Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEBIDANAN

PADA IBU DENGAN AKSEPTOR KONTRASEPSI


IUD
DI BPS NY. S MAGETAN

Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Lanjut I


Dosen Pengajar : Tinuk Esti Handayani, S.S.T., M.Kes

Disusun Oleh :
Fitri Yuliana, AM.Keb

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN DIV BIDAN KLINIK
PROGRAM STUDI KEBIDANAN MAGETAN
TAHUN 2011
BAB I
LANDASAN TEORI

I. Kontrasepsi IUD
A. Pengertian
AKDR adalah suatu alat kontrasepsi yang dimasukan kedalam rahim yang
bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastik (poly ethyline) ada yang dililit
tembaga (Cu) ada pula yang tidak, tetapi ada pula yang dililit tembaga
bercampur perak (Ag). Selain itu ada pula yang batangya berisi hormon
progesterone (Haryono Suyono, 1996 : 192).
B. Penggolongan IUD
1. IUD Generasi Pertama
Berbentuk spiral atau huruf S ganda terbuat dari plastik (poly ethyline)
2. IUD Generasi Kedua
Cu T 200 B : Berbentuk huruf T yang batangnya dililit tembaga (Cu)
dengan kandugan tembaga.
Cu 7 : Berbentuk angka 7, yang batangnya dililit tembaga.
2
ML Cu 250 : Benbentuk /3 lingkaran elips yang batangnya dililit
tembaga.
3. IUD Generasi Ketiga
Cu T 380 A : Berbentuk huruf T dengan lilitan tembaga yang lebih
banyak dari perak.
ML Cu 375 : Batangnya dililit tembaga berlapis perak.
Nova T Cu 200 A : Batang dan lengannya dililit tembaga.
Medussa pessar : Batangya dililit tembaga.
(Haryono Suyono, 1996 : 192-193)
C. Mekanisme Kerja IUD
Mekanisme kerja yang pasti dari IUD belum diketahui.
Ada beberapa mekanisme kerja yang telah diajukan :
1. Timbulnya reaksi radang lokal yang non spesifik didalam cavum uteri
sehinnga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. Munculnya
leucosit PMN, makrofag, forein body giant cells, sel mononuclear dan sel
plasma yang dapat mengakibatkan lysis dari spermatozoa/ovum dan
blastocyt.
2. Produksi prostaglandin yang meninggi, menyebabkan terhambatnya
implantasi.
3. Gangguan/terlepasnya blastocyst yang telah berimplantasi didalam
endrometrium.
4. Pergerakan ovum yang bertambah cepat didalam tuba fallopii.
5. Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri.
6. Mencegah spermatozoa membuahi sel telur (fertilisasi)
7. Untuk IUD yang mengandung tembaga (Cu) :
a) Cu Menghambat reaksi corbonic anhydrace sehingga tidak
memungkinkan terjadinya implantasi dan mungkin juga menghambat
alkali phospatase.
b) Mengganggu pengambilan estrogen endogenous oleh mukosa uterus.
c) Mengganggu jumlah DNA dalam sel endrometrium.
d) Mengganggu metabolisme glikogen.
8. Untuk yang IUD mengandung hormon progesteron :
a) Gangguan proses pematangan proliferatif sekretroir sehingga timbul
penekanan terhadap endometrium dan terganggunya proses
implantasi.
b) Lendir servik mejadi kental/tebal karena pengaruh progestin.
(Hanafi Hartanto,1996: 205 -206)
D. Efektifitas IUD
1. Efektifitas dari IUD dinyatakan dalam angka kontinuitas yaitu beberapa
lama IUD tetap tinggal in-utero tanpa.
 Ekspuli spontan.
 Terjadinya kehamilan.
 Pengangkatan/pengeluaran karena alasan medis/pribadi.
2. Efektifitas dari bermacam-macam IUD tergantung pada:
 IUD nya : ukuran, bentuk, mengandung Cu atau hormon
progesteron.
 Akseptor : umur, paritas, frekwensi senggama.
3. Dari faktor-faktor yang berhubungan dengan akseptor yaitu umur paritas
diketahui:
 Makin tua usia, makin rendah angka multigravida, makin tinggi angka
ekspulsi dan pengangkatan/pengeluarn IUD.
 Makin muda usia, terutama pada multigravida, makin tinggi angka
ekspulsi dan pengangkatan/pengeluaran IUD.
4. Dari uraian diatas, maka use- efectiveness dari IUD tergantung pada variabel
administratif pasien dan medis, termasuk kemudahan insersi, pengalaman
pemasang, kemungkinan ekspulsi dari pihak akseptor, kemampuan
akseptor untuk mendapatkan pertolongan medis.
(Hanafi Hartono, 1996 : 207).
E. Angka Kegagalan IUD
1. Belum ada IUD yang 100% efektif.
2. Angka kegagalan IUD:

 IUD pada umumnya 1-3 kehamilan per 100 wanita pertahun.


 Lippes loop dan first generation Cu IUD: 2 kehamilan per 100 wanita
pertahun.
 Second generation Cu IUD : < 1 kehamilan per 100 wanita pertahun
dan 1-4 kehamilan per 100 wanita setelah 6 tahun pemakaian.
(Hanafi Hartono, 1996 : 207-208)
F. Kontra Indikasi
1. Kontra Indikasi Absolut
 Infeksi pelvis yang aktif (akut atau sub akut) termasuk persangkaan
gonorhoe atau chlamydia.
 Kehamilan atau persangkaa kehamilan.
2. Kontra indikasi relatif kuat
Partiner seksual yang banyak.
 Partner seksual yang banyak dari akseptor IUD.
 Kesukaran memperoleh pertolongan gawat darurat bila terjadi
komplikasi.
 Mengalami infeksi pelvis (rekuren) post partum endometritis atau
abortus febrilis dalam tiga bulan terakhir.
 Servicitis akut dan purulent.
 Kelainan darah yang tidak diketahui sebabnya.
 Riwayat kehamilan ektopik atau keadaan-keadaan yag
menyebabkan presdiposisi.
 Pernah mengalami infeksi pelvis satu kali dan masih
menginginkan kehamilan selanjutnya.
 Gangguan respon tubuh terhadap infeksi (AIDS, DM, pengobatan
dengan kortikosteroid).
 Kelainan pembekuan darah.
3. Keadaan-keadaan lain dapat merupakan kontra indikasi untuk insersi
IUD.
 Keganasan endometrium atau serviks.
 Stenosis serviks yang berat.
 Uterus yang kecil sekali.
 Endometriosis.
 Myoma uteri.
 Polip endometrium.
 Kelainan kongenital uterus.
 Disminore yang berat.
 Darah haid yang banyak, ireguler atau spotting.
 Alergi Cu.
 Anemia.
 Ketidakmampuan untuk memeriksa sendiri ekor IUD.
 Ketidakmampuan untuk mengetahui tanda-tanda bahaya dari IUD.
 Riwayat gonorhoe, chlamydia, syphilis, herpes.
 Actino mycosis genetalia.
 Riwayat reaksi vaso vagal yang berat atau pingsan.
 Inkompatibilitas golongan darah misal : RH negatif.
 Pernah mengalami problem ekspulsi IUD.
 Riwayat infeksi pelvis.

 Riwayat operasi pelvis.


 Keinginan untuk mendapatkan anak dikemudian hari.
(Hanafi Hartanto, 1996 : 208-209)
G. Waktu Saat Insersi
1. Insersi Internal
- Kebijaksanaan (policy) sekarang : insersi IUD dapat dilakukan setiap
saat dari siklus haid, asal kita yakin calon akseptor tidak dalam keadaan
hamil.
- Kebijaksanaan lama
Insersi IUD dilakukan selama/segera setelah haid, alasan:
a. Ostium uteri lebih membuka.
b. Canalis cervikalis lunak.
c. Peredaran darah yang timbul
karena prosedur insersi ditutupi oleh perdarahan haid yang normal.
d. Wanita pasti tidak hamil.
2. Insersi Post Partum
Insersi IUD adalah aman dalam beberapa hari post partum, hanya kerugian
paling besar adalah bahaya ekspulsi lebih besar. Saat terbaik adalah 8
minggu post partum.
3. Insersi Post Abortus
Karena konsepsi sudah dapat terjadi 10 hari setelah abortus, maka IUD
dapat segera dipasang sesudah :
- Abortus trimester I
- Abortus trimester II
4. Insersi Post Coital
Pada kasus dimana dilakukan coitus, maka IUD dipasang dalam waktu 72
jam kemudian. Sebelum terjadi implantasi blastokist.
(Hanafi Hartanto, 1996 : 210-211)
H. Follow Up
1. Minggu setelah insersi, lalu 1 bulan
berikutnya, lalu 3 bulan berikutnya, kemudian 6 bulan sampai 1 tahun
sekali.
2. Bila ada tanda-tanda antara lain :
- Timbul rasa nyeri perut
- Perdarahan
- Tidak ada haid
3. Ingatankan setiap kunjungan tahunan saat
mengganti IUD.
4. Bagi wanita yang dengan umur diatas 30
tahun, untuk secara berkala memeriksakan usapan lendir mulut rahim.
(Haryono Suyono 1996 : 209-210)
I. Efek Samping
1. Perdarahan
Keluar darah dari liang vagina diluar haid dalam jumlah kecil berupa
bercak-bercak (spoting) atau dalam jumlah banyak (methoragia) dapat
terjadi diluar haid dalam jumlah berlebihan.
 Konseling : Tentang efek sampig
 Tindakan medis :- Pemberian anti prostaglandin 500 mg 3x1 tablet
selama 3-5 hari
- Preparat Fe 1x1 tablet perhari.
2. Keputihan
Keluarnya cairan dari liang sanggama disertai perubahan bau, warna dan
bentuk.
 Konseling
 Tindakan medis : - Jika berlebihan diberi preparat anti kolinergik
(ekstrak) belladona 20 mg 2x1 tablet perhari.
3. Ekspulsi
 Konseling : Terjadi karena tidak sesuai ukuran AKDR.
 Tindakan medis : Melepaskan AKDR dan mengganti dengan ukuran
yang sesuai.

4. Nyeri
Bisa nyeri saat senggama
 Konseling : Rasa nyeri disebabkan karena kontraksi uterus.
 Tindakan medis : - Berikan analgetik ringan, tidak ada tanda-tanda
radang : prostoglandin (acetosal 500 mg 3x1
tablet perhari).
- Bila terjadi infeksi beri antibiotik dosis tinggi
(ampisilin 500 mg 4x1 tablet/hari)
(Haryono Suyono, 19996 : 211-212)
J. Komplikasi
1. Infeksi
Adanya rasa nyeri dibagian perut bawah , disertai demam, keputihan
berbau anyir.
Penanganan : Antibiotik (ampicilin 3x500 mg selama 3-5 hari, tetracylin
3x500 mg selama 3-5 hari).
2. Keputihan
Keluarga cairan dari liang sanggama disertai perubahan bau, warna dan
bentuk.
Penanganan :
 Bila cairan berbau amis dan gatal (terdapat infeksi trichomonas)
berikan preparat meben dazole-metronidasol vagina tablet selama 6
hari.
 Rasa panas dan warna cairan seperti susu pecah (terdapat jamur
candida) berikan preparat mikrostatin.
3. Translokasi
Keluarnya AKDR dari tempat seharusnya.
Penanganan : Konseling dan rujuk ke RS.
(Haryono Suyono, 1996 : 212-213
II. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Data Subyektif
1) Biodata
 Umur
Pada fase menunda kesuburan yaitu umur < 20 tahun dianjurkan
meggunaka KB IUD mini. Untuk fase menjarangkan kehamilan yaitu
umur 20-30/35 tahun sebagai pilihan utama yang dapat menentukan
efektifitas dari KB IUD.
(Hanafi Hartanto, 1996 : 30-31)
 Pendidikan
Akseptor KB terutama pada PUS muda yang intinya berpendidikan
SD kebawah lebih sulit untuk memberikan konseling tentang KB
IUD.
 Penghasilan
KB IUD lebih meguntungkan bagi sosial ekonomi rendah karena
dilihat dari segi finansial lebih murah dengan jarak waktu pemakaian
lebih lama.
 Jumlah anak
Jumlah anak mempengaruhi ibu dalam fase menghentikan atau
menjarangkan kehamilan (IUD mini), paritas 1-2 kemungkinan
ekspulsi 2x lebih besar dari pada paritas 5 atau lebih.
(Hanifa Winkjosastro, 1999 : 559)
2) Keluhan Utama
Ibu ingin menjadi akseptor KB IUD
Saat dan setelah pemasangan IUD biasanya akan timbul keluhan :
 Cemas terhadap pemasangan IUD
 Gangguan rasa nyaman (nyeri) kemungkinan disebabkan prosedur
(dampak) pemasangan IUD.
 Perdarahan dapat berupa spotting, metorhagia, menorhagia.
 Keputihan
 Ekspulsi terutama 3 bulan pertama pemasangan terutama selama haid
dimana teraba/terasa AKDR di liang senggama atau seluruhya yang
menyebabkan Discomport.
(Hanafi Hartanto, 1996 : 30-31)
3) Riwayat Kesehatan
 Riwayat kesehatan dahulu
Pada pemasangan IUD, ibu tidak ada riwayat penyakit tertentu yang
termasuk kontra indikasi IUD seperti :
- Infeksi pelvis
- Riwayat gonorhoe, chlamydia, syphilis, herpes
- Kelainan darah/pembekuan darah
- Endometriosis
- Keganasan endometrium
- Infeksi vagina
- Riwayat operasi pelvis
- Alergi logam
(Hanafi Hartanto, 1996 : 208-209)
 Riwayat kesehatan sekarang
Pada saat pemasangan ibu tidak sedang menderita :
- Infeksi pelvis yang aktif
- Erosi pada serviks uteri
- Servisitis aktif/purulent
- Stenosis serviks
- Kelainan kongenital uterus
- Actinomycosis genetalia
(Hanafi Hartanto, 1996 : 208-209)
 Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang menderita DM, tumor/keganasan,
gangguan pembekuan darah, jika ada tidak dianjurkan bagi ibu untuk
menjadi akseptor KB IUD.
(Hanafi Hartanto, 1996 : 208-209)
4) Riwayat Kebidanan
 Haid
- Klien dengan riwayat dismenore dan perdarahan baik metorhagia
atau menorhagia tidak boleh memakai IUD karena akan
memperhebat keadaan tersebut.
(Hanafi Hartanto, 1996 : 209)
- Haid yang baik untuk dilakukan pemasangan AKDR adalah
haid yang siklusnya teratur dan jumlah perdarahan tidak terlalu
banyak, tidak disertai dismonore dan lamanya haid tidak terlalu
lama.
(Hermanto Tri Joewono, 1995 : 10-9)
 Riwayat KB
Jenis kontrasepsi yang pernah dipakai ibu seblumnya tidak
mempengaruhi ibu untuk menjadi akseptor KB IUD, selama tidak
ada PID.

5) Pola Kebiasaa Sehari-hari


 Nutrisi
Ibu dengan status gizi kurang/anemis tidak dianjurkan memakai
kontrasepsi IUD.
 Personal hygiene
Anjurkan pada ibu untuk menjaga kebersihan terutama daerah vulva
dan vagina karena potensial PID lebih tinggi pada 3 bulan pasca
pemasangan.
 Aktifitas
Setelah pemasangan IUD, aktifitas dapat dikerjakan kembali selama
tidak memberatkan ibu.
6) Latar Belakag Sosial Budaya
Pandangan dan alasan ibu memakai IUD, dari segi lingkungan sekitarnya
serta segi agama.
7) Psikososial
Pada ibu dapat timbul perasaan bersalah dan berdosa karena dianggap
bertentangan dengan agama, serta tergantung dengan keadaan
lingkungan sekitar apakah mendukung atau tidak. Makin banyak ibi-ibu
memakai KB IUD makin/akan meningkatkan jumlah akseptor KB IUD
dan kemantapan para akseptor.
8) Spritual
Adanya agama yang menentang pemakaian IUD karena cara kerja IUD
ataupun pemasangan IUD yang memperlihatkan aurat wanita.
b. Data Obyektif
1. Keadaan umum : Composmentis
2. Tanda-tanda vital :
S : 36-370C
N : 80-90x/menit
T : 100/70-130/80 mmHg
R : 16-24x/menit
3. Pemeriksaan Fisik
 Mata : Konjungtiva tidak anemis/tidak pucat.
 Mammae : Tidak terdapat benjolan/massa.
 Abdomen : - Palpasi tidak ada nyeri tekan didaerah
suprapubik/pelvik.
- Tidak ada pembesaran uterus
 Genetalia
- Inspeksi
Tidak terdapat kondiloma akuminata/matalata, tidak terdapat
keputihan, tidak terdapat ulkus bubo (pembengkakan kelenjar
limfe dilipat paha), tidak terdapat pembesaran kelenjar bartholini
dan skene.
- Pemeriksaan inspekulo
Tidak ada keganasan/tumor, tidak ada erosi, tidak ada tanda-tanda
kehamilan dimana tidak terdapat tanda-tanda chadwik, tidak
terdapat pembesaran kelenjar bartholini dan skene.
- Pemeriksaan Bimanual
Tidak ada nyeri goyang serviks, tidak ada nyeri tekan dari
adnexa, tidak ada abnormalitas uterus, tidak ada tanda-tanda
kehamilan dimana tidak didapatkan konsistensi serviks yang
lunak.
(Hermanto Tri Joewono, 1995 : 10-10)
- Pemeriksaa Laborat
 PAP smear untuk mendeteksi adanya suatu keganasan.
 Hb < 9 gr/dl atau Ht < 27 tidak dianjurkan memakai
IUD karena kemungkinan klien menderita anemia berat.
 Sediaan basah dengan garam faal, KOH dan Ph test
cairan vagina untuk memeriksa adanya trikomoniasis, monolia
(ragi) dan gardnella (vaginosis bakterial).
 Pewarnaan gram untuk cairan servikalis atau cairan
uretra.
 Tes urine untuk menentukan adanya kehamilan untuk
gula dan protein.
(Hermanto Tri Joewono, 1995 : 10-11)

c. Analisa Data
Setelah data subyektif dan data obyektif dianalis, kemungkinan masalah
yang timbul adalah :
Diagnosa kondisi
Akseptor KB IUD umur....tahun, P......Anak terkecil umur…..dengan
pemasangan IUD jenis T Cu 380 A.
Kemungkinan masalah yang muncul.
1) Gangguan rasa nyaman
nyeri sehubugan dengan pemasangan IUD
2) Cemas sehubungan dengan
ketidaktahuan ibu tentang prosedur pemasangan.
3) Keputihan sehubungan
dengan flour normal yang meningkat.
4) Ekspulsi sehubungan
dengan ketidaksesuaian IUD dengan tingkat insersi.

III. Rencana Tindakan


Diagnosa Kondisi
Akseptor KB IUD…….tahun, P……Anak terkecil umur……dengan pemasagan
IUD jenis T Cu 380 A, Ku ibu baik tidak ada kontra indikasi.
Tujuan : Setelah dilakukan konseling diharapkan ibu menjadi lebih mantap
dan kooperatif.
Kriteria : - Ibu dapat mengulang kembali penjelasan yang diberikan petugas.
- Ibu paham dan mengerti tentang penjelasan yang diberikan klien.
Intevensi :
a. Jaga privacy ibu.
R/ Terlindungnya rahasia pribadi ibu dapat memberikan rasa nyaman.
b. Jelaskan pada ibu tentang
pengertian dan efek samping IUD.
R/ Dengan penjelasan yang diberikan ibu dapat mengerti tentang IUD.
c. Berikan konseling tentang
mekanisme kerja.
R/ Agar tidak merasa bersalah dan berdosa karena mekanisme kerja IUD adalah
mencegah implantasi.
d. Anjurkan ibu untuk banyak
mengkonsumsi makanan yang kandungan Fe nya tinggi.
R/ Mencegah terjadinya anemia.

e. Jelaskan pada ibu tentang


pemeriksaan lanjut/follow Up.
R/ Dengan follow Up dapat diketahui adanya kelainan dari IUD terutama 3
bulan pertama (bahaya ekpulsi).
f. Ajarkan pada ibu tentang cara
cebok yang benar.
R/ Dengan cebok yang benar dapat mengurangi terjadinya infeksi asenden.
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan adanya luka bekas
tenakulum.
Tujuan : Rasa Nyeri teratasi (hilang/berkurang)
Kriteria : - Ibu tampak tenang tidak menahan sakit.
- Ibu tidak banyak megeluh nyeri.
- Luka bekas tenakulum sembuh tanpa komplikasi.
Intevensi :
a) Jelaskan pad ibu tentang penyebab nyeri.
R/ Dengan penjelasan yang diberikan ibu dapat mengerti dan menaati
anjuran petugas.
b) Anjurkan pada ibu
untuk kontrol 1 minggu lagi.
R/ Deteksi dini adanya efek samping dan komplikasi IUD serta
kemungkinan ekspulsi.
c) Anjurkan pada ibu
untuk menjaga kebersihan daerah genetalia.
R/ Dalam keadaan lembab dan kotor menjadi media pertumbuhan
kuman.
d) Jelaskan pada ibu bahwa
rasa nyeri akan hilang 2-3 hari pasca pemasangan.
R/ Dengan penjelasan yang diberikan ibu dapat mengerti sehingga ibu
tida khawatir.
2. Cemas sehubungan dengan ketidaktahuan ibu
tentang prosedur pemasangan IUD.
Tujuan : Agar ibu tidak cemas dan tampak tenang
Kriteria : - Ibu tampak lebih tenang
- Ibu mengerti penjelasan dari petugas
- Pemasangan IUD berjalan dengan lancer

Intevensi :
a. Jelaskan pada ibu tentang prosedur pemasangan IUD.
R/ Dengan penjelasan yang diberikan ibu menjadi lebih tenang dan
cemas berkurang.
b. Tingkatkan suatu hubungan saling percaya.
R/ Diharapkan ibu akan lebih mantap dan kooperatif.
c. Anjurkan ibu untuk mengekspresikan perasaannya.
R/ Mengkaji tingkat kecemasan ibu.
d. Ajarkan teknik relaksasi dn distraksi.
R/ Relaksasi otot-otot dan mengalihakan perhatian ibu.
3. Keputihan sehubungan dengan flour normal
yang meningkat
Tujuan : Keputihan berhenti
Kriteria : - Flour albus berkurang/berhenti.
- Tidak terjadi infeksi
Intevensi :
a. Anjurkan pada ibu cara cebok yang benar.
R/ Mencegah terjadinya infeksi asenden.
b. Anjurkan pada ibu untuk sering ganti celana dalam (tiap kali basah).
R/ Dalam keadaan lembab merupakan media baik untuk
perkembangan/pertumbuhan kuman.
c. Berikan preparat antikoliknergik (extra belladona).
R/ Dapat mengurangi cairan/sekresi lendir serviks.
4. Ekspulsi sehubungan dengan tidak sesuianya
ukuran IUD dengan tempat insersi.
Tujuan : + 3 bulan pertama tidak terjadi ekspulsi
Kriteria : Tidak terjadi ekspulsi
Intevensi :
a. Lakukan pemasangan IUD dengan benar (ukuran IUD).
R/ Kemungkinan ekspulsi minimal/tidak terjadi.
b. Yakinkan bahwa IUD telah benar-benar masuk dalam uterus.
R/ Tidak terjadi ekspulsi.
c. Ajarkan pada ibu untuk memeriksa benang IUD terutama saat haid dan
BAK.
R/ Deteksi dini terjadinya ekspulsi dengan benang/batang IUD diliang
vagina.
A.

DAFTAR PUSTAKA

Hartanto, Hanafi, dr. 1996, KB dan Kontrasepsi, Sinar Harapan, Jakarta.


Suyono, Haryono, 1996,Informasi Pelayanan Kontrasepsi, .BKKBN.Jakarta.
Winkjosastro, Hanifa, 1999, Ilmu Kebidanan, YBP-SP, Jakarta.
Joewono, Hermato Tri, 1995, Acuan Nasioal Pelayanan Keluarga Berecana, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai