Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

MASA PEMERINTAHAN PRESIDEN KE-EMPAT


REPUBLIK INDONESIA
K.H. ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR)

OLEH KELOMPOK II

 ANNISA AULIA TRIATMA


 AYU ANDIRA
 ANNISA SALSABILA
 DELAWATI
 AYU ASTUTI
 REZKI ADITYA
 AKSAL
 ANDIKA
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Masa Pemerintahan KH
Abdurrahman Wahid (GusDur)”.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik dari
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pembaca.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Kajang, 20 Februari 2024

Penyusun
DAFTAR ISI

JUDUL...................................................................................................................................... -

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 1

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2

BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................................................... 3

BAB II
ISI.............................................................................................................................................. 4

2.1 Biografi............................................................................................................................... 4

2.2 Sejarah Permulaan Kepemimpinan Gus Dur...................................................................... 7

2.3 Tipe Kepemimpinan Gus Dur............................................................................................. 9

2.3 Kasus pada Masa Kepemimpinan Gus Dur...................................................................... 10

2.4 Penyelesaian Kasus........................................................................................................... 12

BAB III
KESIMPULAN....................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 15
BAB I

PENDAHULUAN

Setiap manusia memiliki tujuan hidup masing – masing, meski demikian dalam kehidupan
bermasyarakat kita memerlukan sosok pemimpin untuk menyatukan dan mewujudkan tujuan bersama
menuju kemakmuran negeri. Seorang pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi orang lain
melakukan tindakan demi mencapai satu atau beberapa tujuan. Mengenal lebih dekat pemimpin –
pemimpin dimasa lampau menambah wawasan untuk mengasah kemampuan memimpin diri kita,
dengan cara meneladani kesuksesan dimasa kepemimpinannya dan mengambil pelajaran untuk tidak
melakukan kesalahan sama yang membawa kehancuran bagi kelangsungan jalannya organisasai.
Keberhasilan suatu organisasi seberapa kecilpun organisasi tersebut sangat bergantung dari kemampuan
pemimpinnya, kemampuannya mengajak, mempengaruhi orang lain untuk tetap percaya padanya
mencapai tujuan bersama, kemampuannya untuk menjalin komunikasi dengan beragam orang yang
menjadi bawahannya.
K. H. Abdurahman Wahid terpilih menjadi President ditengah kondisi fisik yang tidak sempurna,
dimasa negeri ini mulai bangkit dari keterpurukan krisis ekonomi, dan dimasa masyarakat saling
mencurigai antar golongan pasca pergantian masa orde baru menuju reformasi. Apa yang membuat
beliau mampu mempengaruhi elite politik pada masa itu sehingga ia mampu menduduki kursi President
sedangkan kala itu partai yang mengusungnya hanya mendapat persentase kecil dukungan rakyat. Apa
latar belakang pendidikan, keluarga serta lingkungan beliau? Seperti apakah gaya kepemimpinannya
pada masa pasca keruntuhan orde baru dan apa pula yang menyebabkan beliau dilengserkan sebelum
habis masa jabatannya.
Itulah alasan mengapa kelompok kami memilih kepemimpinan Gus Dur ini untuk tema makalah
kami. Gus Dur yang meski memiliki keterbatasan fisik tidak menghentikannya untuk berbuat lebih dan
berguna bagi orang lain. Kami berharap melalui makalah ini dapat membawa kita untuk tetap mengingat
jasa – jasa beliau, dan perjuangannya menginspirasi kita semua untuk tidak mencari alasan dari
keterbatasan fisik untuk mencapai kesuksesan.
BAB II
ISI
2.1 Biografi

K.H. Abdurrahman Wahid lahir di Jombang, Jawa Timur tanggal 7 September 1940 dari
pasangan K.H. Wahid Hasyim dan Hj. Sholehah. Nama lahirnya adalah Abdurrahman Addakil ( sang
penakluk ), kata "Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama "Wahid", yang diambil dari nama
ayahnya dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan
khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati "abang" atau "mas”.

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara, Ia lahir dari keluarga yang sangat terhormat
dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri
Nahdlatul Ulama (NU), kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, pengajar pesantren pertama yang
mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan
Nasionalis dan menjadi Menteri Agama pertama di Indonesia tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah,
adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Saudaranya yang cukup dikenal adalah
Salahuddin Wahid dan Lili Wahid. Beliau menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat orang
anak: Alissa Qotrunnada, Zannuba Ariffah Chafsoh ( Yenni ), Anita Hayatunnufus, dan Inayah
Wulandari. Yenny juga aktif berpolitik di Partai Kebangkitan Bangsa dan saat ini adalah direktur The

Wahid Institute.

Pada tahun 1944 beliau pindah dari Jombang ke Jakarta, mengikuti ayahnya yang terpilih
sebagai Ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), organisasi yang berdiri
dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu menduduki Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan
Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang selama perang kemerdekaan
Indonesia melawan Belanda. Akhir perang tahun 1949, kembali ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai
Menteri Agama. Abdurrahman Wahid belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS lalu pindah ke SD
Matraman Perwari. Ia juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya
untuk memperluas pengetahuannya. Gus Dur terus tinggal di Jakarta dengan keluarganya meskipun
ayahnya sudah tidak menjadi menteri agama pada tahun 1952. Pada April 1953, ayahnya meninggal
dunia akibat kecelakaan mobil. Pada tahun 1954, ia masuk ke Sekolah Menengah Pertama. Pada tahun
itu, beliau tidak naik kelas namun bukan karena persoalan intelektual. Lalu belau dikirim ibunya ke
Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan dengan mengaji kepada KH. Ali Maksum di Pondok
Pesantren Krapyak dan belajar di SMP. Pada tahun 1957 setelah lulus dari SMP, beliau pindah ke
Magelang memulai Pendidikan Muslim di Pesantren Tegalrejo. Beliau menjadi murid berbakat denga
menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun yang seharusnya empat tahun. Pada tahun
1959, pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang. Di sana bersamaan dengan melanjutkan
pendidikannya, Abdurrahman Wahid juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru lalu sebagai
kepala sekolah madrasah. Gus Dur juga dipekerjakan sebagai jurnalis majalah seperti Horizon dan
Majalah Budaya Jaya.

Pendidikan diluar negeri :

- Tahun 1963 mendapat beasiswa dari Kementrian Agama untuk melanjutkan study di Universitas
Al Azhar di Kairo, Mesir. Disana beliau mengalami kegagalan karena tidak setuju pada metode
pendidikan serta pekerjaannya di Kedubes Indonesia di Mesir, akhirnya pendidikan
prasarjananya terselamatkan dengan beasiswa di Universitas Baghdad, Irak sampai lulus tahun
1970.
- Tahun 1970 berniat melanjutkan di Universitas Leiden di Belanda, namun kecewa karena
pendidikannya di Universitas Baghdad kurang diakui, lalu pergi ke Jerman dan Perancis hingga
akhirnya kembali ke Jakarta tahun 1971.

Karier:

- Tahun 1974 bekerja sebagai guru di Pesantren Tambak Beras


- Tahun 1977 menjadi dekan Fakultas Praktik dan Kepercayaan Islam di Universitas Hasyim
Asyari
- Tahun 1984 menjadi Ketua PBNU
- Tahun 1987 menjadi anggota MPR untuk partai Golkar
- Tahun 1998 mendirikan PKB ( Partai Kebangkitan Bangsa) dan resmi dinyatakan sebagai
kandidat president dari partai ini tahun 1999 dan menjadi President pada April 1999
- Pada 23 juli 2001 mandatnya dicabut oleh MPR dan digantikan oleh Megawati.
- Beliau tetap aktif dalam dunia politik hingga akhirnya beliau wafat pada 30 Desember 2009 di
RSCM Jakarta pukul 18.45 akibat komplikasi penyakit.

Penghargaan – penghargaan yang diberikan kepada Gus Dur :

- 1993 Ramon Magsaysay Award kategori kepemimpinan sosial


- 10 Maret 2004 “Bapak Tiong Hoa” oleh tokoh tiong hoa semarang kelenteng Tay Kak Sie
- 11 Agustus 2006 Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers karena dinilai memiliki
semangat, visi dan komitmen memperjuangkan kebebasan berekspersi, persamaan hak, semangat
keberagaman dan demokrasi di Indonesia.
- Penghargaan dari Simon Wiethemthal Center ( yayasan penegakan HAM ) karena dianggap
tokoh yang peduli persoalan HAM.
- Penghargaan dari Mebal Valor dari Los Angeles karena dinilai memiliki keberanian membela
kaum minoritas, salah satunya membela umat beragama Konghucu untuk mendapatkan hak –
haknya.
- Penghargaan dari Universitas Temple, namanya diabadikan dalam nama kelompok studi
Abdurrahman Wahid Chari of Islamic Study.

Berikut berbagai macam gelar Doktor Kehormatan yang diberikan kepada Gus Dur:
- Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Netanya University, Israel (2003)
- Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Konkuk University, Seoul, Korea Selatan (2003)
- Doktor Kehormatan dari Sun Moon University, Seoul, Korea Selatan (2003)
- Doktor Kehormatan dari Soka Gakkai University, Tokyo, Jepang (2002)
- Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Thammasat University, Bangkok, Thailand
(2000)
- Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)
- Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu
Humaniora dari Pantheon Sorborne University, Paris, Perancis (2000)
- Doktor Kehormatan dari Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand (2000)
- Doktor Kehormatan dari Twente University, Belanda (2000)
- Doktor Kehormatan dari Jawaharlal Nehru University, India (2000)
2.2 Sejarah Awal Menjadi President

Sejarah awal Gus Dur menjadi president diawali dengan perjalanan panjang dalam berbagai
kegiatan organisasi sosial yaitu NU ( Nahdlatul Ulama ), untuk bidang politik Gus Dur menjadi
simpatisan partai golkar pada masa kepresidenan Soeharto. Pada awalnya Gus Dur menolak untuk ikut
berperan aktif menjalankan NU, karena berlawanan dengan aspirasinya untuk menjadi intelektual
publik. Baru setelah ia mendapat tawaran ke tiga oleh kakeknya ia menerima dan menjadi anggota
Dewan Penasehat Agama NU atas dasar itu Beliau juga memutuskan untuk kembali pindah ke Jakarta.
Saat itu Gus Dur mendapat pengalaman politik pertama pada pemilu 1982 dengan berkampanye untuk
Partai Persatuan Pembangunan hasil gabungan 4 partai islam termasuk NU. Karena kampanye tersebut
ia sempat ditangkap namun selalu berhasil lepas karena memiliki hubungan dekat dengan orang penting
seperti Jendral Benny Moerdani.
Tahun 1982 Gus Dur termasuk dalam Tim Tujuh yang dibentuk Dewan Penasehat Agama dalam
NU untuk mengerjakan isu reformasi dan menghidupkan NU kembali. Reformasi pada tubuh NU
termasuk perubahan keketuaan.
Tahun 1983 Soeharto terpilih kembali untuk masa jabatan ke – 4 dan mulai mengambil langkah
menjadikan Pancasila sebagai Ideologi Negara, Gus Dur termasuk dalam kelompok yang ditugaskan
untuk menyiapkan respon NU terhadap isu tersebut dan akhirnya pada Oktober 1983 diputuskan NU
menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara. Untuk lebih menghidupkan NU Gus Dur mengundurkan
diri dari PPP. Reformasinya pada NU membuat beliau sangat populer di kalangan NU, dan pada
Musyawarah Nasional (MUNAS) NU tahun 1984 terpilih menjadi ketua Umum PBNU.
Terpilihnya Gus Dur dilihat positif oleh Suharto dan rezim Orde Baru. Penerimaan Gus Dur
terhadap Pancasila bersamaan dengan citra moderatnya menjadikannya disukai oleh pejabat
pemerintahan. Pada tahun 1985, Suharto menjadikan Gus Dur indoktrinator Pancasila. Pada tahun 1987,
Abdurrahman Wahid menunjukan dukungan lebih lanjut terhadap rezim Soeharto dengan mengkritik
PPP dalam pemilihan umum legislatif 1987 dan memperkuat Partai Golkar. Ia kemudian menjadi
anggota MPR mewakili Golkar. Meskipun ia disukai oleh rezim pada masa itu, Gus Dur tetap
mengkritik pemerintah, dan ini merenggangkan hubungannya dengan pemerintah, namun saat itu
Suharto masih mendapat dukungan politik dari NU. Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus
dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan
pesantren sehingga dapat menandingi sekolah sekuler. Gus Dur terpilih kembali untuk masa jabatan ke –
2 dan ke – 3, Beliau memimpin NU selama 15 tahun ( 3 masa jabatan ).Selama masa jabatan ke – 3,
Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia
(PDI).
Juli 1997 awal dari Krisis Finansial Asia. Soeharto mulai kehilangan kendali atas situasi
tersebut. Gus Dur didorong untuk melakukan reformasi dengan Megawati dan Amien, namun ia terkena
stroke pada Januari 1998. Dari rumah sakit, Gus Dur melihat situasi terus memburuk dengan pemilihan
kembali Soeharto sebagai Presiden dan protes mahasiswa yang menyebabkan terjadinya kerusuhan Mei
1998 setelah penembakan enam mahasiswa di Universitas Trisakti. Pada tanggal 19 Mei 1998, Gus Dur,
bersama dengan delapan pemimpin penting dari komunitas Muslim, dipanggil ke kediaman Soeharto.
Soeharto memberikan konsep Komite Reformasi yang ia usulkan. Sembilan pemimpin tersebut menolak
untuk bergabung dengan Komite Reformasi. Gus Dur memiliki pendirian yang lebih moderat dengan
Soeharto dan meminta demonstran berhenti untuk melihat apakah Soeharto akan menepati janjinya. Hal
tersebut tidak disukai oleh Amien Rais, yang merupakan oposisi Soeharto yang paling kritis pada saat
itu. Namun, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada tanggal 21 Mei 1998. Wakil Presiden
Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto.
Salah satu dampak jatuhnya Soeharto adalah pembentukan partai politik baru. Di bawah rezim Soeharto,
hanya terdapat tiga pertai politik: Golkar, PPP dan PDI. Dengan jatuhnya Soeharto, partai-partai politik
mulai terbentuk, dengan yang paling penting adalah Partai Amanat Nasional (PAN) bentukan Amien
dan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) bentukan Megawati. Pada Juni 1998, banyak orang
dari komunitas NU meminta Gus Dur membentuk partai politik baru. Ia tidak langsung
mengimplementasikan ide tersebut. Baru pada Juli 1998 Gus Dur menanggapi ide tersebut karena
mendirikan partai politik merupakan satu-satunya cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum.
Beliau menyetujui pembentukan PKB dan menjadi Ketua Dewan Penasehat dengan Matori Abdul Djalil
sebagai ketua partai. Pada November 1998, dalam pertemuan di Ciganjur, Gus Dur, bersama dengan
Megawati, Amien, dan Sultan Hamengkubuwono X kembali menyatakan komitmen mereka untuk
reformasi. Pada 7 Februari 1999, PKB secara resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandidat pemilihan
presiden. Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB hanya
memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Akan tetapi dalam Sidang Paripurna
MPR tanggal 20 Oktober 1999, Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4
dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara dan ada 5 abstain.
2.3 Tipe Kepemimpinan

Gus Dur adalah seorang pemimimpin baik sebelum, dalam masa kepresidenan ataupun
setelahnya. Banyak ahli yang menelaah mengenai gaya kepemimpinan Gus Dur selama menjadi
President, menurut Joel C. Kuipers gaya kepemimpinan Gus Dur sangat berbeda dengan pendahulunya (
president sebelumnya ), beliau melakukan banyak perubahan selama masa kepresidenannya terutama
dalam hal demokratisasi, kebebasan pers dan politik. Beliau menampilkan kepemimpinan politik yang
terbuka, saluran penyampaian pendapat politik sudah tanpa hambatan ini dapat dilihat dari jumlah
pemberitaan pers yang begitu banyak dan gaya pemberitaan yang semakin terbuka, tanpa ada tekanan
dari pemimpin yang berkuasa jauh berbeda ketika masa kepemimpinan Soeharto. Ada pula yang
menggolongkan kepemimpinan beliau dalam tipe influence – dominance, tipe influence ini dapat dilihat
dari keterbukaannya saat diwawancara oleh wartawan bahkan terkesan ceplas – ceplos, sangat optimis,
handal dalam mempengaruhi orang lain, akan tetapi kelemahan dari tipe ini adalah mudah percaya pada
orang lain dan inilah yang dimanfaatkan oleh lawan – lawan politiknya sehingga beliau harus turun
sebelum habis masa jabatannya. Tipe dominance dapat dilihat dari bagaimana beliau berani membuat
gebrakan menjalin hubungan dengan Israel ( padahal sangat banyak dari masyarkat tidak menyukai ini),
selain itu Gus Dur pun termasuk pemarah, ia kerap kali menggebrak meja saat bawahannya tidak
menuruti kemauannya. Kelebihan dari kepemimpinan Gus Dur adalah dalam hal keterbukaan dan etika
politiknya, akan tetapi lemah dalam hal manajemen dan komunikasi politiknya.
Dalam masa pemerintahannya Gus Dur berusaha keras menciptakan pemerintahan yang
demokratis, ciri utama dari pemerintahan demokratis adalah profesionalisme militer dalam menjalankan
fungsi pertahanan dan keamanan negara. Gus Dur berusaha keras agar militer di indonesia tidak lagi
ikut berperan dalam urusan sosial politik, tidak melakukan intervensi dalam kepemimpinan sipil, dan
membiarkan sipil membuat kebijakan dalam mengatur negara. Gus Dur selalu memperjuangkan prinsip
– prinsip yang menjamin tumbuh kembang demokrasi di Indonesia akan tetapi ada kebijakan dan
langkahnya yang tidak demokratis. Ia tidak mau mendengarkan pandangan orang, memaksakan
kehendak dan seolah – olah tidak peduli pada prosedur demokrasi. Hal ini menguatkan pula bahwa
kepemimpinan beliau termasuk pada tipe dominance.
2.4 Kasus dan Peristiwa yang Melengserkan Gus Dur

Beberapa hal yang menyebabkan jatuhnya jabatan Gus Dur sebagai President adalah pemecatan
beberapa Menteri dalam kabinetnya antara lain meminta mundur Jendral Wiranto dari jabatan Menteri
Koordinator Bidang Politik dan keamanan karena sebagai halangan rencana reformasi militer dan
tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur terhadap Wiranto. April 2000 memecat Jusuf Kalla dari
jabatan Menteri Negara Perindustrian dan Perdagangan dan Laksamana Sukardi dari Menteri Negara
BMUN alasan yang diberikan Wahid adalah bahwa keduanya terlibat kasus korupsi. Hal ini
memperburuk hubungan Gus Dur dengan Golkar dan PDI-P.
Hal yang juga menyebabkan Gus Dur kehilangan kepercayaan adalah Gus Dur mengusulkan
agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut. Ia juga berusaha
membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia.
Isu ini diangkat dalam pidato Ribbhi Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, kepada parlemen
Palestina tahun 2000. Isu lain yang muncul adalah keanggotaan Gus Dur pada Yayasan Shimon Peres.
Baik Gus Dur dan menteri luar negerinya Alwi Shihab menentang penggambaran Presiden Indonesia
yang tidak tepat, dan Alwi meminta agar Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, diganti.
Hubungan buruk dengan TNI karena usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang
sosial-politik, dalam usaha ini Gus Dur menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah, yang
diangkatnya menjadi Panglima Kostrad pada bulan Maret. Pada Juli 2000, Agus mulai membuka
skandal yang melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Melalui
Megawati, anggota TNI mulai menekan Wahid untuk mencopot jabatan Agus. Gus Dur mengikuti
tekanan tersebut, tetapi berencana menunjuk Agus sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI
merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga Gus Dur kembali harus menurut pada tekanan.
Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku dan
dipersenjatai oleh TNI. Laskar Jihad pergi ke Maluku untuk membantu orang Muslim dalam konflik
dengan orang Kristen. Wahid meminta TNI menghentikan aksi Laskar Jihad, namun mereka tetap
berhasil mencapai Maluku dan dipersenjatai oleh senjata TNI.
Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate, kedua kasus
inilah yang benar – benar mencoreng nama baik Gus Dur bahkan hingga saat ini. Pada bulan Mei,
Badan Urusan Logistik (BULOG) melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog.
Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil
uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini.
Skandal ini disebut skandal Buloggate. Keterlibatan Presiden Gus Dur dalam kasus ini baru terungkap
secara terbatas, yaitu adanya pertemuan antara Presiden dan Sapuan (Wakil Kepala Bulog) di Istana.
Dalam pertemuan itu, Presiden menanyakan dana nonbudgeter Bulog dan kemungkinan pengunaannya.
Sapuan mengatakan, dana nonbudgeter itu ada, tetapi penggunaannya harus melalui keppres (keputusan
presiden). Keterlibatan Gus Dur baru terungkap sebatas itu. Dalam kasus ini terlihat kental sekali nuansa
politik daripada persoalan hukum itu sendiri.
Sedangkan kasus Bruneigate adalah kasus penyaluran dana sultan Brunei yang diserahkan kepada
pengusaha yang dekat dengan Presiden Wahid, yaitu Ario Wowor. Keterlibatan Presiden Wahid dalam
kasus itu memang ada. Namun tidak ada keterlibatan Presiden meminta dana ke Brunei. ”Gus Dur hanya
memberi pertimbangan kepada Ario Wowor tentang pendistribusian dana. saat itu memang Ario
melaporkan kepada Presiden tentang dana yang diperolehnya dari Brunei. Gus Dur menyarankan dana
tersebut agar dibagikan kembali pada LSM yang membutuhkan. Selain itu kedutaan Besar Brunei di
Indonesia telah menyatakan dana Rp 2 juta dolar adalah uang pribadi Sultan, dan bukan uang negara.
Kejakgung saat itu sudah menyimpulkan tak ada keterlibatan Presiden Gus Dur.
Pada 23 Agustus, Gus Dur mengumumkan kabinet baru meskipun Megawati ingin pengumuman
ditunda. Megawati menunjukan ketidaksenangannya dengan tidak hadir pada pengumuman kabinet.
Kabinet baru lebih kecil dan meliputi lebih banyak non-partisan. Tidak terdapat anggota Golkar dalam
kabinet baru Gus Dur. Pada September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi
di sana semakin memburuk. Pada saat itu semakin jelas bahwa Laskar Jihad didukung oleh anggota TNI
dan juga kemungkinan didanai oleh Fuad Bawazier, menteri keuangan terakhir Soeharto. Pada bulan
yang sama, bendera bintang kejora berkibar di Papua Barat. Gus Dur memperbolehkan bendera bintang
kejora dikibarkan asalkan berada di bawah bendera Indonesia. Ia dikritik oleh Megawati dan Akbar
karena hal ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta dan
delapan kota lainnya di seluruh Indonesia.
2.5 Penyelesaian Kasus

Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa dengan Abdurrahman Wahid.
Orang yang paling menunjukan kekecewaannya adalah Amien Rais. Ia menyatakan kecewa mendukung
Gus Dur sebagai presiden tahun lalu. Amien Rais juga berusaha mengumpulkan oposisi dengan
meyakinkan Megawati dan Gus Dur untuk merenggangkan otot politik mereka. Megawati melindungi
Gus Dur, sementara Akbar menunggu pemilihan umum legislatif tahun 2004. Pada akhir November,
151 DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan Gus Dur.
Untuk menentang petisi anggota DPR pada pertemuan dengan rektor-rektor universitas pada 27
Januari 2001, Gus Dur menyatakan kemungkinan Indonesia masuk kedalam anarkisme. Ia lalu
mengusulkan pembubaran DPR jika hal tersebut terjadi. Pertemuan tersebut menambah gerakan anti-
Wahid. Pada 1 Februari, DPR mengadakan pertemuan untuk mengeluarkan nota terhadap Gus Dur.
Nota tersebut berisi diadakannya Sidang Khusus MPR dimana pemakzulan Presiden dapat dilakukan.
Anggota PKB hanya bisa walk out dalam menanggapi hal ini. Nota ini juga menimbulkan protes di
antara NU. Di Jawa Timur, anggota NU melakukan protes di sekitar kantor regional Golkar. Di Jakarta,
oposisi Gus Dur turun menuduhnya mendorong protes tersebut. Gus Dur membantah dan pergi untuk
berbicara dengan demonstran di Pasuruan. Namun, demonstran NU terus menunjukan dukungan mereka
kepada Gus Dur dan pada bulan April mengumumkan bahwa mereka siap untuk mempertahankan Gus
Dur sebagai presiden hingga mati.
Pada bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada
kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra dicopot dari kabinet
karena ia mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur. Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail
juga dicopot dengan alasan berbeda visi dengan Presiden, berlawanan dalam pengambilan kebijakan,
dan diangap tidak dapat mengendalikan Partai Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut dalam aksi
menuntut Gus Dur mundur. Dalam menanggapi hal ini, Megawati mulai menjaga jarak dan tidak hadir
dalam inagurasi penggantian menteri. Pada 30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta
diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus.
Gus Dur mulai putus asa dan meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan
(Menko Polsoskam) Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono
menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat menteri lainnya dalam
reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2001. Akhirnya pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa
Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga
menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan. Gus Dur
kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2)
mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan
(3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR. Namun
dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur
dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri. Abdurrahman Wahid terus bersikeras bahwa ia
adalah presiden dan tetap tinggal di Istana Negara selama beberapa hari, namun akhirnya pada tanggal
25 Juli ia pergi ke Amerika Serikat karena masalah kesehatan.
BAB III
KESIMPULAN

Kepemimpinan seorang Gus Dur di sini adalah tipe influence-dominance dapat dilihat dari
bagaimana ia terbuka dalam politiknya, dan berani mengambil keputusan meskipun pada waktu itu
sangat bertentangan dengan masyarakat pendukungnya. Pada awalnya Gus Dur tidak tertarik pada dunia
politik karena berlawanan dengan keinginannya untuk menjadi intelektual Publik, hal yang
membawanya terlibat dalam dunia politik adalah keanggotaan dalam organisasi NU yang pada akhirnya
membuat beliau perduli pada dunia politik Indonesia. Hingga akhirnya membuat beliau memutuskan
membentuk partai baru Partai Kebangkitan Bangsa ( PKB ) hal ini untuk menentang partai Golkar partai
yang didominasi oleh pendukung Soeharto.
Lengsernya Gus Dur dari jabatannya pada dasarnya bukan karena kasus Brunei Gate dan Bulog
Gate, kasus ini hanya sebagai jalan dari lawan – lawan politiknya yang merasa terancam karena
keberadaan Gus Dur untuk menjatuhkan beliau dari kepresidenan.
Kepemimpinannya yang berawal dari organisasi islam terbesar di Indonesia tidak membuatnya menutup
mata akan rasa toleransinya pada keberagaman agama di negeri ini, terbukti dari pembelaanya untuk hak
– hak umat beragama konghucu.
Meski hanya 20 bulan memimpin bangsa ini dan begitu banyak yang menyangsikan beliau
sebagai President karena keterbatasan fisik, tidak membuatnya berhenti memperbaiki negeri ini. Jasa
beliau terhadap negeri ini begitu besar salah satunya adalah mengajarkan kita pehamaman sosial untuk
saling menghargai dan menghormati perbedaan diantara masyarakat kita. Bukti nyata kepeduliannya
adalah dengan menghormati warga keturunan Tionghoa dan menjadikan hari raya cina ( imlek ) sebagai
libur nasional serta menghapus pelarangan penggunaan huruf Tionghoa.
Daftar Pustaka

Anne Ahira(2010). Mantan Presiden Gus Dur, Tokoh Reformis yang Saling Menghargai. From

http://www.anneahira.com/presiden_gus_dur_htm, 10 April 2011.

Anwar, Fuad H. 2004. Melawan Gusdur. Yogyakarta : Pustaka Tokoh Bangsa.

Biografi Gus Dur. http://id.wikipedia.org/wiki/Gus_dur, 10 April 2011.

Daniel Ronda. Telaah Kepemimpinan Gus Dur. From http://www.gusdur.net/halamanutama, 10 April


2011.

Hidayat, Misbah. 2007. Kajian Komparatif Tiga Presiden. Jakarta : Gramedia.

Jafar M Sidik. Biografi Gus Dur. From http://www.antaranews.com/berita/167746/biografi-gus-dur, 10


April 2011.

Vina Nurul Iklima(2010). Gus Dur Lengser Korban Elit Neo – Orba. From
http://www.inilah.com/read/detail/258682/gus-dur-lengser-korban-elit-neo-orba, 15 April 2011.

Anda mungkin juga menyukai