Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“Menuntut Ilmu Surat At-Taubah 122”


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Guru Mata Pelajaran : Hj. Asih Kurniasih, S.Ag

Disusun Oleh:
1. Abi Prahono
2. Ivallent Azharfa R.
3. Sheila Nurlita Damayanti
4. Mohamad Nurfai
5. Muhammad Adha Nurrohim
6. Silvi Firnanda
7. Muhamad Aden Raka
8. Mohamad Fahrul S.
Kelas : X TOI 2

SMK NEGERI 1 JAMBLANG


Jl. Nyimas Rarakerta Desa Sitiwinangun Kec. Jamblang Kab. Cirebon 45157
Telp. (0231) 344255 – 344256 Email : smkn_jamblang@yahoo.com
Tahun Pelajaran 2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nyalah, makalah dapat terselesaikan dengan baik, tepat
pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Pendidikan Agama Islam.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan,
terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun,
berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan dengan cukup baik.
Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran,
penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah
yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Cirebon, Januari 2022


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAAN
2.1 Surah At-Taubah Ayat 122 Dan Penerjemahannya 3
2.2 Isi Dan Kandungan Ayat 3
2.3 Tafsir Mufrodat 4
2.4 Ashbabul Nuzul 4
2.5 Penafsiran Surah At Taubah Ayat 122 5
2.6 Aspek Aspek Tarbawi 13

BAB III PENUTUPAN


3.1 Kesimpulan 15
3.2. Saran 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Surat at-Taubah terdiri atas 129 ayat termasuk golongan surat-surat
Madaniyyah. Surat ini dinamakan at-Taubah yang berarti pengampunan
berhubung kata at-Taubah berulang kali disebut dalam surat ini. Dinamakan
juga dengan Baraah yang berarti berlepas diri yang di sini maksudnya
pernyataan pemutusan perhubungan, disebabkan kebanyakan pokok
pembicaraannya tentang pernyataan pemutusan perjanjian damai dengan kaum
musyrikin. Disamping kedua nama yang masyhur itu ada lagi beberapa nama
yang lain yang merupakan sifat dari surat ini. Berlainan dengan surat-surat yang
lain, maka pada permulaan surat ini tidak terdapat basmalah, karena surat ini
adalah pernyataan perang dengan arti bahwa segenap kaum muslimin
dikerahkan untuk memerangi seluruh kaum musyrikin, sedangkan basmalah
bernafaskan perdamaian dan cinta kasih Allah. Surat ini diturunkan sesudah
Nabi Muhammad S.A.W. kembali dari peperangan Tabuk yang terjadi pada
tahun 9 H. Pengumuman ini disampaikan oleh Saidina 'Ali . pada musim haji
tahun itu juga.
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang
menyangkut perjuangan. Yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami agama.
Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan
menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun
terpenting dalam menyeru kepada Allah SWT dan menegakkan sendi-sendi
Islam.
Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak
disyariatkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari dakwah tersebut, agar
jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan
munafik. Surat at-Taubah merupakan akhir surat yang diturunkan, setelah itu
Nabi wafat dan belum menjelaskan letaknya. Adapun ceritany menyerupai cerita
yang ada pada Surat Al-Anfal. Sesungguhnya Nabi memerintahkan untuk
meletakkan Surat ini sesudah Surat al-Anfal itu karena adanya wahyu. Dan
menghilangkan bismillahirahmanirrahiim pada awal Surat ini juga wahyu.

1
1.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana bacaan Surah At-Taubah Ayat 122 Dan Penerjemahannya?
b. Apa saja Isi Dan Kandungan Ayat Surah At-Taubah Ayat 122?
c. Bagaimana Tafsir Mufradat?
d. Bagaimana Ashbabul Nuzul (Sebab Turun Ayat)?
e. Bagaimana Penafsiran Surat At-Taubah Ayat 122?
f. Apasaja Aspek-Aspek Tarbawi?

1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui bagaimana bacaan Surah At-Taubah Ayat 122 Dan
Penerjemahannya
b. Untuk mengetahui apa saja Isi Dan Kandungan Ayat Surah At-Taubah Ayat
122
c. Untuk mengetahui bagaimana Tafsir Mufradat
d. Untuk mengetahui bagaimana Ashbabul Nuzul (Sebab Turun Ayat)
e. Untuk mengetahui bagaimana Penafsiran Surat At-Taubah Ayat 122
f. Untuk mengetahui apasaja Aspek-Aspek Tarbawi

2
BAB II
PEMBAHASAAN

2.1. Surah At-Taubah Ayat 122 Dan Penerjemahannya


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫ةٌ لِّيَـتَفَقَّهُوْ ا‬G َ‫ ٍة ِّم ْنهُ ْم طَٓائِف‬G َ‫لِّ فِرْ ق‬GG‫َو َما َكا نَ ْال ُم ْؤ ِمنُوْ نَ لِيَ ْنفِرُوْ ا َكٓا فَّةً ۗ فَلَوْ اَل نَفَ َر ِم ْن ُك‬
َ‫فِى ال ِّدي ِْن َو لِيُ ْن ِذرُوْ ا قَوْ َمهُ ْم اِ َذا َر َجع ُۤوْ ا اِلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذرُوْ ن‬
"Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan
perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi
untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya jika mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga
dirinya."(QS. At-Taubah 9: Ayat 122)
Menuntut ilmu merupakan kewajiban laki-laki dan perempuan, tua dan muda,
orang dewasa dan anak-anak menurut cara-cara sesuai dengan keadaannya,
bakat dan kemampuan. Bahwa menuntut dan mencari ilmu merupakan
kewajiban setiap muslim dan muslimah dasarnya terdapat di dalam al-Qur'an
maupun di dalam al-Hadits Orang yang memperdalam ilmu adalah orang-orang
menggunakan potensi yang telah Allah Swt berikat kepadanya, potensi tersebut
adalah akal yang dimana akal tersebut mempermudah manusia untuk paham dan
mengerti.

2.2. Isi Dan Kandungan Ayat


1. Ayat ini menunjukkan pentingnya menuntut ilmu (tafaqquh fiddin).
2. Harus selalu ada segolongan umat yang konsentrasi menuntut ilmu. Bahkan
dalam kondisi perang sekalipun, ketika perangnya adalah fardhu kifayah.
3. Di setiap kaum, kabilah atau perkampungan, wajib ada yang menuntut ilmu
(tafaqquh fiddin) sehingga perkampungan itu tidak dilanda kebodohan.
4. Di setiap kaum, kabilah atau perkampungan, juga harus ada yang berdakwah
dan memberikan peringatan.
5. Misi orang yang menuntut ilmu (tafaqquh fid din) adalah mengajarkan ilmu
itu kepada orang lain. Tak hanya belajar untuk dirinya sendiri tetapi memiliki
misi dakwah dan tarbiyah.

3
2.3. Tafsir Mufradat
Nafara : berangkat perang
Laula :Kata-kata yang berarti anjuran dan dorongan melakukan sesuatu yang
disebutkan sesudah kata-kata tersebut, apabila itu terjadi dimasa yang akan
datang. Tapi “Laula” juga berarti kecemasan atas meninggalkan perbuatan yang
disebutkan sesudaah kata itu, apabila merupakan hal yang telah lewat. Apabila
hal yang dimaksud merupakan perkara yang mungkin dialami, maka bisa saja
”Laula”,itu berarti perintah mengerjakannya.
‫ الفرقة‬- Al- Firqah : kelompok besar
‫ – الطائفة‬At- Ta’ifah : kelompok kecil
‫ – تفقه‬Tafaqqah :berusaha keras untuk mendalami dan memmahami suatu perkara
dengan susah payah untuk memperolehnya.:
‫ – انذره‬Anzarahu : menakut-nakuti dia.
‫ – حذره‬Hazirahu : berhati-hati terhadapnya.

2.4. Ashbabul Nuzul (Sebab Turun Ayat)


Di riwayatkan oleh Ibn Abi Hatim yang bersumberkan daripada
Ikrimah katanya, ketika turun ayat Bermaksud: “Jika kamu tidak pergi beramai-
ramai (untuk berperang pada jalan Allah - membela AgamaNya), Allah akan
menyesatkan kamu dengan azab siksa yang tidak terperih sakitnya” (at-
Taubah:39)
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ikrimah bahwa pada waktu QS. at-
Taubah ayat 39 turun ada beberapa orang yang tidak hadir dalam peperangan
karena hidup di daerah pedalaman (Badui). Mereka mengajar kaumnya ilmu
agama. Melihat yang demikian, orang-orang munafik mengatakan : "Celakalah
penduduk kampung itu, mereka tidak hadir berperang bersama Rasulullah."
Sehubungan dengan itu Allah menurunkan ayat ke-122 yang memberikan
ketegasan bahwa orang-orang yang tidak hadir dalam peperangan karena baru
menekuni ilmu agama, mereka tidak berdosa. Jadi, orang yang belajar dan
mengajar ilmu agama termasuk jihad.
Dalam satu riwayat yang lain juga diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim
daripada Abdullah bin Abidullah bin Amir berkata: “Orang-orang Islam diberi
galakkan supaya berjihad, apabila Rasulullah SAW menghantar bala tentera ke
medan perang mereka akan keluar beramai-ramai. Pada masa yang sama mereka

4
meninggalkan Nabi Muhammad SAW. di Madinah dengan beberapa orang
sahaja. Lalu ayat itu di turunkan.
Riwayat lain dari Abdillah bin Ubaid bin Umar, oleh karena kaum
muslimin berambisi sekali untuk berjihad, maka apabila ada seruan untuk
berjihad di medan perang dari Rasulullah SAW . mereka dengan tanpa berpikir
panjang langsung berangkat. Tidak jarang mereka berangkat dengan
meninggalkan Rasulullah bersama orang-orang dhaif di Madinah. Sehubungan
dengan itu Allah menurunkan ayat 122 sebagai penegasan tentang larangan bagi
kaum muslimin berangkat perang secara keseluruhan dan ayat ini memberikan
tuntunan agar sebagian kaum muslimin menuntut ilmu agama, sementara yang
lain berangkat jihad. Nilai pahala keduanya sama

2.5. Penafsiran Surat At-Taubah Ayat 122


“Dan tidaklah semuanya kaum mukmin itu harus pergi,”(pangkal ayat
122). Sebagai juga ayat 113 dan 120, disini sama bunyi pangkal ayat,yaitu orang
beriman sejati tidaklah semuanya turut bertempur berjihad dengan senjata
kemedan perang.”tetapi a;angkah biknya keluar dari tiap-tiap goloongan
itu,diantara mereka, satu kelompok supaya mereka memperdalam pengertian
tentang agama.”
Dengan susun kalimat falaulaa, yang berarti diangkat naiknya, maka
Allah telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman
diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan
masing-masing, baik secara ringan ataupun secara berat. Maka dengan ayat ini,
Allah pun menuntun hendaklah jihad itu dibagikepada jihad bersenjata dan
jilhad memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian tentang agama.
Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya
mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar
menuju medan perjuangan. Karena, perang itu sebenarnya fardu kifayah, yang
apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan
fardu’ain, yang wajib dilaksanakan setiap orang. Perang barulah menjadi wajib,
apabila Rasul SAW sendiri keluar dan mengerahkan kaum mu’min menuju
medan perang.
Tatkala kaum Mukminin dicela oleh Allah bila tidak ikut ke medan
perang kemudian Nabi SAW. Mengirimkan sariyahnya, akhirnya mereka

5
berangkat ke medan perang semua tanpa ada seorang pun yang tinggal, maka
turunlah firman-Nya berikut ini: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang
mukmin itu pergi ke medan perang semuanya. Mengapa tidak pergi dari tiap-
tiap golongan suatu kabilah diantara mereka beberapa orang, beberapa golongan
saja kemudian sisanya tetap tinggal di tempat untuk memperdalam pengetahuan
mereka yakni tetap tinggal di tempat mengenai agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya dari
medan perang, yaitu dengan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama
yang telah dipelajarinya supaya mereka itu dapat menjaga dirinya dari siksaan
Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Abbas r.a. memberikan penakwilannya
bahwa ayat ini penerapannya hanya khusus untuk sariyah-sariyah, yakni
bilamana pasukan itu dalam bentuk sariyah lantaran Nabi SAW. tidak ikut.
Sedangkan ayat sebelumnya yang juga melarang, seseorang tetap tinggal di
tempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan perang, maka hal ini
pengertiannya tertuju kepada bila Nabi SAW. berangkat ke suatu ghazwah.
Allah SWT telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang
beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi perang menurut
kesanggupannya masing-masing, baik secara ringan ataupun secara berat. Maka
dengan ayat ini allah pun menuntut hendaklah jihad itu dibagi kepada jihad
bersenjata dan jihad memperdalam ilmu pengetahuan dan pengertian tentang
agama. Jika yang pergi kemedan perang itu bertaruh nyawa dengan musuh,
maka yang tinggal memperdalam fiqh tentang agama,sebab tidaklah kurang
penting jihad yang mereka hadapi.
Dalam ayat ini, Allah SWT. menerangkan bahwa tidak perlu semua
orang mukmin berangkat ke medan perang, bila peperangan itu dapat dilakukan
oleh sebagian kaum muslimin saja. Tetapi harus ada pembagian tugas dalam
masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi bertekun
menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam supaya ajaran-ajaran
agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan
cara yang lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan umat Islam dapat
ditingkatkan.
Dalam ayat 122 ini masih jelas diterangkan bahwa golongan-golongan
itu keluar apabila ada panggilan dari sudah datang. Mereka semuanya datang

6
kepada Rasulullah SAW mendaftarkan dirinya, ringan maupun berat, muda
maupun tua. Tetapi hendaklah dari golongan-golongan yang banyak itu datang
berbondong kepada Rasulullah, ada satu kelompok (thaifatun), yang
bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuannya tentang agama itu adalah
hal agama
Tegasnya adalah bahwa semua golongan itu harus berjihad, turut
berjuang. Tetapi Rasulullah SAW kelak membagi tugas mereka masing-masing.
Ada yang berjihad kegaris muka dan ada yang berjihad digaris belakang. Sebab
itu maka kelompok kecil yang memperdalam pengetahuannya tentang agama itu
adalah sebagian daripada jihad juga.]
Sa’id Hawwa dalam kitab al-Asasu Fit Tafsir, memberikan penjelasan
tentang ayat ini sebagai berikut:”sebaiknya sebagian (dari ksum yang berperang)
keluar kemedan perang dan sebagian duduk berada dirumah mencari kebaikan
dengan mendalami agama, mendengarkan wahyu yang diturunkan, dan menyeru
kepada orang-orang yang berperang ketika mereka kembali”.
Asy-Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi memberikan dua penjelasan
yaitu: pertama, orang-orang mukmin sebaiknya tidak pergi semua kehadapan
Nabi untuk mempelajari agama, karena itu tidak wajib dan tidak jawaz.
Pendalaman agama bukanlah seperti perang bersama Rasulullah yang wajib
diikuti oleh setiap orang islam yang tidak tertimpa udzur. Sebaiknya
sekelompok dari penduduk yang tinggal di desa itu pergi ke hadapan Rasulullah
untuk mendalami agama dan setelah pulang ke desa, mereka menyeru kepada
kaumnya agar mereka takut siksaan Allah dengan menjalankan perintah-
perintahnya dan menjauhi larangannya.
Kedua,tidak boleh bagi kaum mukmin pergi semuanya (kemedan
perang) dengan meninggalkan Nabi, tetapi sebaiknya mereka dibagi dua
kelompok yaitu yang satu kelompok pergi berperang untuk menaklukkan orang-
orang kafir dan yang satu kelompok bersama Rasulullah untuk mempelajari ilmu
dan agama.
Asy-syaikh Thanthawi Jauhari memberi penafsiran ayat ini sebagai
berikut:”sebaiknya orang-orang mukmin tidak harus selalu pergi semua untuk
berperang atau mencari ilmu, demikianlah pula tidak harus(berdiami diri)
semua, karena itu membuat cacat urusan kehidupan. Sebaiknya supaya ada
pembagian tugas diantara mereka, sebagian dari tiap-tiap kelompok supaya ada

7
yang mendalami agama karena mereka dituntut untuk mengambil bagian dalam
menghasilkan fiqh(pemahaman tentang agama) dengan tujuan setelah
menghasilkan fiqh lalu mengajarkan kepada kaumnya dan menyebarluaskan
agar mereka takut terhadap apa yang telah mereka takuti.
supaya bisa memberi pengertian kepada mereka yang pergi bila sudah
kembali ketempat mereka, supaya mereka itu bisa berhati-hati..”(ujung ayat
122).itulah inti kewajiban dari kelompok yang tertentu memperdalam faham
agama itu, yaitu supaya dengan pengetahuan meraka yang lebih dalam, mereka
dapat memberikan peringatan dan ancaman kepada kaum mereka sendiri apabila
mereka kembali pulang.
Ayat inilah yang telah menjadi pokok pedoman didalam masyarakat
islam, yang telah digariskan oleh Rasul sendiri, diteruskan oleh khalifah-
khalifah yang datang dibelakang, baik khulafaur rasyidin, atau Bani Umaiyah
atau Bani Abbas dan menjadi pegangan terus-menerus dari zaman ke zaman.
Yaitu tentang adanya tenaga-tanaga yang dikhususkan untuk memperdalam
pengertian tentang agama, terkadang terjadi pergolakan politik, perang saudara,
perebutan kekuasaan, pergelaran Bani Umayyah kepada Bani Abbas. Namun
seluruh yang berkuasa itu mengkhususkan dan menganjurkan ahli-ahli
penyelidik agama.itu makanya kita mendapati nama-nama ulama besar sebagai
‘atha’ dan mujahid. Said bin Jubair dan Said bin al-Musayyab dan Hasan al-
Bishri, disamping nama-nama raja-raja Bani Umaiyah sebagai mu’awiiyah,
Abdul Malik bin Marwan dan lain-lain.
Mengapa tidak segolongan saja, atau sekelompok kecil saja yang
berangkat kemedan tempur dari tiap-tiap golongan besar kaum mu’min, seperti
penduduk suatu negeri atau suku, dengan maksud supaya orang mukmin
seluruhnya dapat mendalami agama mereka. Yaitu dengan cara orang yang tidak
berangkat dan tinggal dikota (Madinah), berusaha keras untuk memahami
agama, yang wahyu-Nya turun kepada Rasulullah SAW yang menerangkan
ayat-ayat tersebut, baik dengan perkataan atau perbuatan.Dengan demikian
maka diketahui hukum beserta hikmahnya, dan menjadi jelas yang masih
mujmal dengan adanya perbuatan Nabi tersebut. Disamping itu orang yang
mendalami agama memberi peringatan kepada kaumnya yang pergi perang
menghadapi musuh, apabila mereka telah kembali kedalam kota.

8
Artinya, agar tujuan utama dari orang-orang yang mendalami agama itu
karena ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi peringatan
kepada mereka tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang
mereka ketahui, dengan harapan supaya mereka takut kepada Allah SWT dan
berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan, disamping agar seluruh kaum
mukminin mengetahui agama mereka, mampu menyebarkan pada seluruh umat
manusia.
Jadi bukan bertujuan supaya memperoleh kepemimpinan dan kedudukan
yang tinggi serta mengungguli kebanyakan orang-orang lain, atau bertujuan
memperoleh harta dan meniru orang dzalim dan para penindas dalam
berpakaian, berkendaraan maupun dalam persaingan diantara sesama mereka
Menurut al-maraghi ayat tersebut member isyarat tentang kewajiban
memperdalam ilmu agama (wujud al-tafaqqub fi al-din) serta menyiapkan segala
sesuatu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya di dalam suatu negeri yang telah
didirikan serta mengajarkannya kepada manusia berdasarkan kadar yang
diperkirakan dapat memberikan kemaslatan bagi mereka sehingga tidak
membiarkan mereka tidak mrngetahui hokum-hukum agama yang pada
umumnya harus diketahui oleh orang-orang yang beriman.
Menyiapkan diri untuk memusatkan perhatian dalam mendalami ilmu
agama dan maksud tersebut adalah termasuk kedalam perbuatan yang tergolong
mendapatkan kedudukan yang tinggi dihadapan allah, dan tidak kalah derajatnya
dari orang-orang yang berjihad dengan harta dan dirinya dalam rangka
meninggikan kalimat Allah, bahkan upaya tersebut kedudukan nya lebih tinggi
dari mereka yang keadaannya sedang tidak berhadapan dengan
musuh.Berdasarkan keterangan ini, maka mempelajari fiqh termasuk wajib,
walau sebenarnya kata tafaqquh tersebut makna umumnya adalah memperdalam
ilmu agama, termasuk ilmu fikih, ilmu kalam, ilmu tasawuf dan sebagainya.
Orang-orang yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam
disamakan nilainya dengan orang-orang yang berjuang di medan perang. Dalam
hal ini Rasulullah saw. telah bersabda: "Di hari kiamat kelak tinta yang
digunakan untuk menulis oleh para ulama akan ditimbang dengan darah para
syuhada (yang gugur di medan perang)".
Hadis tersebut menyuruh semua wajib tampil kemedan perang atau
dalam ayat 122 yang tengah kita tafsirkan menyuruh adakan pembagian tugas

9
diantara setiap mujahidin, sebab dia telah kembali bernilai tinggi karena sudah
asal ayat al-qur’an yang memberikan keterangan tegas. Malahan diayat ini
sudah jelas bahwa orang- orang yang beriman itu tidaklah semua berbondong
kegaris depan, bahkan mesti ada yang menjaga garis belakang, garis benteng
ilmu pengetahuan.
Bolehlah kita perhatikan didalam sejarah sahabat-sahabat Rasulullah
SAW. Sendiri setelah beliau wafat. Khalifah-khalifah yang besar yang berempat,
meskipun mereka memiliki pengetahuan agama yang dalam, tetapi mereka
menjadi pimpinan umum dalam kenegaraan dan peperangan.
Tugas ulama umat Islam adalah untuk mempelajari agamanya, serta
mengamalkannya dengan baik, kemudian menyampaikan pengetahuan agama
itu kepada yang belum mengetahuinya. Tugas-tugas tersebut adalah merupakan
tugas umat dan tugas setiap pribadi muslim sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuan masing-masing, karena Rasulullah SAW. telah bersabda;
"Sampaikanlah olehmu (apa-apa yang telah kamu peroleh) daripadaku walaupun
hanya satu ayat Alquran".
Akan tetapi tentu saja tidak setiap orang Islam mendapat kesempatan
untuk bertekun menuntut dan mendalami ilmu pengetahuan serta mendalami
ilmu agama, karena sebagiannya sibuk dengan tugas di medan perang, di ladang,
di pabrik, di toko dan sebagainya. Oleh sebab itu harus ada sebagian
dari umat Islam yang menggunakan waktu dan tenaganya untuk
menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama agar kemudian setelah mereka
selesai dan kembali ke masyarakat, mereka dapat menyebarkan ilmu tersebut,
serta menjalankan dakwah Islam dengan cara atau metode yang baik sehingga
mencapai hasil yang lebih baik pula.
Apabila umat Islam telah memahami ajaran-ajaran agamanya, dan telah
mengerti hukum halal dan haram, serta perintah dan larangan agama, tentulah
mereka akan lebih dapat menjaga diri dari kesesatan dan kemaksiatan, dapat
melaksanakan perintah agama dengan baik dan dapat menjauhi larangan-
Nya.Dengan demikian umat Islam menjadi umat yang baik, sejahtera dunia dan
akhirat.
Di samping itu perlu diingat, bahwa apabila umat Islam menghadapi
peperangan besar yang memerlukan tenaga manusia yang banyak, maka dalam
hal ini seluruh umat Islam harus dikerahkan untuk menghadapi musuh. Tetapi

10
bila peperangan itu sudah selesai, maka masing-masing harus kembali kepada
tugas semula, kecuali sejumlah orang yang diberi tugas khusus untuk menjaga
keamanan dan ketertiban dalam dinas kemiliteran dan kepolisian.
Oleh karena ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu tersebut adalah
untuk mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang
Islam yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk mengejar pangkat dan
kedudukan atau keuntungan pribadi saja, apalagi untuk menggunakan ilmu
pengetahuan sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang
belum menerima pengetahuan.
Orang-orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan haruslah menjadi
acuan bagi umatnya. Ia harus menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing
orang lain agar memiliki ilmu pengetahuan pula. Selain itu, ia sendiri juga harus
mengamalkan ilmunya agar menjadi contoh dan teladan bagi orang-orang
sekitarnya dalam ketaatan menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran agama.
Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu
pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu:
menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain.
Menurut pengertian yang tersurat dari ayat ini kewajiban menuntut ilmu
pengetahuan yang ditekankan di sisi Allah adalah dalam bidang ilmu agama.
Akan tetapi agama adalah suatu sistem hidup yang mencakup seluruh aspek dan
mencerdaskan kehidupan mereka, dan tidak bertentangan dengan norma-norma
kehidupan segi manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat
mencerdaskan kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma
agama, wajib dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan
bumi ini dan menciptakan kehidupan yang baik. Sedang ilmu pengetahuan
adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap sarana yang diperlukan
untuk melaksanakan kewajiban adalah wajib pula hukumnya.Ayat tersebut
merupakan isyarat tentang wajibnya pendalaman agama dan bersedia
mengajarkannya di tempat-tempat pemukiman serta memahamkan orang-orang
lain kepada agama, sebanyak yang dapat memperbaiki keadaan mereka.
Sehingga mereka tidak bodoh lagi tentang hukum-hukum agama secara umum
yang wajib diketahui oleh setiap mu’min.Orang-orang yang beruntung, dirinya
memperoleh kesempatan untuk mendalami agama dengan maksud seperti ini.
Mereka mendapat kedudukan yang tinggi disisi Allah SWT, dan tidak kalah

11
tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam
meninggikan kalimat Allah SWT, membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan,
mereka boleh jadi lebih utama dari pejuang pada situasi lain ketika
mempertahankan agama menjadi fardu‘ain bagi setiap orang.
Orang-orang yang mempelajari agama dengan tujuan seperti itu lah
orang yang beruntung. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allah,
dan tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan
jiwa dalam meninggikan kalimat Allah, membela agama dan ajaran-Nya.
Bahkan, mereka boleh jadi lebih utama dari pejuang pada situasi lain ketika
mempertahankan agama menjadi fardhu'ain bagi setiap orang (Maraghi, 1992:
87). Pemakalah menyimpulkan dari uraian di atas bahwa peran ulama itu lebih
mulia dari syuhada. Ayat ini berkenaan dengan kepergian mempelajari ilmu dan
hukum-hukum atau panggilan umum untuk berjihad surat ini termasuk surat
Madaniyah karena turun di Madinah pada saat peperangan.
Ayat ini menunjukkan, bahwa jihad itu dapat dengan harta kekayaan,
dapat pula dengan jiwa. Barangsiapa mampu melakukan semuanya, maka wajib
melakukannya. Tetapi jika hanya mampu 1 diantara keduanya, maka yang ia
mampui itulah yang wajib ia lakukan. Pada masa pengaturan perang, kaum
muslimin yang ahli dalam kemiliteran wajib melatih bala tentara.
Zaman modern adalah zaman spesialisasi, kejuruan dan kekhususan
suatu ilmu. Ilmu-ilmu agama islam sendiri mempunyai bidang-bidang khusus
sendiri, jarang seorang ulama yang ahli dalam segala ilmu. Sebab itu maka
pengertian terhadap cabang-cabangnya wajiblah diperdalam. Ujung ayat
member lagi ketegasan kewajiban ahli itu, telah memberi ingat dan ancaman
kepada kaumnya bila mereka pulang kepada kaum itu, supaya kaum itu berhati-
hati.
Kita telah selalu memperdekat pengertian diantara bahasa barat dan
bahasa arab yang terpakai dalam kalangan bangsa kita sekarang. Orang
mengatakan bahwa arti ulama itu sama dengan sarjana. Tentang arti memang
sama, sarjana boleh diartikan kedalam bahasa arab dengan ulama, dan ulama
boleh diartikan kedalam bahasa Indonesia dengan sarjana.tetapi meskipun arti
sama, namun pengertian adalah lain. Didalam kata ulama terkandung
sambungan kewajiban. Orang yang mempelajari agama dengan mendalam,
sehingga berhak diberi gelar ulama, sesudah mendapat tugas belajar secara

12
mendalam, mendapat lagi tugas lanjutan , yaitu memimpin kaumnya, sarjana
belum tentu pemimpin, tetapi ulama berkewajiban memimpin.Dalam hal ini,
para ulama Islam telah menetapkan suatu kaidah yang berbunyi: "Setiap sarana
yang diperlukan untuk melaksanakan yang wajib, maka ia wajib pula
hukumnya". Karena pentingnya fungsi ilmu dan para sarjana, maka beberapa
negara Islam membebaskan para ulama (sarjana) dan mahasiswa pada perguruan
agama dari wajib militer agar pengajaran dan pengembangan ilmu senantiasa
dapat berjalan dengan lancar, kecuali bila negara sedang menghadapi bahaya
besar yang harus dihadapi oleh segala lapisan masyarakat.
Ayat ini adalah tuntunan yang jelas sekali tentang pembagian pekerjaan
didalam melaksanakan seruan perang. Alangkah baiknya keluar dari tiap-tiap
golongan itu, yaitu golongan kaum yang beriman yang besar bilangannya, yang
berintikan penduduk kota madinah dan kampong-kampung sekelilingnya.dari
golongan yang besar itu diadakan satu kelompok , suatu panitia yang tidak
terlepas dari ikatan golongan besar itu, dalam rangka berperang. Tugas mereka
ialah memperdalam dan menyelidiki persoalan keagamaan.
Ajaran islam itu mengutamakan akhlak bersamaan dengan ilmu. Bagi
seorang ulama islam. Ilmu bukan semata-mata untuk diri sendiri, tetapi juga
buat dipimpinkan. Setelah diterangkan pembagian tugas itu, sehingga ilmu dan
pengertian agama bertambah mendalam.

2.6. Aspek-Aspek Tarbawi


1. Melalui dengan pendidikan diharapkan pula lahir manusia yang kreatif,
sanggup berfikir sendiri, walaupun kesimpulannya lain dari yang lain,
sanggup mengadakan penelitian, penemuan dari seterusnya. Sikap yang
demikian itu amat dianjurkan dalam al-Qur’an.
2. Pelaksanaan pendidikan harus mempertimbangkan prinsip perkembangan
ilmu pengetahuan sesuai dengan petunjuk al-Qur’an. Yaitu pengembangan
ilmu pengetahuan yang ditujukan bukan semata-mata hanya untuk
pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan untuk membawa
manusia semakin mampu menangkap hikmah dibalik ilmu pengetahun, yaitu
rahasia keagungan Allah SWT. Dari keadaan yang demikian itu, maka ilmu
pengetahuan tersebut akan memperkokoh akidah, meningkatkan ibadah dan
akhlak yang mulia.

13
3. Pendidikan harus mampu mendorong peserta didik agar mencintai ilmu
pengetahuan, yang terlihat dari terciptanya semangat dan etos keilmuan yang
tinggi, memelihara, menambah, dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya, besedia mengajarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya itu
untuk kepentingan dirinya, agama, bangsa

14
BAB III
PENUTUPAN

3.1. Kesimpulan
Ayat-ayat ini menerangkan kelengkapan darai hokum-hukum yang
menyangkut perjuangan, yaitu mencari ilmu, mendalami agama dan
mendalaminya.
Tujuan utama dari orang-orang yang mendalami agama itu karena
ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi peringatan kepada
mereka tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang mereka
ketahui,dengan harapan supaya mereka takut kepada Allah SWT dan berhati-
hati terhadap kemaksiatan, disamping itu agar seluruh kaum mukminnin
mengetahui agama mereka, mampu menyebarkannya.
Pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang sengan hujjah
dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting dalam
menyeru iman dan menegakkan sendi-sendi agama islam. Karena perjuangan
yang digunakan bukan hanya pedang itu sendiri karena tidak disyariatkan
kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut agar jangan
dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan menafik.

3.2. Saran
Semoga dengan selesainya makalah ini, maka penyusun sangat
mengarapkan respon dari para teman – teman ataupun dari guru dan saran
konstruktif dari siapapun datangnya, demi perbaikan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat adanya, khususnya bagi penyusun sendiri, dan
umumnya para pembaca lainnya. Amin Ya Robbal A’lamiin.

15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Maroghi, Ahmad Mustofa. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang : PT Karya


Toha Putra Semarang, 1993
Al-Mahalli, Jalaluddin dan Jalaluddin As-Suyuthi. Tafsir Jalalain Berikut Asbaabun
Nuzuul Ayat, terj. Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000.
Al-Jawi, Muhammad Nawawi, Marah Labiid Tafsir An-Nawawi,Surabaya:Al-
Hidayah,tt,
Hamka,tafsir Al-azhar, Singapura; Pustaka Nasional PTE LTD Singapura,2003
Hawwa, Sa’id, Al-Asasu Fit Tafsir,(kairo: dar salam, 1405 H/1985 M),
Jauhari, Asy-syaikh thanthawi Al-jawahir Fi Tafsirik Qur’anil Adzim,Mesir;
Musthafa Al-Yabiy Al-Halbiy Wa Auladihi, 1350 H

16

Anda mungkin juga menyukai