Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM SURAT AL-MUJADALAH AYAT


11 DAN SURAT THAHA AYAT 114

(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi)

Dosen pengampu:

Agus Zamzam Nur, M.Pd

Disusun oleh:

Kelompok 2

Eva Silvia Andriani 20211021013


Muhammad Rojail Jannah 20211021010
Nurul Agustin 20211021003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


(PGMI)

FAKULTAS ILMU KEISLAMAN

UNIVERSITAS ISLAM AL-IHYA KUNINGAN

2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T. Berkat rahmat dan
karunianya, kami bisa menyelesaikan makalah ini. Shalawat beserta salam semoga tercurah
limpahkan kepada Rasulullah SAW beserta keluarganya.
Dalam penyusunan makalah ini yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan dalam Surat Al-
Mujadalah Ayat 11 dan Surat Thaha Ayat 114”, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan karena pengalaman dan pengetahuan penulis yang terbatas.
Kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Saran dan kritik tersebut
sebagai motivasi bagi kami untuk menyempurnakan makalah ini, sehingga makalah
berikutnya akan menjadi lebih baik lagi. Meskipun makalah kami ini masih jauh dari
kesempurnaan, kami berharap makalah ini akan bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Terimakasih kepada seluruh pihak, terutama kepada Bapak Agus Zamzam Nur, M.Pd
sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah Tafsir Tarbawi yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Kuningan, 26 Februari 2022


      

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

2.1 Asbabun Nuzul Surah al-Mujadalah ayat 11 3

2.2 Tafsir Surat Al-Mujadalah Ayat 11 4

2.3 Nilai-Nilai Pendidikan yang Terkandung dalam Surat Al-Mujadallah Ayat 11 7

2.4 Asbanun Nuzul Surat Thaha Ayat 114 9

2.5 Tafsir Surat Thaha Ayat 114 10

2.6 Nilai-Nilai Pendidikan yang Terkandung dalam Surat Thaha Ayat 114 12

BAB III PENUTUP 14

3.1 Kesimpulan 14

DAFTAR PUSTAKA 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Al-Qur’an diyakini oleh umat islam sebagai kalamullah yang mutlak kebenaran nya,
berlaku sepanjang zaman dan sekaligus berfungsi sebagai petunjuk tentang berbagai hal yang
berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia dan di akhirat kelak. Ajaran dan petunjuk Al-
Qur’an tersebut berkaitan dengan berbagai konsep yang amat di butuhkan oleh manusia
dalam mengarungi kehidupan didunia dan di akhirat.
Al-Qur’an berbicara tentang pokok-pokok ajaran tentang Tuhan, Rasul, penciptaan
manusia, pencipta serta fenomena jagad raya, akhirat, akal dan nafsu, ilmu pengetahuan.,
amar ma’ruf nahi munkar, pembinaan generasi muda, kerukunan hidup antar umat beragama,
pembinaan masyarakat dan penegakan disiplin. Ajaran Al-qur’an tampil dalam sifatnya yang
global, ringkas, dan general. Untuk dapat memahami ajaran Al-Qur’an tentang berbagai
masalah tersebut mau tidak mau seseorang harus melewati jalur tafsir sebagaimana yang
telah dilalukan oelh para ulama.
Selain itu, Al-Qur’an juga menginformasikan kepada kita bahwa diciptakaannya manusia
di dunia ini adalah untuk mengemban tugas kekhalifahan, menjadi pengayom serta pelindung
persada bumi ini. Artinya, kelestarian bumi ini sepenuhnya menjadi tugas manusia, akan
tetapi sungguh ironis realita sat ini. Bukannya berlomba-lomba untuk menjaga dan
memperbaiki bumi, justru sebaliknya manusia malah berlomba-lomba merusaknya.
Begitu berat dan besar tugas kita sebagai manusia, sehingga manusia itu sendiri dituntut
untuk menggunakan akal pikirannya demi menjaga diri dan apa yang telah diamanahkan
kepadanya. Manusia dituntut untuk memimiliki ilmu pengetahuan yang luas, sebab dengan
baik dan sempurnanya penalaran manusia tersebut ia akan terselamatkan di hari perhitungan
kelak. Mengenai hal ini, Nabi SAW telah memerintahkan dan mewajibkan kepada seluruh
umatnya agar berilmu pengetahuan “menuntu ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim”.
Demikian pesan Nabi SAW. Pesan ini pun dikukuhkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya
Q.S Al-Mujadalah/58:11 yang memerintahkan pada hamba-hambanya agar gemar menuntut
ilmu, serta memberi kemuliaan beberapa derajat bgi mereka yang berilmu pengetahuan.
Permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah, hubungan Q.S. Al-
Mujadalah/58:11 dengan pendidikan. Dan Surat Thaha ayat 114 mengenai Jangan
menggerakkan lidah untuk (membaca) Al-Qur’an karena hendak cepat-cepat menguasainya
dengan pendidikan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana asbabun nuzul surat Al-Mujadalah ayat 11?
2. Bagaimana penafsiran surat Al-Mujadalah ayat 11?
3. Apa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam surat Al-Mujadalah ayat 11?
4. Bagaimana asbabun nuzul surat Thaha ayat 114?
5. Bagaimana penafsiran surat Thaha ayat 114?
6. Apa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam surat Thaha ayat 114?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui asbabun nuzul surat Al-Mujadalah ayat 11
2. Untuk mengetahui penafsiran surat Al-Mujadalah Ayat 11
3. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam surat al-Mujadalah
ayat 11
4. Untuk mengetahui Asbabun Nuzul surat Thaha ayat 114
5. Untuk mengetahui penafsiran surat Thaha ayat 114
6. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam surat Thaha ayat 114

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Asbabun Nuzul Surat Al-Mujadalah ayat 11

Berkenaan dengan turunnya ayat tersebut dapat diikuti keterangan yang diberikan oleh
Ibn Abi Khatim menurut riwayatnya yang diterima dari Muqatil bin Hibban, bahwa pada hari
jum‘at Nabi Muhammad SAW sedang berada di rumah persinggahannya yang sempit, kala
itu beliau sedang menjamu mujahid Badar dari kaum Muhajirin dan Anshar, tiba-tiba
datanglah sekelompok Mujahid Badar lainnya termasuk Tsabit bin Qais bin Syamas, mereka
berdesak-desakkan dalam majlis tersebut, kemudian mereka berdiri agar dekat Nabi SAW,
tetapi orang-orang sebelumnya yang telah datang tidak memberi keluasan kepada mereka,
hal tersebut membuat Nabi SAW bersusah hati, maka beliau berkata pada orang di
sekelilingnya dari selain mujahid Badar, wahai fulan, dan kamu juga, berdirilah! ‟hal
tersebut membuat hati orang-orang yang diperintahkan berdiri kesal, Nabi pun mengetahui
kekesalan dari wajah mereka, maka hal ini dijadikan kesempatan bagi orang-orang munafik
untuk memfitnah beliau, mereka berkata, Nabi tidak bertindak adil kepada mereka, padahal
mereka senang bila mendekat kepada beliau, maka Allah SWT menurunkan ayat yakni
berikanlah keluasan.
Sebuah riwayat sebab turun ayat lagi diriwayatkan pula Ibnu Abbas, bahwa turunnya
ayat itu berkenaan dengan Tsabit bin Qais bin Syammas. Yaitu bahwa dia masuk kedalam
masjid kemudian, didapatinya orang telah ramai. Sedang dia ingin sekali duduk di dekat
Rasulullah ialah karena dia agak pekak, tetapi kawan ini tidak memberinya peluang untuk
duduk. maka turunlah ayat ini, kata Ibnu Abbas: Disuruh orang memperlapang tempat buat
temannya dengan terutama sekali memperlapang hati! Dan jangan sampai seseorang
menyuruh orang lain berdiri karena dia ingin hendak menduduki tempatnya tadi. Dari
pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa proses turunnya ayat ini dikarenakan banyak
para sahabat dari kalangan muhajirin yang datang ke rumah Rasulullah secara beramai-ramai
untuk mendengarkan nasihat dari rasul tetapi dengan datangnya sahabat dari kalangan
muhajirin itu mengganggu sahabat rasul yang sebelumnya sudah datang lebih dahulu dan
banyak dari para sahabat yang datang lebih dahulu tidak mau untuk memberikan kelapangan
tempat duduknya untuk sahabat muhajirin maka kemudian turunlah ayat ini (al-Mujadalah
ayat 11)

3
2.2 Tafsir Surat Al-Mujadalah Ayat 11

َ ‫ َواذَّل ِ ْي َن ُا ْوت ُْوا الْعِمْل‬. ْ ‫ َو ِا َذا ِق ْي َل انْزُش ُ ْوا فَا نْزُش ُ ْوا يَ ْر فَع ِ اهٌٰلل ُ اذَّل ِ ْي َن ٰا َمنُ ْوا ِم ْنمُك‬. ْ ‫آٰي َ هُّي َا اذَّل ِ ْي َن ٰا َمنُ ْوٓا ِا َذا ِق ْي َل لَمُك ْ تَ َف َّس ُح ْوا ىِف الْ َم ٰج ِل ِس فَا فْ َس ُح ْوا ي َ ْف َس ِح اهّٰلل ُ لَمُك‬
ٌ ‫ َواهّٰلل ُ ِب َما تَ ْع َملُ ْو َن َخ ِبرْي‬.‫د ََر ٰج ِت‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! apabila dikatakan kepadamu, “Berilah


kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah Kamu,” maka berdirilah, niscaya
Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang yang
diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S Al-Mujadalah/58:11)
Kata Tafassahu dan ifsahu menurut Quraish Shihab terambil dari kata Fasaha, yakni
lapang. Pendapat yang serupa juga diungkapkan oleh Ahmad Mustofa Al-Maraghi dalam
kitab tafsirnya (Tafsir Al-Maraghi) bahwa kata Tafassahu maknanya ialah “ lapangkanlah
dan hendaklah sebagian kamu melapangkan (tempat duduknya) kepada sebagian yang lain.
Kata Tafassahu pada ayat tersebut maksudnya adalah Tawassa’u yaitu saling
meluaskan dan saling mempersilahkan. Sedangkan kata Yafsahillahu lakum maksudnya Allah
akan melapangkan rahmat dan rezeki bagi mereka. Ini adalah pendapat Abuddin Nata dalam
bukunya, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan.
Ibnu Katsir mengangkat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari
Nafi’ r.a bahwasanya Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidaklah seseorang boleh
membangunkan orang lain dari tempat duduknya, lalu ia menempati tempat duduk itu, tetapi
hendaklah kalian melapangkan dan meluaskannya” (HR. Al-Bukhori)
Hadits ini menginformasikan bahwa tidak selayaknya seseorang meminta orang lain
pindah dari tempat duduknya untuk ia tempati. Selain itu, ada juga riwayat yang melarang
seseorang mempersilahkan orang lain untuk menempati tempat duduknya di dalam suatu
majelis, sebagaimana dikutip Ibu Katsir dalam Kitab Tafsirnya dari Syuraih bin Yunus dan
Yunus bin Muhammad Al-Mu’addib dari Falih, dengan Artinya: “Janganlah seseorang
bangun dari tempat duduknya untuk diberikan kepadanya orang lain, tetapi hendaklah kalian
melapangkan diri, niscaya Allah akan memberikan kelapangan pada kalian” (HR. Imam
Ahmad).
Kata Unsyuzu terambil dari kata Nusyuz, yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut
pada mulanya berarti “beralih ke tempat tinggi”. Yang dimaksud berpindah yaitu kesamping.
Demikian pendapat M. Quraish Shihab. Pendapat ini sedikit berbeda dengan pendapat Imam

4
Al-Jalalain, menurutnya makna kata Unsyuzu ialah perintah untuk berdiri melaksanakan
shalat atau hal-hal lainnya yang termasuk amal-amal kebaikan,bukan dalam artian berdiri
pindah atau bergeser ke tempat lain agar supaya tempatnya dapat ditempati oleh sahabat yang
memiliki keutamaan untuk menempatinya sebagaimana yang telah diterangkan oleh M.
Quraish Shihab. Demikian juga Al-Maraghi menafsirkan kata unsyuzu dengan maksud
“bangkitlah untuk memberi kelapangan kepada orang yang baru (datang). Tidak jauh beda
pula dengan pendapat yang dikemukakan Abuddin Nata bahwa kata Unsyuzu maksudnya
ialah saling merendahkan hati untuk memberi kesempatan kepada setiap orang datang.
Kata (‫الس‬K‫ )مج‬majalis adalah bentuk jamak dari kata (‫ )مجلس‬majlis. Pada mulanya
berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat ini adalah tempat Nabi Muhammad saw. Memberi
tuntunan agama ketika itu. Tetapi, yang dimaksud disini adalah tempat keberadaan secara
mutlak, baik tempat duduk, tempat berdiri, atau bahkan tempat berbaring. Karena, tujuan atau
tuntunan ayat ini adalah memberi tempat yang wajar serta mengalah kepada orang-orang
yang dihormati atau yang lemah. Al-Qhurthubi menulis bahwa bisa saja seseorang mengirim
pembantunya ke masjid untuk mengambilkan untuknya tempat duduk, asal sang pembantu
berdiri meninggalkan tempat itu ketika yang mengutusnya datang dan duduk. Di sisi lain,
tidak diperkenankan meletakan sajdah atau semacamnya untuk menghalangi orang lain duduk
ditempat itu. Ayat di atas tidak menyebut secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat
orang berilmu. Tetapi, menegaskan bahwa mereka memiliki derajat–derajat, yakni yang lebih
tinggi dari pada yang sekadar beriman. Tidak disebutnya kata meninggikan itu sebagai isyarat
bahwa sebenarnya ilmu yang di milikinya itulah yang beperan besar dalam ketinggian
derajat yang diperolehnya. Bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu. Tentu saja, yang
dimaksud dengan (‫ )العلم أوتوا ذيهّال‬allazina utu al-ilm yang diberi pengetahuan adalah mereka
yang beriman dan menghiasi diri mereka dengan pengetahuan. Ini berarti ayat diatas
membagi kaum beriman kepada dua kelompok besar, yang pertama sekedar beriman dan
beramal saleh dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengetahuan.
Derajat kelompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu yang
disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain, baik secara lisan, atau
tulisan, maupun dengan keteladanan.
Ilmu yang dimaksud ayat diatas bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu apapun yang
bermanfaat. Dalam QS. Fathir [35]: 27-28, Allah kian banyak menguraikan makhluk Ilahi
dan fenomena alam, lalu ayat tersebut ditutup dengan menyatakan bahwa: Yang takut dan
kagum kepada Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. Ini menunjukan bahwa ilmu
dalam pandangan Al Qur‘an bukan hanya ilmu agama. Disisi lain, itu juga menunjukan

5
bahwa ilmu harusah menghasilkan khasyyah, yakni rasa kagum dan takut kepada Allah, yang
pada gilirannya mendorong yang berilmu untuk mengamalkan ilmunya serta
memanfaatkannya untuk kepentingan makhluk. Rasul saw. Sering kali berdoa:Allahumma
inni a‘udzu bika min ilmin la yafna‘ (Aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak
bermanfaat).
Menurut Tafsir Ahkam etika dalam bermajelis Allah mengatakan kepada orang-orang
beriman, bahwa apabila kepada mereka dikatakan, “Berilah kelapangan di dalam majelis
(tempat duduk) untuk sodara-sodara yang baru datang”, maka luaskanlah dan lapangkanlah
utuk mereka, sehingga orang yang baru datang dapat duduk di tempatnya. Karena hal itu
dapat menumbuhkan cinta dan kasih sayang diantara orang-orang beriman. Selain itu juga
akan menimbulkan keakraban dan kebersihan jiwa diantara sesama. Apabila mereka diberi
kelapangan, maka Allah akan memberi kelapangan rahmat-Nya untuk orang-orang yang
melapangkan.
Allah akan memberi cahaya pada hati mereka dan melapangkan tempat mereka di dunia
dan di akhirat. Allah juga mengatakan, apabila orang-orang beriman diperintahkan bangkit
untuk shalat, jihad, dan berbuat kebajikan, mereka harus bangkit atau, apabila mereka disuruh
berdiri dari tempat duduk mereka agar orang lain dapat duduk, maka mereka harus
mematuhinya! Karena Allah menyukai kepatuhan yang ditunjukan hamba-hamba-Nya. Dia
akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman, para ulama (orang-orang berilmu) yang
beramal dan senantiasa menggunakan ilmu mereka untuk mencari ridho Allah. Ulama adalah
pewaris para nabi. Siapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka Allah akan memberinya
pemahaman dalam ilmu agama.
Kesimpulan Para Ahli Tentang Surah al-Mujadalah ayat 11 dari ayat yang telah dijelaskan
diatas maka dapat diketahui tiga hal sebagai berikut:
a. Para sahabat berupaya ingin saling mendekat pada saat berada di majelis Rasulullah
dengan tujuan agar ia dapat mudah mendengar wejangan dari Rasulullah yang diyakini
bahwa dalam wejangannya itu terdapat kebaikan yang amat dalam serta keistimewaan yang
agung.
b. Perintah untuk saling meluangkan dan meluaskan tempat ketika berada di majelis tidak
saling berdesakkan dan berhimpitan dapat dilakukan sepanjang dimungkinkan karena cara
demikian dapat menimbulkan keakraban di antara sesame orang yang berada di dalam majelis
dan bersama-sama dapat mendengar wejangan Rasulullah saw.
c. Pada setiap orang yang memberikan kemudahan kepada hamba Allah yang ingin
menuju pintu kebaikkan dan kedamaian, Allah akan memberikan keluasan kebaikkan di

6
dunia dan di akhirat. Singkatnya ayat diatas berisi perintah untuk memberikan kelapangan
dalam mendatangkan setiap kebaikan dan memberikan rasa kebahagiaan kepada setiap orang
Islam . atas dasar inilah Rasulullah menegaskan bahwa Allah akan selalu menolong hamba-
Nya, selama hamba tersebut selalu menolong sesama saudaranya.

2.3. Nilai-Nilai Pendidikan yang Terkandung dalam Surat Al-Mujadallah Ayat 11

1. Etika di dalam bermajelis ilmu


Rasulullah menyuruh kita untuk duduk berdekatan dengan para ulama dalam suatu
majelis lmu. Dengan begitu kita akan mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk
bertanya kepada mereka terutama dalam masalah agama. Karena para ulama dinilai lebih
tinggi dari segi pengetahuannya. Selain dekat dengan ulama, kita juga diperintahkan
untuk bertanya tentang ilmu kepada mereka.
Supaya dalam majelis ilmu kita mendapatkan hasil yang maksimal dan benar-benar
bermanfaat bagi kita, kita perlu memerhatikan tatacara di majelis ilmu, di antaranya
bersikap hormat pada guru agar ilmu yang kita peroleh bermanfaat. Nabi bersabda,
“Muliakanlah orang yang kamu belajar kepadanya.” (HR. Abu Hasan Al-Mawardi).
Selain itu, hendaknya kita memberi tempat duduk untuk orang yang datang.
2. Nilai–Nilai Pendidikan Akhlak

a. Melapangkan Hati
Pada awal ayat pertama Allah SWT memanggil hambanya dengan panggilan orang
beriman sebab orang-orang yang beriman itu hatinya lapang, dia pun mencintai
saudaranya yang terlambat masuk. Kadang-kadang dipanggilnya dan dipersilahkan
duduk ke dekatnya. Lanjutan ayat mengatakan: Niscaya Allah akan melapangkan bagi
kamu.” Artinya, karena hati telah dilapangkan terlebih dahulu menerima teman, hati
kedua belah pihak akan sama-sama terbuka. Hati yang terbuka akan memudahkan
segala urusan selanjutnya.
b. Menjalin Hubungan Harmonis
Ayat di atas memberi tuntunan bagaimana menjalin hubungan harmonis dalam
satu majlis. Allah berfirman: “ Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan
kepada kamu oleh siapa pun : Berlapang-lapanglah yakni berupayalah dengan
sungguh-sungguh walau dengan memaksakan diri untuk memberi tempat orang lain
dalam majlis-majlis yakni satu tempat, baik tempat duduk maupun bukan untuk

7
duduk, apabila diminta kepada kamu agar melakukan itu maka lapangkanlah tempat
itu untuk orang lain itu dengan suka rela”
c. Memberikan Sedekah
Perlu dicatat bahwa sebelum turunnya ayat ini banyak sekali sahabat-sahabat Nabi
SAW. Yang datang menemui beliau untuk menyampaikan hal-hal khusus mereka
kepada beliau. Nabi SAW segan menolak mereka dan itu tentu saja cukup merepotkan
bahkan mengganggu beliau. Tanpa menolak keinginan mereka, Allah SWT.
Memerintahkan agar mereka memberi sedekah sebelum menyampaikan hal-hal
khusus atau memohon petunjuk Nabi itu. Sedekah tersebut bukan untuk pribadi nabi
tetapi untuk fakir miskin kaum muslimin.
d. Menghormati
Dan apabila dikatakan :”Berdirilah kamu ke tempat yang lain, atau untuk duduk
tempatmu buat orang yang lebih wajar, atau bangkitlah untuk melakukan sesuatu
seperti untuk shalat dan berjihad, maka berdiri dan bangkit-lah, Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu wahai yang memperkenankan
tuntunan ini dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat
kemuliaan di dunia dan di akhirat dan Allah terhadap apa yang kamu kerjakan
sekarang dan masa datang Maha Mengetahui.
e. Memuliakan
Orang yang memuliakan orang lain adalah orang yang mulia sedangkan orang yang
merendahkan orang lain adalah orang rendah‖ jika orang sudah memiliki iman dan
ilmu maka ia tidak akan merendahkan orang lain justru sebaliknya ia akan
memuliakan orang lain. Akhir ayat ini menerangkan bahwa Allah akan mengangkat
derajat orang yang beriman, taat dan patuh kepada-Nya, melaksanakan perintah-Nya,
menjauhi larangan-Nya, berusaha menciptakan suasana damai, aman dan tentram
dalam masyarakat, demikian orang-orang berilmu yang menggunakan ilmunya untuk
menegakkan kalimat Allah. Dari ayat ini dipahami bahwa orang-orang yang
mempunyai derajat yang paling tinggi disisi Allah ialah orang yang beriman dan
berilmu. Ilmunya itu diamalkan dengan yang diperintahkan Allah kepada RasulNya.
Kemudian Allah menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui semua yang dilakukan
manusia, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Dia akan memberibalasan yang adil
sesuai perbuatan yang dilakukannya. Perbuatan baik akan dibalas dengan surga dan
perbuatan jahat dan terlarang akan dibalas dengan azab neraka.
Dari penjabaran diatas penulis mencoba menyimpulkannya yaitu :

8
1. Jika pemimpin persidangan meminta agar meluangkan beberapa tempat duduk untuk
orang-orang yang dihormati, maka hendaklah permintaan itu di kabulkan
2. Hendaklah orang-orang yang menyadari persidangan atau pertemuan,baik yang lebih
dahulu datang atau yang kemudian, sama-sama menjaga suasana damai, aman dan tentram
dalam persidangan itu.
3. Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman, berilmu dan beramal saleh.
4. Allah mengetahui segala yang dikerjakan oleh hamba-hamba-Nya. Oleh karena itu Dia
akan memberikan balasan dengan seadil-adilnya.

2.4 Asbanun Nuzul Surat Thaha Ayat 114


(١١٤) ‫ِعلْ ًما يِن ْ ِز ْد َّر ِ ّب َوقُ ْل َو ۡحهُي ُ ِال َ ْي َك ي ُّ ْقىٰٓض َا ْن قَ ْبلِ ِم ْن ٰا ِن ِبلْ ُق ْر تَ ْع َج ْل َو َال الْ َح ُّق الْ َمكِل ُ اهّٰلل ُ فَتَ ٰع َل‬

Artinya: “Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenar-benarnya. Dan janganlah engkau
(Muhammad) tergesa-gesa (membaca) Al-Qur’an sebelum selesai diwahyukan kepadamu,
dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku.” (Q.S Thaha/20:114)
Dalam hadits disebutkan bahwa “Rasulullah SAW menggerak-gerakkan bibirnya ketika
wahyu diturunkan. Menghafal ayat-ayat Al-Qur’an mula-mulanya terlalu berat bagi beliau.
Itulah sebabnya ketika Jibril menyampaikan wahyu itu Rasulullah SAW segera saja
mengikuti dengan gerakan lidah dan bibirnya karena takut luput dari ingatan; padahal Jibril
belum selesai membaca. Hal ini terjadi sebelum turunnya Surah Taha, dan semenjak adanya
teguran Allah dalam Ayat ini tentu beliau sudah tenang dalam menerima wahyu tidak perlu
cepat-cepat menangkapnya”.
Kemudian Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad SAW agar berdoa supaya dia
memberikan kepadanya tambahan ilmu. Diriwayatkan oleh At-Tirmizi dari Abu Hurairah
bahwa Rasullullah SAW berdoa sebagai berikut: “Ya Allah, jadikanlah ilmu yang engkau
ajarkan kepadaku bermanfaat bagiku, ajarkanlah kepadaku ilmu yang berguna untukku dan
berikanlah kepadaku tambahan ilmu. Segala puji bagi Allah atas segala hal, aku berlindung
kepada engkau akan menemui hal-hal yang diderita oleh penghuni meraka.
Dalam pandangan Al-Qur’an, ilmu tersebut dapat membentuk sikap atau sifat-sifat
manusia. Atau dengan kata lain, sikap atau karakter seseorang merupakan gambaran
pengetahuan yang dimilikinya. Penguasaan ilmu bukanlah tujuan utama suatu pembelajaran,
penguasaan ilmu hanya sebagai jembatan atau alat yang dapat mengantarkan manusia kepada
kesadaran, keyakinan, dan perasaan atau sikap positif terhadap fenomena alam dan kehidupan
sebagai suatu system ilahiyah.

9
2.5 Tafsir Surat Thaha Ayat 114
a. Tafsir al Maraghi
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW sangat ingin mengambil Al Qur’an dari
Jibril maka dia tergesa-gesa membacanya karena takut lupa sebelum Jibril
menyempurnakannya. Maka, beliau dilarang berbuat demikian, dan dikatakan padanya,
“Janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum disempurnakan
mewahyukannya, agar kamu mengambilnya dengan mantap dan tenang dan berdoalah kepada
Tuhanmu agar Dia menambahkan pemahaman dan pengetahuan”.

‫َواَل تَ ۡع َجلۡ ِبٱلۡ ُق ۡر َء ِان ِمن قَ ۡبلِ َأن يُ ۡقىَض ٰ ٓ ل َ ۡي َك َو ۡح ُي ُه‬


‫ِإ‬

“Janganlah kamu tergesa-gesa sebelum Jibril selesai menyampaikannya kepadamu”


Diriwayatkan, apabila Jibril menyampaikan Al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW
mengikutinya dengan mengucapkan setiap huruf dan kalimat, karena beliau khawatir tidak
dapat menghafalkannya. Maka beliau dilarang berbuat demikian, karena barangkali
mengucapkan kalimat akan membuatnya lemah untuk mendengarkan kalimat berikutnya.

‫َوقُل َّر ِ ّب ِز ۡديِن ِعلۡ ٗما‬

Mohonlah tambahan ilmu kepada Allah tanpa kamu tergesa-gesa membaca wahyu, karena
apa yang diwahyukan kepadamu itu akan kekal.

b. Tafsir al Azhar

‫فَتَ َعٰ ىَل ٱهَّلل ُ ٱلۡ َمكِل ُ ٱلۡ َح ُّق‬

“Maka Maha Tinggilah Allah, Raja Yang Benar”. (pangkal ayat 114).

Setelah merenungkan nikmat dan Rahmat Ilahi yang tiada tepermanai banyaknya, insaflah
kita akan kelemahan kita sebagai insan dan sebagai makhluk, maka sampailah kita kepada
pengakuan memang Maha Tinggilah Allah itu. Dan Dia adalah “Raja Yang Benar”. Raja
yang sebenar-benar Raja. Raja yang selalu berdaulat siang dan malam, petang dan pagi. Raja
disegala waktu dan Raja disegala ruang. Adil hukum-Nya, teguh disiplin-Nya, kuat Kuasa-
Nya. Agung wibawa-Nya. Dan berdiri Dia sendirin-Nya.

10
Raja Yang Benar itulah Allah, dan dari Dia turunlah Al-Qur’an. Oleh karena hati Nabi
Muhammad SAW. Bertambah sehari, bertambah juga merasa tidak dapat terpisahkan lagi
dari Al Qur’an itu, sampailah selalu dia ingin segera datang wahyu. Sedih hatinya jika Jibril
terlambat datang dan gembira dia jika ayat turun, dan bila Jibril telah membacakan satu ayat,
segera disambutnya dan diulangnya, walaupun kadang-kadang belum selesai turun. Maka
datanglah teguran Allah: “Dan janganlah engkau tergesa-gesa dengan Al-Qur’an itu sebelum
selesai kepada engkau wahyunya.” Dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah bagiku
ilmu”. (ujung ayat 114).
Doa Nabi ini penting sekali artinya yaitu bahwasannya disamping wahyu yang dibawa
oleh Jibril itu, Nabi Muhammad SAW disuruh selalu berdoa kepada Tuhan agar untuknya
selalu diberi tambahan ilmu. Yaitu ilmu-ilmu yang timbul dari karena pengalaman, dari
karena pergaulan dengan manusia, dari karena memegang pemerintahan, dari karena
memimpin peperangan. Sehingga disamping wahyu datang juga petunjuk yang lain,
seumpama mimpi atau ilham.

c. Tafsir Ibnu Katsir


Allah berfirman, “Janganlah engkau tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum
disempurnakan mewahyukannya kepadamu, hai Muhammad”. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas
bahwa Rasulullah SAW. Jika menerima wahyu mengalami kesukaran, menggerakkan
lidahnya untuk mengikuti Jibril membacakan ayat-ayat yang dibawanya, maka oleh Allah
diberi petunjuk agar jangan tergesa-gesa membacanya sebelum Jibril selesai
membacakannya, agar Nabi Muhammad SAW. Menghafal dan memahami betul-betul ayat
yang diturunkan. Allah SWT berfirman selanjutnya mengajari Muhammad, “Ucapkanlah, hai
Muhammad, ya Tuhanku tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”.

d. Tafsir Jalalain

‫فَتَ َعٰ ىَل ٱهَّلل ُ ٱلۡ َمكِل ُ ٱلۡ َح ُّق‬

(“Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sesungguhnya”) daripada apa yang dikatakan oleh
‫ٱ‬
orang-orang musyrik ‫ ( َواَل تَ ۡع َج لۡ ِب لۡ ُق ۡر َء ِان‬dan janganlah kamu tergesa-gesa terhadap Al-Quran)

sewaktu kamu membacanya ‫ ( ِمن قَ ۡبلِ َأن ي ُ ۡقىَض ٰ ٓ ل َ ۡي َك َو ۡح ُي ُه‬sebelum disempurnakan mewahyukannya
‫ِإ‬
kepadamu) sebelum Malaikat Jibril selesai menyampaikannya ٗ ‫ ( َوقُل َّر ِ ّب ِز ۡديِن ِعمۡل‬dan katakanlah:

(“Ya Tuhanku, tambahklanlah kepadaku ilmu pengetahuan”) tentang Al-Quran, sehingga


setiap kali diturunkan kepada-Nya Al-Quran, makin bertambahkah ilmu pengetahuannya.

11
e. Tafsir al Misbah
‫ٱ ٱ ٱ‬
Penempatan firman-Nya: (‫) فَتَ َعٰ ىَل هَّلل ُ لۡ َمكِل ُ لۡ َح ُّق‬maka Maha Tinggi Allah, Maha Raja Yang

Haq antara uraian tentang “Al-Quran yang diturunkan dengan Bahasa Arab”, ayat
sebelumnnya (QS. Thaha ayat 113), dengan “larangan tergesa-gesa membacanya” (penggalan
terakhir ayat 114), mengisyaratkan bahwa kandungannya adalah sesuatu yang sangat luhur
dan tinggi serta haq lagi sempurna, serta harus diagungkan dengan mengikuti tuntunannya
karena Al-Quran bersumber dari Yang Maha Tinggi, dan dari Maha Rajayang tunduk
kepada-Nya semua makhluk.

Firman-Nya: (‫ ) ِمن قَ ۡب لِ َأن ي ُ ۡقىَض ٰ ٓ ل َ ۡي َك َو ۡح ُيه‬sebelum disempurnakan untukmu pewahyuanmu,


‫ِإ‬
dapat dipahami dalam arti sebelum malaikat selesai membacakannya kepadamu.
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah tergesa- gesa membaca ayat-ayat Al-
Quran sebelum Jibril menyelesaikan bacaannya. Dapat juga ayat 114 ini merupakan tuntunan
kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk tidak membacakan, yakni menjelaskan makna pesan-
pesan Al Qur’an kepada sahabat-sahabat beliau setelah jelas buat beliau maknanya, baik
setelah merenungkannya sungguh-sungguh maupun sebelum datangnya malaikat Jibril.
Mengajarkan beliau tentang maknanya. Pendapat ini sangat sejalan dengan lanjutan ayat
tersebut Yang memerintahkan beliau berdoa agar ditambah ilmunya.

2.6 Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Surat Thaha Ayat 114


1. Mengagungkan Allah
Allah menyebutkan sifat-sifat-Nya yaitu Maha Tinggi, Maha Raja yang sebenar-
benarnya. Maksudnya Allah Maha Suci Maha Kudus, Raja yang sebenarnya. Dalam
perkara yang menyangkut janji, ancaman, keberadaan para rasul, surga, dan neraka.
Segala perkara itu merupakan kebenaran dari sisi-Nya.
Allah menjelaskan sifatn-Nya, yaitu Maha Suci dan Maha Kuasa, sebagai Raja yang
sebenar-benar-Nya. Allah juga mengungkapkan bahwa janji dan ancaman-Nya
adalah benar.
2. Membaca Al-Qur’an Dengan Tartil
Allah menjelaskan bahwa Dia membimbing Nabi Muhammad untuk tidak tergesa-
gesa dalam membaca wahyu yang disampaikan Jibril sebelum dia selesai

12
menyampaikannya. Dalam hadits disebutkan, apabila Jibril menyampaikan Al-
Qur’an, nabi mengikutinya dengan mengucapkan setiap huruf dan kalimat, karena
beliau kawatir tidak bisa menghafalnya. Kemudian, beliau dilarang berbuat demikian
karena bisa jadi mengucapkan kalimat akan membuatnya lengah untuk mendengarkan
kalimat berikutnya.
3. Perintah Untuk Berdoa Sebelum Menuntut Ilmu
Allah memerintahkan beliau untuk selalu berdoa meminta tambahan ilmu
pengetahuan dari sisi-Nya. Allah juga memerintahkan kepada Rasulullah untuk
berdoa kepada-Nya memohon tambahan ilmu. Lalu beliau berdoa, “Ya Tuhanku!
Tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan tentang Al-Qur’an”, sehingga setiap
diturunkan kepadanya Al-Qur’an, ilmu pengetahuan beliau kian bertambah.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Yang Terkandung dalam Surat Al-Mujadallah Ayat 11:
1. Etika di dalam bermajelis ilmu
2. Nilai–Nilai Pendidikan Akhlak
Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Surat Thaha Ayat 114:
1. Mengagungkan Allah
2. Membaca Al-Qur’an Dengan Tartil
3. Perintah Untuk Berdoa Sebelum Menuntut Ilmu

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Asas Jurnal Ilmiah Dasar Keislaman halaman 1-5 oleh Haris Kulle Fakultas
Ushuluddin, Adab dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palopo, April 2016

http://hakimadilil.blogspot.com/2017/06/tujuan-pendidikan-islam-dalam-html?m=1

15

Anda mungkin juga menyukai