan ini, A.F.A. Korsten
dan F.P.C.L. Tonnaer mengatakan sebagai berikut.
"Publiekrechtelijke rechtshandelingen, waarvan de overheid voor de uitoefening van haar
bestuursfunctie gebruik maakt, zijn te onderscheiden in eenzijdige en meerzijdige
publiekrechtelijke rechtshandelingen. Gemeenschappelijke regelingen tussen gemeenten
en tussen gemeenten en een provincie zijn voorbeelden van meerzijdige
publiekrechtelijke rechtshandelingen". “Eenzijdige publiekrechtelijke rechtshandelingen
doen zich voor in de vorm van handeling van een bestuursorgaan waardoor een
publiekrechtelijk rechtsgevolg ontstaat. Voorbeelden zijn het verlenen van een
bouwvergunning door burgemeester en wethouders, bijstandsverlening, bevel tot
ontruiming van een onbewoonbaar verklaarde woning".

(Tindakan hukum publik yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi
pemerintahannya, dapat dibedakan dalam tindakan hukum publik yang bersifat sepihak
dan tindakan banyak pihak. Peraturan bersama antarkabupaten atau antara kabupaten
dengan provinsi adalah contoh dari tindakan hukum publik beberapa pihak. Tindakan
hukum publik sepihak berbentuk tindakan yang dilakukan sendiri oleh organ
pemerintahan yang menimbulkan akibat hukum publik, contohnya adalah pemberian izin
bangunan dari Walikota, pemberian bantuan {subsidi}, perintah pengosongan
bangunan/rumah, dan sebagainya).

C. Karakteristik Tindakan Hukum Pemerintahan

Di kalangan para sarjana terjadi perbedaan pendapat menge- nai sifat tindakan hukum
pemerintahan ini. Sebagian menyatakan bahwa perbuatan hukum yang terjadi dalam lingkup
hukum publik selalu bersifat sepihak atau hubungan hukum bersegi satu (eenzijdige). Bagi
mereka tidak ada perbuatan hukum publik yang bersegi dua, tidak ada perjanjian yang diatur
oleh hukum publik. Bilamana antara pemerintah dengan seorang partikelir diadakan suatu
perjanjian, maka hukum yang mengatur perjanjian itu senantiasas hukum privat. Perjanjian
itu suatu perbuatan hukum yang bersegi dua karena diadakan oleh dua kehendak (yang
ditentukan dengan sukarela), yakni suatu persesuaian kehendak (wilsovereenstemming)
antara dua pihak. Sementara sebagian penulis lain menyatakan, ada perbuatan hukum
pemerintahan bersegi dua (tweezijdige). Mereka mengakui adanya perjanjian yang diatur
oleh hukum publik seperti kortverband contract atau perjanjian kerja yang berlaku selama
jangka pendek. Meskipun dikenal adanya tindakan pemerintah yang bersegi dua, namun dari
argumentasi masing- masing penulis tampak bahwa pada prinsipnya semua tindakan
pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas-tugas publik lebih merupakan tindakan
sepihak. atau bersegi satu. Indroharto bahkan menyebutkan bahwa tindakan hukum tata usaha
negara itu selalu bersifat sepihak. Tindakan hukum tata usaha negara itu dikatakan bersifat
sepihak karena dilakukan tidaknya suatu tindakan hukum tata usaha negara yang memiliki
kekuatan hukum itu pada akhirnya tergantung kepada kehendak sepihak dari badan atau
jabatan tata usaha negara yang memiliki wewenang pemerintahan untuk berbuat demikian.
Pada perjanjian kerja jangka pendek (kortverband contract), yang dijadikan contoh hubungan
hukum dua pihak dalam hukum publik, harus dianggap sebagai cara pelaksanaan tindakan
pemerintahan bukan esensi dari tindakan hukum pemerintahan itu sendiri. Dengan kata lain,
sebagaimana disebutkan W.F. Prins, yang lebih lazim terjadi ialah pernyataan kehendak
pemerintah dijadikan titik berat dalam pelaksanaannya, sedangkan kegiatan pihak yang
bersangkutan, yang melahirkan awal usahanya, menjadi tergeser ke belakang, sekalipun
kemudian ditentukan bahwa pihak yang bersangkutan harus menyetujui penawaran yang
diberikan oleh pemerintah kepadanya. Demikian pula pada izin usaha pertambangan dan
konsesi pertambangan tidak dapat dikatakan bahwa pihak yang bersangkutan berkesempatan
untuk terlebih dahulu menyatakan persetujuannya. Sebab izin pengusahaan pertambangan
dan konsesi pertambangan tersebut terjadinya justru karena keputusan pemerintah, yang
sifatnya “sepihak", dan berlaku seketika.

Dalam suatu negara hukum setiap tindakan hukum pemerintahan selalu harus didasarkan
pada asas legalitas atau harus peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya tindakan
hukum pemerintahan itu pada dasarnya adalah tindakan yang dilakukan dalam rangka
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau dalam rangka mengatur dan melayani kepentingan umum yang dikristalisasikan
dalam ketentuan undang-undang berdasarkan yang bersangkutan. Ketentuan undang-undang
ini melahirkan kewenangan tertentu bagi pemerintah untuk melakukan tindakan hukum
tertentu. Karena kewenangan ini hanya diberikan kepada organ pemerintahan tertentu, tidak
kepada pihak lain, maka tindakan hukum pemerintahan itu pada dasarnya bersifat sepihak,
bukan hasil persetujuan dengan pihak yang dikenai tindakan hukum tersebut. Dalam Hukum
Administrasi Negara, hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara pemerintah, dalam
kapasitasnya sebagai wakil dari jabatan pemerintahan bukan dalam kapasitasnya selaku wakil
dari badan pemerintahan, dengan seseorang atau badan hukum perdata tidak berada dalam
kedudukan yang sejajar. Pemerintah memiliki kedudukan khusus (de overheid als bijzonder
persoon), sebagai satu-satunya pihak yang diserahi kewajiban untuk mengatur dan
menyelenggarakan kepentingan umum di mana dalam rangka melaksanakan kewajiban ini
kepada pemerintah diberikan wewenang membuat peraturan perundang-undangan,
menggunakan paksaan pemerintahan, atau menerapkan sanksi- sanksi hukum. Kedudukan
pemerintah yang tidak dimiliki oleh seseorang atau badan hukum perdata ini menyebabkan
hubungan hukum antara pemerintah dengan seseorang dan badan hukum perdata bersifat
ordinatif. Berbeda halnya dengan hubungan hukum berdasarkan hukum perdata, yang
bertumpu pada asas otonomi dan kebebasan berkontrak. Hubungan hukum berdasarkan
hukum perdata bersifat sejajar. Pemerintah, dalam kapasitasnya sebagai wakil dari badan
hukum pemerintahan, bukan sebagai wakil dari jabatan pemerintahan, dapat mengadakan
hubungan hukum berdasarkan hukum perdata dengan kedudukan yang sejajar atau tidak
berbeda dengan seseorang atau badan hukum perdata. Meskipun hubungan hukumnya
bersifat ordinatif, pemerintah tidak dapat melakukan tindakan hukum secara bebas dan
semena-mena terhadap warga negara. Sebagaimana telah disebutkan, tindakan hukum
pemerintah tetap terikat pada asas yang mendasari tindakan tersebut yaitu asas legalitas.
Kalaupun kemudian dikenal adanya tindakan hukum dua pihak atau lebih, maka ini hanya
menyangkut mengenai cara-cara merealisasikan tindakan hukum tersebut. Di atas disebutkan
bahwa tindakan hukum dua pihak diatur dengan peraturan bersama. Kemunculan peraturan
bersama pada hakikatnya hanyalah menyangkut cara untuk melaksanakan tugas dan urusan
pemerintahan, yaitu ketika tugas dan urusan pemerintahan tertentu kebetulan ada kesamaan
dengan organ pemerintahan lainnya atau karena ada tujuan agar pelaksanaan tugas dan urusan
tersebut dapat terselenggara secara efektif dan efisien dengan cara dilaksanakan secara
bersama-sama.

Pada kenyataannya, tidak semua urusan pemerintahan dapat diselenggarakan sendiri oleh
organ pemerintahan yang diberi kewenangan untuk menjalankan tugas dan urusan tersebut,
serta tidak semua tugas dan urusan pemerintahan dapat dijalankan secara bersama-sama
dengan organ pemerintahan lainnya. Hal ini karena ruang lingkup urusan pemerintahan itu
demikian luas dan kompleks, sehingga untuk efektivitas dan efisiensi diperlukan pula
keterlibatan pihak swasta, yang diwujudkan dengan cara kerja sama atau perjanjian. Tindakan
hukum pemerintahan yang dilakukan dengan melibatkan pihak swasta ini disebut sebagai
tindakan hukum campuran (de gemengd rechtshandeling).

Di dalam praktik, urusan pemerintahan itu tidak selalu dijalankan sendiri oleh
pemerintah seperti Presiden sebagai kepala pemerintahan beserta perangkatnya atau Kepala
Daerah beserta perangkatnya, namun dijalankan pula oleh pihak-pihak lain bahkan pihak
swasta yang diberi wewenang untuk menjalankan urusan pemerintahan. E. Utrecht
menyebutkan beberapa cara pelaksanaan urusan pemerintahan, yaitu:

1) Yang bertindak ialah administrasi negara sendiri.


2) Yang bertindak ialah subjek hukum (=badan hukum) lain yang tidak termasuk
administrasi negara dan yang mempunyai hubungan istimewa atau hubungan biasa
dengan pemerintah.
3) Yang bertindak ialah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi negara dan
yang menjalankan pekerjaannya berdasarkan suatu konsesi atau berdasarkan izin
(vergunning) yang diberikan oleh pemerintah.
4) Yang bertindak ialah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi negara dan
yang diberi subsidi pemerintah.
5) Yang bertindak ialah pemerintah bersama-sama dengan subjek hukum lain yang bukan
administrasi negara dan kedua belah pihak itu tergabung dalam bentuk kerja sama (vorm
van samenwerking) yang diatur oleh hukum privat.
6) Yang bertindak ialah yayasan yang didirikan oleh pemerintah atau diawasi pemerintah.
7) Yang bertindak ialah subjek hukum lain yang bukan admi- nistrasi negara, tetapi diberi
suatu kekuasaan memerintah (delegasi perundang-undangan).

Sepanjang prinsip negara hukum, yaitu asas wetmatigheid van bestuur masih dijadikan
sendi utama penyelenggaraan pemerintahan, maka tetaplah bahwa prinsip tindakan hukum
pemerintahan yang bersifat sepihak tersebut tidak dapat dikesampingkan, meskipun tugas-
tugas dan pekerjaan pemerintahan dapat dijalankan dengan cara kerja sama (samenwerking),
perjanjian (overeenkomst), perizinan (vergunning), konsesi (consessie), dan sebagainya.

Di samping dikenal karakteristik tindakan hukum pemerintahan yang bersifat sepihak,


dikenal pula karakteristik tindakan hukum pemerintahan bersifat terikat, fakultatif, dan bebas.
Karakteristik tindakan hukum demikian ini berkenaan dengan dasar bertindak yang dimiliki
oleh organ pemerintahan, yaitu kewenangan. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa
kewenangan ini ada yang bersifat terikat, fakultatif, dan bebas.

Skema Tindakan Hukum Pemerintahan


kan oleh pe Bestuurshandelingen yang buke Feitelijke Handelingen Rechtshandelingen saan
meme Privaatrechtelijke Rechtshandelingen Publiekrechtelijke rechtshandelingen an pemei
merintale gkan, me alankan d Eenzijdige Publiekrechtelijke Rechtshandelingen Meerzijdige
Publiekrechtelijke Rechtshandelingen ukum p Besluiten van Algemene Strekking
Beshikkingen stik tind dan be Keterangan/Terjemah 1. Bestuurshandelingen 2. Feitelijke
handelingen 3. Rechtshandelingen 4. Privaatrechtelijke rechtshandelingen Tindakan-tindakan
keperdataan 5. Publiekrechtelijke rechtshandelingen Tindakan-tindakan hukum publik 6.
Meerzijdige publiekrechtelijke Rechtshandelingen : Tindakan-tindakan pemerintahan :
Tindakan-tindakan nyata : Tindakan-tindakan hukum lap uee an inie : Tindakan-tindakan
hukum publik beberapa pihak 7. Eenzijdige publiekrechtelijke Rechtshandelingen 8.
Besluiten van algemene strekking : Tindakan-tindakan hukum publik sepihak : Keputusan
yang ditujukan untuk umum (kepu- tusan yang bersifat umum) : Keputusan (yang bersifat
konkret dan indivi- 9. Beschikking

Anda mungkin juga menyukai