Anda di halaman 1dari 30

BAB I1`

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kehamilan

1. Pengertian

Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin mulai

sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuaba, 2013).

Kehamilan merupakan waktu transisi, yakni suatu masa antara kehidupan sebelum

memiliki anak yang sekarang berada dalam kandungan dan kehidupan nanti setelah

anak tersebut lahir (Sukarni dan Wahyu, 2013).

Proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan dan terdiri

dari: Ovulasi, Migrasi spermatozoa dan ovum, Konsepsi dan pertumbuhan zigot,

Nidasi (implantasi) pada uterus, Pembentukan plasenta, Tumbuh kembang hasil

konsepsi sampai aterm (Bobak, 2012).

Kehamilan merupakan masa yang dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.

Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari). Kehamilan ini

dibagi atas 3 semester yaitu; kehamilan trimester pertama mulai 0-14 minggu,

kehamilan trimester kedua mulai mulai 14-28 minggu, dan kehamilan trimester ketiga

mulai 28-42 minggu (Yuli, 2017).

Jadi kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin dari masa

konsepsi sampai masa melahirkan.

6
2. Fisiologi Kehamilan

Kehamilan akan memicu perubahan baik secara anatomis, fisiologis, maupun

biokimia. Adanya perubahan tersebut akan sangat mempengaruhi kebutuhan gizi ibu

hamil yang bertujuan untuk memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan janin

(Suliatyoningsih, 2011),

a. Proses Kehamilan

Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, adapun proses terjadinya

kehamilan yaitu (Saifuddin, 2009) :

1) Ovum dan Sperma

a) Ovum adalah sel telur yang matang yang dilepaskan oleh ovarium pada

saat ovulasi. Ovum dikeliling oleh zona pellusida dimana dibagian luar

dari zona pellusida ditemukan sel-sel Korona radiatedan didalamnya

terdapat ruang perivitellina, tempat benda- benda kutub (Winkjosastro,

2009).

b) Sperma bentuknya seperti kecebong, terdiri atas kepala berbentuk

menghubungkan kepala dengan bagian tengah dan ekor yang dapat

bergetar sehingga sperma dapat bergerak cepat. Panjang ekor kira- kira

sepuluh kali bagian kepala.

2) Fertilisasi (Pembuahan)

Pembuahan adalah suatu proses penyatuan antara sel mani dan sel telur dari

tuba fallopi, umumnya terjadi di ampula tuba, pada hari ke 11–14 dalam siklus

menstruasi. Wanita mengalami ovulasi (peristiwa matangnya sel telur)

sehingga siap untuk dibuahi. Hanya satu sperma yang mengalami proses

7
kapitasi yang dapatmelintasi zona pellusida dan masuk ke vitelus ovum.Dalam

beberapa jam setelah pembuahan, mulailah pembelahanzigot selama 3 hari

sampai stadium morula. Hasil konsepsi ini digerakkan ke arah rongga rahim

oleh arus dan getaran rambut (silia) serta kontraksi tuba.Hasil konsepsi tuba

dalam kavum uteri pada tingkat blastula.

3) Implantasi

Setelah 5-7 hari setelah terjadi ovulasi terjadi, blastosit tiba di rahim dalam

keadaan siap untuk implantasi. Progesterone merangsang pembuluh pembuluh

darah pada endometrium agar tumbuh dan siap menerima blastosit.Kira-kira

9 hari setelah pembuahan, blastosit yang kini terdiri dari beratus-ratus sel,

mulai meletakkan dirinya ke dinding rahim dengan penjuluran serupa spons

dari sel-sel trofoblast. Sel-sel tersebut tumbuh menjadi vilus korionik yang

akan berkembang menjadi plasenta. ereka akan melepaskan enzim-enzim

yang menembus lapisan rahim dan menyebabkan jaringan terurai.

(Winkjosastro, 2010).

b. Tahap–Tahap Kehamilan

Selain dari diagnosa dan proses kehamilan ada juga tahap-tahap kehamilan yaitu

(Manuaba, 2010) :

1) Trimester pertama

Trimester pertama pada umur kehamilan 0-12 minggu.Dianggap sebagai

periode penyesuaian.Penyesuaian yang dilakukan oleh wanita adalah

kenyataan bahwa dia sedang mengandung.Penerimaan kenyataan ini sangat

penting bagi dirinya danperan psikologi yang paling penting pada trimester

8
pertama kehamilan.

2) Trimester kedua

Trimester kedua pada umur kehamilan 13-28 minggu. Periode kesehatan yang

baik, yakni periode ketika wanita merasa nayaman dan bebas dari segala

ketidaknyamanan yang normal dialami selama hamil.

3) Trimester ketiga

Trimester ketiga umur kehamilan 29-40 minggu. Periode penantian dengan

penuh kewaspadaan. Dimana saat wanita menyadari kehadiran bayinya.

B. Konsep Anemia Ibu Hamil

1. Pengertian Anemia

Anemia merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin hemotokrit dan

jumlah sel darah merah di bawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan

(Arisman, 2014). Anemia sebagai keadaan bahwa level hemoglobin rendah karena

kondisi patologis. Defisiensi Fe merupakan salah satu penyebab anemia, tetapi

bukanlah satu-satunya penyebab anemia (Ani, 2016).

Anemia adalah berkurangnya kadar eritrosit (sel darah merah) dan kadar

hemoglobin (Hb) dalam setiap millimeter kubik darah dalam tubuh manusia

(Nursalam, 2010). Hampir semua gangguan pada sistem peredaran darah disertai

dengan anemia yang ditandai dengan warna kepucatan pada tubuh, penurunan kerja

fisik dan penurunan daya tahan tubuh. Penyebab anemia bermacam-macam

diantaranya adalah anemia defisiensi zat besi (Ani, 2016).

Anemia gizi besi adalah suatu keadaan penurunan cadangan besi dalam hati,

sehingga jumlah hemoglobin darah menurun di bawah normal. Sebelum terjadi anemia

9
gizi besi, diawali lebih dahulu dengan keadaan kurang gizi besi (KGB). Apabila

cadangan besi dalam hati menurun tetapi belum parah dan jumlah hemoglobin masih

normal, maka seseorang dikatakan mengalami kurang gizi beis saja (tidak disertai

anemia gizi besi) (Soekirman, 2012). Keadaan kurang gizi besi yang berlanjut dan

semakin parah akan mengakibatkan anemia gizi besi, tubuh tidak akan lagi mempunyai

cukup zat besi untuk membentuk hemoglobin yang diperlukan dalam sel-sel darah

yang baru (Arisman, 2014).

2. Hemoglobin

Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Mempunyai daya gabung

terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah

merah. Dengan fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan tubuh

(Evelyn, 2008). Hemoglobin hidup selama 120 hari. penghancuran sel darah merah

terjadi setelah umur 120 hari ketika sel dipindahkan ke ekstravaskuler oleh makrofag

sistem retikuloendotelial (RE). Nilai normal Hb pada wanita 12-16g/dl, dan pria 14-

18g/dl, anak 3 bulan 10-13 g/dl, dan diatas 1 tahun 11-14 g/dl.

Kadar hemoglobin adalah ukuran pigmen respiratorik dalam butiran- butiran

darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kira- kira 15gr setiap 100

ml darah dan jumlah ini disebut “100 persen” (Evelyn, 2008).

Hemoglobin adalah pigmen merah pembawa oksigen pada eritrosit dan dibentuk

oleh eritrosit yang berkembang dalam sum-sum tulang, molekul hemoglobin terdiri atas

dua pasang rantai polipeptida (globin) dan empat kelompok heme (Price & Wilson,

2006). Satu molekul hemoglobin memiliki struktur satu monomer globin yang mengikat

10
satu molekul heme, sedangkan hemoglobin fungsional adalah molekul tetramer dengan

masing-masing globin mengikat molekul heme (Sofro, 2012).

Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan Fe yang dinamakan

Conjugated protein. Sebagai intinya Fe dan dengan rangka protopherphyrin dan globin

(tetra phirin) menyebabkan warna darah merah karena Fe ini. Eryt Hb berikatan dengan

karbondioksida menjadi karboxyhemoglobin dan warnanya merah tua. Darah arteri

mengandung oksigen dan darah vena mengandung karbondioksida (Sloane, 2005).

Kategorik Anemia berdasarkan nilai kadar Hemoglobin menurut WHO dalam

(Manuaba, 2007)

1) Anemia ringan : kadar Hb 9-11gr/dl

2) Anemia sedang : kadar Hb 7-8 gr/dl

3) Anemia berat : kadar Hb <7 gr/dl

3. Pembentukan hemoglobin

Sintesis hemoglobin dimulai dari dalam eritroblast dan terus berlangsung sampai

tingkat normoblastdan retikulosit. Dari penyelidikan dengan isotop diketahui bahwa

bagian hem dari hemoglobin terutama disintesis dari asam asetat dan glisin dan sebagian

besar sintesis ini terjadi didalam mitokondria. Langkah awal sintesis adalah

pembentukan pirol. Selanjutnya empat senyawa pirol bersatu membentuk senyawa

protoporfirin, yang kemudian berikatan dengan besi membentuk molekul hem. Akhirnya

empat molekul hem berikatan dengan satu molekul globin, suatu globulin yang disintesis

dalam ribosom retikulum endoplasma membentuk hemoglobin (Guyton, 2008).

Pada tempat yang sangat tinggi yang jumlah udara dalam jaringan sangat

berkurang, aliran oksigen yang ditransfer kejaringan dan sel darah dihasilkan sangat

11
cepat sehingga jumlahnya dalam darah sangat meningkat. Usia juga berpengaruh dalam

proses pembentukan hemoglobin, usia anak-anak fungsi organnya belum sempurna,

orang tua karena penurunan fungsi sum-sum tulang dalam memproduksi sel darah merah

berkurang dan adanya masalah pada saluran cerna yang mempengaruhi pola makan

sehingga konsumsi zat besi berkurang dan berdampak pada kadar hemoglobin, serta

wanita hamil dimana dibutuhkan asupan besi yang lebih agar mencegah terjadinya

anemia defisiensi besi. Konsumsi besi dalam pembentukan hemoglobin, dimana zat besi

dalam tubuh akan berikatan dengan molekul hem dan globin yang pada akhirnya

membentuk hemoglobin.

Sel darah merah yang berasal dari sel dikenal sebagai hemositoblast.

Hemositoblast secara berkelanjutan dibentuk dari sel induk primordial sumsum tulang.

Hemositoblast awalnya membentuk eritoblast basofil yang mulai mensintesis

hemoglobin. Eritroblast kemudian menjadi eritroblast polikromatofilik karena

mengandung campuran zat basofilik dan hemoglobin merah. Kemudian inti sel

menyusut sedangkan hemoglobin dibentuk dalam jumlah lebih banyak dan sel menjadi

normoblast. Setelah sitoplasma normoblast terisi hemoglobin inti menjadi sangat kecil

dan dibuang, pada waktu bersamaan retikulum endoplasma direabsorpsi. Retikulum

endoplasma tersisa didalam retikulosit terus menghasilkan hemoglobin dalam jumlah

kecil selama satu sampai dua hari, tetapi pada akhir itu retikulum hilang sama sekali.

Setelah retikulum direabsorpsi semuanya, kemudian sel ini menjadi eritrosit matang

(Ganong, 2008)

4. Fungsi hemoglobin

Fungsi Hemoglobin (Sloane, 2005) yaitu :

12
a. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida didalam jaringan tubuh

b. Mengangkut oksigen dari paru-paru kemudian dibawa keseluruh jaringan tubuh untuk

dipakai sebagai bahan bakar

c. Mengatur Ph darah, buffer asam basa (Sloane, 2005)

5. Metabolisme Besi

Jumlah total besi dalam tubuh rata-rata sekitar 4 gram, dimana 65% diantaranya

dalam bentuk hemoglobin, 4% dalam bentuk mioglobin, 1% dalam berbagai bentuk

senyawa hem yang mengawasi oksidasi intra sel, 0,1% berikatan dengan protein

transferin dalam plasma darah, dan 15-30% disimpan di dalam hati dalam bentuk feritin.

Transport dan penyimpanan besi. Bila besi diabsorpsi dari usus halus maka akan

segera berikatan dengan globulin, transferin, dan ditranspor dalam bentuk ikatan

didalam plasma darah. Besi berikatan sangat lemah dengan molekul globuin, dan

akibatnya dapat dilepaskan kesetiap sel jaringan dan pada setiap tempat dalam

tubuh.Kelebihan besi didalam darah maka akan ditimbun didalam sel hati. Besi akan

berikatan dengan protein apoferin (460.000) untuk membentuk feritin. Bila jumlah besi

didalam plasma turun sangat rendah, besi akan dikeluarkan dari feritin dengan sangat

mudah, besi kemudian ditranspor kebagian tubuh yang memerlukan. Bila sel darah

merah telah mencapai masa hidupnya dan dihancurkan, hemoglobin yang dikeluarkan

dari sel dicernakan oleh sel retikuloendotel kemudian dapat disimpan dalam pangkalan

feritin atau dipakai kembali untuk pembentukan hemoglobin (Ganong, 2008).

Kehilangan besi perhari pada wanita sekitar 1,3 mg perhari karena adanya

menstruasi. Jumlah rata-rata besi yang berasal dari diet setiap hari harus sama dengan

13
besi yang hilang dari tubuh. Absopsi besi dari saluran pencernaan, besi diabsorpsi

hampir seluruhnya dalam usus halus bagian atas, terutama dalam duodenum.

Metabolisme besi merupakan siklus kompleks antara penyimpanan, penggunaan,

transport, penghancuran dan penggunaan kembali. Besi di absorpsi hampir diseluruh

usus halus dengan bantuan alata angkut protein yaitu transferin dan feritin. Transferin

mukosa mengangkut besi dari saluran cerna kedalam sel mukosa dan memindahkannya

ke transferin reseptor yang ada didalam mukosa sedangkan transferin reseptor

mengangkut besi melalui darah kesemua jaringan tubuh. Dua ion feri diikatkan pada

transferin yang terdapat pada membran sel bergantung pada kebutuhan tiap sel.

Kekurangan besi pertama dapat dilihat pada tingkat kejenuhan transferin.

Besi dalam makanan berupa bentuk besi hem seperti yang terdapat dalam

hemoglobin dan mioglobin pada hewan dan besi non hem pada makanan nabati. Besi

hem di absorpsi kedalam sel mukosa sebagai kompleks porfirin utuh. Cincin porfirin

didalam sel mukosa kemudian dipecah oleh enzim hemoksigenase dan besi dibebaskan.

Besi non hem melewati alur yang sama dan meninggalkan sel mukosa. Transferin

mukosa dikeluarkan kedalam empedu untuk diikat oleh transferin reseptor dan kembali

ke rongga saluran cerna untuk mengangkut besi lain. Di dalam sel mukosa besi dapat

mengikat apoferitin dan feritin membentuk pool besi. Penyebaran besi dari mukosa ke

sel tubuh berlangsung lebih lambat dari penerimaan bergantung pada simpanan besi

dalam tubuh dan kandungan besi dalam makanan. Laju penyebaran diatur oleh jumlah

dan tingkat kejenuhan transferin (Almatsier S. , 2008)

6. Sumber makanan berpengaruh terhadap Hemoglobin

a. Protein

14
Protein merupakan zat gizi yang penting setelah air. Kebutuhan protein remaja

khususnya perempuan lebih tinggi dibanding laki- laki karena perempuan memasuki

masa pertumbuhan cepat. Menurut Angka Kecukupan Gizi protein remaja 48-62

g/hari untuk perempuan dan 55-66 g/hari untuk laki-laki. Kecukupan energi remaja

1,5-2,0 gr/kg BB/hari. sumber protein hewani lebih besar daripada nabati karena

komposisi asam amino esensial yang lebih baik. Sumber protein antara lain : daging

sapi, kerbau, ayam, susu (Proverawati, 2011).

b. Fe (Besi)

Kebutuhan Zat Besi pada wanita yang mengalami Haid yaitu 12 mg/hari.

asupan zat besi yang tidak mencukupi kebutuhan tubuh akan mengakibatkan

terjadinya anemia karena terganggunya pembentukan sel darah merah. Sumber

makanan yang mengandung besi diantaranya : telur, daging, ikan, hati (Proverawati,

2011) Angka Kecukupan Besi (AKB) pada wanita sebesar 26 mg, pria sebesar 19 mg

( widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004).

Fungsi dari zat besi antara lain :

1) Pembentukan Hemoglobin baru

2) Mengembalikan hemoglobin pada nilai normal setelah perdarahan

3) Menggantikan zat besi yang hilang melalui darah

c. Asam folat

Folat dibutuhkan untuk pembentukan sel Darah merah dan sel darah putih

dalam sumsum tulang dan untuk pendewasaannya folat berperan sebagai pembawa

karbon tunggal dalam pembentukan hem. Angka kecukupan folat pada remaja usia

15
13-15 tahun sebesar 400 mg ( widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004).

Makanan sumber asam folat diantaranya :hati, daging tanpa lemak, serealia, biji-

bijian, kacang-kacangan, dan jeruk (Almatsier S. , 2008)

d. Vitamin C

Vitamin C mereduksi besi feri menjadi besi fero dalam usus ahlus sehingga

mudah diabsorpsi. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin yang sukar

dimobilisasi untuk membebaskan besi bila diperlukan. Absorpsi besi dalam bentuk

nonhem meningkat empat kali bila ada vitamin C. Vitamin C berperan dalam

memindahkan besi dari transferin didalam plasma ke feritin hati (Almatsier S. ,

2008). Angka kecukupan Vitamin C yang dianjurkan sebesar 75 mg. Sumber

makanan yang mengandung vitamin C diantaranya: buah jeruk, nanas, rambutan,

pepaya, tomat, sayuran jenis kol, daun singkong.

7. Klasifikasi Anemia

Macam-macam anemia adalah sebagai berikut (Prawirohardjo, 2009) :

a. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral fe.

Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsur besi dengan

makanan, karena gangguan absorbsi atau terpantau banyaknya besi keluar dari

tubuh, misalnya pada pendarahan.

b. Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh defisiensi asam folat,

jarang sekali karena defisiensi vitamin B12, anemia ini sering ditemukan pada

wanita yang jarang mengonsumsi sayuran hijau segar atau makanan dengan protein

hewani tinggi.

16
c. Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah

merah berlangsung lebih cepat dari pembuatannya.

d. Anemia hipoplastik dan aplastik adalah anemia yang disebabkan karena sumsum

tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah yang baru (Prawirohardjo,

2009). Pada sepertiga kasus anemia dipicu oleh obat atau zat kimia lain, infeksi,

radiasi, leukimia dan gangguan imunologis.

8. Etiologi Anemia

Penyebab terjadinya anemia adalah:

a) Pada umumnya masyarakat indonesia (termasuk remaja putri) lebih banyak

mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya sedikit, dibandingkan

dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat besi tidak terpenuhi.

b) Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan makanan.

c) Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diereksi, khususnya melalui

feses (tinja).

d) Remaja putri mengalami haid setiap bulan, sehingga kehilangan zat besi + 1,3 mg

per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak daripada pria (Soekarti, 2011).

Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal berikut ini:

a) Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh

darah ke jaringan.

b) Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.

Anemia gizi besi dapat terjadi karena berbagai hal yaitu :

a) Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan.

17
b) Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah: makanan yang berasal dari

hewani (seperti ikan, daging, hati dan ayam).

c) Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya: sayuran hijau tua, yang

walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap baik oleh usus

sedikit, dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat

besi tidak terpenuhi.

d) Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diereksi, khususnya melalui

feses (tinja) (Handayani dan Haribowo, 2008).

9. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin dengan alat Hemoglobinometer digital

Hemoglobin meter digital merupakan metode kuntitatif yang terpercaya dalam

mengukur konsentrasi hemoglobin dilapangan penelitian dengan menggunakan prinsip

tidak balas darah dengan bahan kimia pada strip yang digunakan. Bahan kimia yang

terdapat pada strip adalah ferrosianida. Reaksi tindak balas akan menghasilkan arus

elektrik dan jumlah elektrik yang dihasilkan adalah bertindak balas langsung dengan

konsentrasi hemoglobin. Hemoglobinometer digital merupakan alat yang mudah dibawa

dan sesuai untuk penelitiandilapangan karena teknik untuk pengambilan sampel darah

yang mudah dan pengukuran kadar Hemoglobin tidak memerlukan penambahan reagen.

Alat ini juga memiliki akurasi dan presisi yang tinggi berbanding metode laboratorium

standart. Alat ini juga stabil dan tahan rusak walaupun digunakan dalam jangka waktu

yang lama. Kelebihan dari hemoglobinometer digital adalah tingkat keakuratannya lebih

valid daripada hemoglobinometer sahli, lebih cepat, dan lebih simpel pemeriksaannya.

Cara kerja hemoglobinometer family Dr digital :

18
a. Pastikan code card sudah terpasang pada alat digital

b. Tekan tombol on untuk menghidupkan alat

c. Pasang strip pada ujung alat

d. Bersihkan ujung jari pada bagian yang akan diambil darahnya dengan menggunaka

alkohol swab

e. Setelah darah keluar pada ujung jari sudah cukup, dekatkan sampel darah pada ujung

jari tersebut kesatu mulut strip supaya diserap langsung oleh ujung mulut strip

f. Tunggu hasilnya da baca kadar Hb nya

10. Faktor yang mempengaruhi kejadian anemia

Faktor yang mempengaruhi hemoglobin menurut Guyton (2008) diantaranya :

a. Usia

Usia anak-anak, orang tua, serta ibu hamil akan lebih mudah mengalami

penurunan kadar hemoglobin. Pada anak-anak dapat terjadi akibat pertumbuhan cepat

tetapi tidak diimbangi dengan asupan zat besi yang seimbang.Semakin bertambah

usia maka produksi sel darah merah semakin menurun karena terjadinya penurunan

fungsi fisiologis pada semua organ khususnya sum-sum tulang yang berfungsi

memproduksi sel darah merah, selain itu usia juga mempengaruhi pola makan

seseorang dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari (Sulistyoningsih, 2011)

b. Pola konsumsi makanan

Makanan merupakan komponen zat gizi dalam makanan yang digunakan untuk

menyusun terbentuknya hemoglobin diantaranya zat besi dan protein. Konsumsi

makanan yang berasal dari hewan mempunyai kandungan protein, zat besi yang

cukup tinggi. Kecukupan besi dalam tubuh, Besi merupakan mikronutrien essensil

19
dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi mengantar oksigen dari paru-paru ke

jaringan tubuh untuk diekskresikan kedalam saluran pernafasan. Kecukupan besi

adalah jumlah minimum besi yang berasal dari makanan yang dapat menyediakan

cukup besi untuk setiap individu sehingga dapat terhindar dari anemia defisiensi besi.

Metabolisme dalam tubuh, Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi,

pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran (Zarianis, 2006).

Pemilihan pola konsumsi makanan seperti, jenis makanan, dan frekuensi makanan

yang dikonsumsi dapat berpengaruh terhadap nilai kadar Hb seseorang (Almatsier S. ,

2008)

c. Aktivitas

Aktivitas yang berat seperti seorang atlet dapat mempengaruhi kadar

hemoglobin, hal ini diakibatkan saat olahraga kebutuhan metabolik sel-sel otot

meningkat, oksigen yang cukup sedangkan oksigen sendiri dibawa oleh hemoglobin.

Jika aktivitas yang dikerjakan berat maka pembentukan hemoglobin juga harus

memadai dengan konsumsi makanan yang mengandung Fe dan protein yang cukup.

d. Penyakit kronis

Penyakit infeksi berpengaruh terhadap kadar Hb seseorang diantaranya

kecacingan yang akan mengakibatkan gangguan gizi melalui muntah dan diare serta

dapat menurunkan nafsu makan. Penyakit kronis seperti TBC, diare juga berpengaruh

terhadap kehilangan zat besi dalam tubuh serta anemia (Arisman, 2005).

e. Status Gizi

Anemia disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh sehingga kebutuhan

besi untuk eritropoesis tidak cukup yang ditandai dengan gambaran sel darah merah

20
yang hipokrom mikrositik, kadar besi serum dan saturasi (jenuh) transferin menurun,

akan berperan penting mengikat besi total (TIBC) meninggi dan cadangan besi

dalam sumsum tulang dan tempat lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali

(Gultom, 2003 dalam Rumpiati, Mella & Mustafidah, 2010).

Status gizi berkorelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin, artinya semakin

buruk status gizi seseorang maka semakin rendah kadar Hb didalam darah.

Penelitian Permaesih (2005), menyatakan ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh

dengan anemia, Indeks Massa Tubuh kurus memiliki resiko 1,4 kali menderita

anemia dibandingkan dengan remaja putri dengan IMT normal. Berdasarkan

penelitian di Meksiko diketahui bahwa defisiensi besi juga dapat terjadi 2-4 kali

pada wanita obesitas. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan produksi hepcidin

yang dapat menghambat penyerapan zat besi (Capeda et al., 2011).

C. Konsep Usia

1. Pengertian Usia

Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam

satuan waktu dipandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan

derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Dorland, 2010). Penyebab

kematian maternal dari faktor reproduksi diantaranya adalah maternal age atau usia

ibu. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk

kehamilan dan persalinan adalah 20 tahun sampai dengan 30 tahun. Kematian maternal

pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5

kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29

21
tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun

(Prawirohardjo, 2012).

2. Usia Ibu Kurang dari 20 Tahun

Kehamilan di bawah usia 20 tahun dapat menimbulkan banyak permasalahan

karena bisa mempengaruhi organ tubuh seperti rahim, bahkan bayi bisa prematur dan

berat lahir kurang. Hal ini disebabkan karena wanita yang hamil muda belum bisa

memberikan suplai makanan dengan baik dari tubuhnya ke janin di dalam rahimnya

(Marmi, 2012). Kehamilan di usia muda atau remaja (di bawah usia 20 tahun) akan

mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada

usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi

ibu belum siap untuk hamil (Prawirohardjo, 2012)

3. Usia lebih dari 35 Tahun

Umur pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu untuk menerima

tanggung jawab sebagai seorang ibu sehingga kualitas sumber daya manusia makin

meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Begitu

juga kehamilan di usia tua (di atas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap

kehamilan dan persalinan serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil

(Prawirohardjo, 2012).

D. Konsep Paritas

Paritas adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup

(viable). Jenis paritas bagi ibu yang sudah partus antara lain yaitu :

1. Nullipara adalah wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang mampu hidup

22
2. Primipara adalah wanita yang pernah satu kali melahirkan bayi yang telah mencapai

tahap mampu hidup

3. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan dua janin viabel atau lebih

4. Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan lima anak atau lebih. Pada

seorang grande multipara biasanya lebih banyak penyulit dalam kehamilan dan

persalinan (Prawiroharjo, 2012).

E. Konsep Status Gizi

1. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan

penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat tersebut atau keadaan fisiologik akibat

dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Azizah, 2011).

Status gizi ibu hamil adalah suatu keadaan fisik yang merupakan hasil dari

konsumsi, absorbsi, dan utilasi berbagai macam zat gizi baik makro maupun mikro

(Mutalazimah, 2005). Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi

pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada masa

sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat,

cukup bulan dengan berat badan normal. Dengan kata lain, kualitas bayi yang

dilahirkan sangat bergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil

(Kartikasari, 2011).

Status gizi ibu hamil merupakan salah satu indikator dalam mengukur status

gizi masyarakat. Jika masukan gizi untuk ibu hamil dari makanan tidak seimbang

dengan kebutuhan tubuh maka akan terjadi defisiensi zat gizi. Kekurangan zat gizi dan

rendahnya derajat kesehatan ibu hamil masih sangat rawan, hal ini ditandai masih

23
tingginya angka kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan karena anemia gizi dan

KEK selama masa kehamilan (Yuliastuti, 2014).

2. Prinsip Gizi Ibu Hamil

Makanan ibu hamil harus disesuaikan dengan kebutuhan yaitu makanan yang

seimbang dengan perkembangan masa kehamilan. Pertumbuhan janin pada trimester I

masih lambat sehingga kebutuhan energi untuk pertumbuhan janin belum begitu besar,

tetapi ibu mengalami ketidaknyamanan, seperti mual, muntah, dan ngidam.

Pertumbuhan janin pada trimester II dan III berlangsung dengan cepat sehingga perlu

memperhatikan kebutuhan gizinya.

Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan tentang makanan sehat bagi ibu hamil

a. Menyediakan energi yang cukup (kalori) untuk kebutuhan kesehatan tubuh ibu dan

pertumbuhan bayi.

b. Menyediakan semua kebutuhan ibu dan bayi (meliputi karbohidrat, protein, lemak,

vitamin, dan mineral)

c. Dapat menghindarkan pengaruh buruh bagi bayi

d. Mendukung metabolisme tubuh ibu dalam memelihara berat badan sehat, kadar

gula darah, dan tekanan darah (Marmi, 2013).

3. Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan zat gizi oleh tubuh

Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan zat gizi oleh tubuh, yaitu faktor

primer dan faktor sekunder.

a. Faktor Primer

24
Faktor primer adalah faktor asupan makanan yang dapat menyebabkan zat gizi

tidak cukup atau berlebihan. Hal ini disebabkan karena konsumsi makanan yang

tidak tepat, baik kualitas maupun kuantitasnya, seperti :

1) Kurangnya ketersediaan pangan dalam keluarga, sehingga anggota keluarga tidak

mendapatkan makanan yang cukup.

2) Kemiskinan, keluarga tidak mampu menyediakan makanan yang cukup bagi

anggota kelurga berkaitan dengan keadaan sosial dan ekonomi dari wilayah

tertentu.

3) Pengetahuan tentang pentingnya zat gizi untuk kesehatan rendah walaupun

memiliki keuangan yang cukup. Keluarga yang memiliki pengetahuan yang

kurang lebih mengutamakan hal-hal yang tidak berkaitan dengan makanan,

misalnya kendaraan, perhiasa, dan lainnya.

4) Kebiasaan makan yang salah. Kebiasaan makan berawal dari kesukaan seseorang

terhadap suatu makanan. Contoh kebiasaan makan yang salah adalah kesukaan

seseorang pada makanan jeroan, maka hal ini dapat menjadi kebiasaan dan

memiliki dampak buruk pada status gizi yang dimilikinya.

b. Faktor sekunder

Gangguan pada pemanfaatan zat gizi merupakan faktor yang mempengaruhi

tidak tercukupinya zat gizi bagi kebutuhan tubuh, yaitu seseorang yang

mengonsumsi makanan dalam jumlah cukup tetapi zat gizi dalam makanan yang

dikonsumsinya tidak dimanfaatkan secara optimal oleh tubuh. Contoh faktor

sekunder adalah :

25
1) Gangguan pencernaan makanan, seperti gangguan pada alat cerna, gigi geligi,

atau enzim yang menyebabkan makanan tidak dicerna dengan baik, sehingga zat

gizi tidak terabsorbsi secara sempurna dan mengakibatkan kebutuhan tubuh tidak

terpenuhi.

2) Gangguan penyerapan (absorbsi) zat gizi seperti akibat dari adanya parasit atau

penggunaan obat-obatan tertentu.

3) Gangguan pada metabolisme zat gizi. Umumnya disebabkan karena adanya

gangguan pada fungsi organ hati (liver), penyakit kencing manis, atau

penggunaan obat-obatan tertentu yang mengakibatkan gangguan pemanfaatan zat

gizi dalam tubuh.

4) Gangguan ekskresi, akibatnya terlalu banyak keringat, banyak kencing sehingga

mengganggu pemanfaatan zat gizi (Par’i, 2017).

4. Permasalahan Pada Ibu Hamil

a. Usia ibu kurang dari 18 tahun atau kehamilan usia remaja

Kehamilan usia remaja adalah kehamilan yang berlangsung pada usia 11–18 tahun.

Kehamilan yang terjadi pada termasuk dalam kehamilan yang berisiko karena

kematangan fisik dan psikis yang belum sempurna, pendidikan rendah, sosialisasi

kurang, kecemasan, dan masalah ekonomi akibat lari dari rumah. Remaja putri yang

mulai hamil ketika kondisi gizinya buruk berisiko melahirkan bayi dengan berat

badan lahir rendah sebesar 2–3 kali lebih besar disbanding mereka yang berstatus

gizi baik, dan kemungkinan bayi mati sebesar 1,5 kali (Arisman, 2010).

26
b. Usia ibu lebih dari 35 tahun dan jumlah anak lebih dari 4.

Wanita yang berumur 35 tahun atau ibu yang telah melahirkan empat kali atau lebih

mengalami perdarahan akibat cedera pada saat persalinan (accidental haemorrage)

yang terjadi pada plasenta

c. Jarak persalinan terakhir kurang dari 2 tahun

d. Tinggi badan wanita kurang dari 150 cm.

Wanita dengan tinggi badan kurang dari 150 cm memiliki risiko mengalami

persalinan macet yang disebabkan karena panggul sempit, sehingga tidak mudah

dilintasi kepala bayi pada saat persalinan.

e. Status Gizi ibu Hamil

LLA kurang dari 23,5 cm. Akibat lanjutan dari LLA kurang dari 23,5 cm :

dalam hal ini ibu masuk dalam kategori risiko KEK. Ibu hamil yang menderita KEK

mempunyai risiko kesakitan yang lebih besar terutama pada trimester III kehamilan

dibandingkan dengan ibu hamil LLA kurang dari 23,5 cm, mempunyai risiko yang

lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR, kematian saat persalinan,

pendarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah mengalami

gangguan kesehatan. Bayi yang dilahirkan dengan BBLR (1500-2500 gram)

umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru, sehingga dapat

berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat

mengganggu kelangsungan hidupnya (Irianto, 2014).

f. Ibu pernah mengalami kesulitan dalam kehamilan dan persalinan terdahulu

(persalinan >12 jam).

27
g. Kehamilan dengan Anemia.

Kebutuhan akan zat besi selama kehamilan yang meningkat bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan janin dalam tubuh, pertumbuhan plasenta, dan peningkatan

volume darah ibu; jumlah yang diperlukan sekitar 1000 mg selama hamil.

Kebutuhan akan zat besi selama trimester I relative sedikit, yaitu 0,8 mg sehari, yang

kemudian meningkat selama trimester II dan III hingga 6,3 mg sehari. Sebagian

peningkatan ini dapat terpenuhi dari cadangan besi dan dari peningkatan jumlah

presentasi besi yang terserap melalui saluran cerna. Namun, jika cadangan ini sangat

sedikit sementara kandungan dan serapan zat besi dalam dan dari makanan sedikit,

pemberian suplementasi pada masa ini sangat penting. Tablet zat besi dalam bentuk

ferro lebih mudah diserap disbandingkan dengan zat besi dalam bentuk ferri

(Arisman, 2010).

Tablet zat besi yang banyak tersedia, mudah didapat, murah, serta khasiatnya

paling efektif ialah ferro sulfat, ferro glukonat, dan ferro fumarat. Ibu hamil biasanya

tidak hanya diberi suplementasi zat besi tetapi juga asam folat. Dosis pemberian

asam folat sebesar 500 µg dan zat besi sebanyak 120 mg. Respons positif terhadap

pemberian suplemen zat besi dan asam folat dapat dilihat dari peningkatan kadar

hemoglobin sebesar 0,1 gr/dl sehari mulai dari hari kelima dan seterusnya, sehingga

dengan pemberian sebanyak 30 gr zat besi tiga kali sehari akan meningkatkan kadar

hemoglobin paling sedikit sebesar 0,3 gr/dl/minggu, atau 10 hari (Arisman, 2010).

h. Kehamilan dengan Hipertensi.

Kehamilan dengan hipertensi adalah keadaan hipertensi yang dialami

seorang ibu hamil pada masa kehamilan. Istilah ini diadopsi oleh “The American

28
College of Obstetrician and Gynecologist” untuk mengganti istilah preeklampsia

dan eklampsia. Sindrom ini terdiri atas hipertensi, proteinuria, dan edema. Hipertensi

jenis ini sering dialami oleh ibu hamil yang berusia 20-35 tahun dengan usia

kehamilan 20 minggu, berasal dari lapisan sosial ekonomi tingkat bawah, dan

menderita malnutrisi. Seorang ibu hamil yang sering mengeluh pusing, sakit kepala,

gangguan penglihatan, nyeri perut bagian atas (ulu hati), penurunan nafsu makan,

rasa mual, dan muntah dapat dicurigai menderita hipertensi (Arisman, 2010).

5. Penyebab Status Gizi Berlebih/Obesitas

Keseimbangan energi dalam tubuh dipengaruhi oleh konsumsi kalori yang

terlalu berlebihan jika dibandingkan dengan kebutuhan energi atau pemakaian energi.

Tingkat energi dalam tubuh diperoleh dari asupan zat gizi penghasil energi yaitu

karbohidrat, lemak dan protein. Kebutuhan energi ditentukan dari energi basal,

aktifitas fisik, dan thermic, effect of food (TEF) (Soegih & Wiramihardja, 2009).

Obesitas dikaitkan dengan banyaknya lemak dalam tubuh. Akumulasi lemak

dalam sel lemak menyebabkan pembesaran dan peningkatan volume sel

lemak/adiposity, perubahan jaringan preadiposit menjadi adiposity dan bertambahnya

jumlah sel jaringan lemak sehingga menyebabkan obesitas (Lestari & Helmiyati,

2018).

6. Penilaian Status Gizi

Untuk menentukan status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :

a. Penilaian Klinis

Digunakan untuk memeriksa tanda-tanda fisik dan gejala-gejala kesehatan dalam

kaitannya dengan kurang gizi (Darwita, 2011). Cara pengukuran ini didasarkan

29
pada perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan epitel atau bagian tubuh lain

terutama pada mata, kulit, dan rambut. Selain itu, pengamatan juga dapat

dilakukan pada bagian tubuh yang dapat diraba dan dilihat atau bagian tubuh lain

yang terletak dekat permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Cara ini relative

murah dan tidak memerlukan peralatan canggih, namun hasilnya sangat subjektif

dan memerlukan tenaga terlatih (Fatmah, 2010).

b. Penilaian Biokimia

Digunakan untuk mengatasi kejadian status gizi kurang secara dini, pemeriksaan

cara biokimia ini dilakukan pada pemeriksaan jaringan tubuh seperti darah dan

urin (Darwita, 2011). Penilaian biokimia merupakan cara penilaian yang lebih

sensitif dan mampu menggambarkan perubahan status gizi lebih dini pada lansia,

seperti hiperlidemia, kurang kalori protein, dan anemia defisiensi besi (Fe) dan

asam folat (Fatmah, 2010).

c. Biofisik

Dilakukan misalnya terhadap tulang untuk menilai derajat asteoporosis, jantung

untuk kecurigaan beri-beri dan smear terhadap mukosa organ tertentu (Darwita,

2011).

d. LiLA

Ukuran lingkar lengan atas digunakan untuk mengetahui risiko KEK pada wanita

usia subur. Ukuran lingkar lengan atas tidak dapat digunakan untuk mengetahui

perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pita meteran kain yang terdapat di

masyarakat dapat digunakan untuk mengukur lingkar lengan atas. Batas imbang

lingkar lengan atas untuk menentukan KEK pada wanita usia subur adalah :

30
1) Jika ukuran LLA sama atau lebih dari 23,5 cm, wanita tergolong normal atau

tidak menderita KEK.

2) Jika ukuran LLA kurang dari 23,5 cm, wanita tergolong status gizi kurang

artinya menderita KEK. Akibat KEK pada wanita usia subur adalah wanita

mempunyai risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)

(Par’i, 2017).

Penilaian status gizi ibu hamil meliputi evaluasi terhadap faktor risiko diet,

pengukuran antropometri dan biokimia. Penilaian tentang asupan pangan dapat

diperoleh memalui ingatan 24 jam (recall-24 hour). Faktor risiko diet dibagi dalam

dua kelompok, yaitu risiko selama hamil dan risiko selama perawatan (antenatal).

Risiko yang pertama adalah usia dibawah 18 tahun, berat badan 120% dari berat

badan baku, dan terlalu sering hamil dengan selang waktu 1 kg/bulan),

hemoglobin (Hb) 140/90 mmHg, edema, dan albumin >2+ ; e. Janin kembar

(Arisman, 2010).

e. Antropometri

Adalah pengukuran variasi berbagai dimensi fisik dan komposisi tubuh

secara umum pada berbagai tahapan umur dan derajat kesehatan. Pengukuran

dilakukan meliputi berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak bawah kulit

dan khusus pada lansia adalah pola distribusi lemak. Semua hasil pengukuran

tersebut harus dikontrol terhadap umur (kecuali pola distribusi lemak) dan jenis

kelamin perlu ditekankan disini bahwa pemeriksaan tinggi badan pada lansia

dapat bermasalah karena terjadinya osteoporosis untuk diganti dengan penentuan

indeks masa tubuh (BMI/IMT) (Darwita, 2011).

31
Antropometri adalah serangkaian teknik pengukuran dimensi kerangka tubuh

manusia secara kuantitatif. Antropometri seringkali digunakan sebagai perangkat

pengukuran antropologi biologi yang bersifat cukup objektif dan terpercaya.

Penilaian status gizi lansia diukur dengan antropometri atau ukuran tubuh, yaitu

tinggi badan (TB) dan berat badan (BB). Tinggi badan merupakan parameter

penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan saat ini, serta menggambarkan

keadaan pertumbuhan skeletal (Fatmah, 2011).

IMT berhubungan erat dengan berat badan populasi tiap-tiap etnis dan jenis

kelamin, tetapi kurang dipengaruhi oleh tinggi badan. Bentuk tubuh seseorang

berkaitan dengan jenis kelamin, etnis, jenis aktivitas fisik, status sosial ekonomi,

tingkat pendidikan, status pernikahan, keturunana dan sebagainya.

Status gizi dapat ditentukan dengan menggunakan penghitungan IMT

(Indeks Masa Tubuh) untuk melihat status gizi pada orang dewasa yang

berhubungan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT dapat ditentukan

melalui perhitungan perbandingan berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam

satuan meter dengan rumus sebagai berikut (Boediman, 2009) :

Berat Badan (Kg)


IMT =
Tinggi Badan2 (m)

Table 2.1 Kategori Ambang Batas IMT

Klasifikasi IMT (Kg/M2)


Kurus <18,5
Normal 18,5-22,9
Gemuk 23
Over weight 23-24,5

32
(Sumber : Asfuah, 2012).

Kategori Status Gizi Berdasarkan IMT

IMT Status Gizi

<20 Kg/m2
Gizi Kurang

20-25 Kg/m2
Normal

25-30 Kg/m2
Gizi lebih

>30 Kg/m2
Obesitas

(Sumber : Fatmah, 2010).

33
F. Kerangka Teori

Usia

Pola Konsumsi Makanan

Anemia
Penyakit Kronis

Aktivitas

Paritas

Status Gizi

Keterangan :

: Tidak diteliti

: Diteliti

34
Bagan 2.1 Kerangka Teori

(Sumber :Guyton, 2008)

35

Anda mungkin juga menyukai