Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH ETIK DAN HUKUM DALAM KEPERAWATAN


KONSEP PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Dosen:
Nelwati, S.Kp., MN., PhD

Disusun Oleh
Kelompok II
Deko Eka Putra 2121312006
Erik Rosadi 2121312007
Aisya Rahmadhanty 2121312008
Gina Santalia 2121312009
Sasmita Dewi 2121312010
Ismiati 2121312011

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya, karena penulis masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan Makalah mengenai“ Permasalahan Etik di Keperawatan”. Makalah ini
ditulis sebagai tugas untuk mata kuliah Etik dan Hukum dalam Keperawatan.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas pada mata kuliah Etik dan Hukum
dalam Keperawatan, serta diharapkan mampu menambah pengalaman dan ilmu
kelompok. Kelompok berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama
Mahasiswa Magister Keperawatan Universitas Andalas.
Kelompok menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kelompok
mengharapkan kritikan dan masukan yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini.

Padang, Desember 2021

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. Tujuan Penulisan.................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................6
A. Pengertian Keputusan..........................................................................................6
B. Pengertian Pengambilan Keputusan....................................................................7
C. Model Pengambilan Keputusan..........................................................................8
D. Kerangka Kerja Konsep Pengambilan Keputusan..............................................9
E. Unsur-Unsur Pengambilan Keputusan..............................................................10
F. Komponen dalam Pengambilan Keputusan......................................................11
G. Dasar Pengambilan Keputusan.........................................................................11
H. Gaya Pengambilan Keputusan..........................................................................13
I. Peran Perawat dalam Pengambilan Keputusan Etik dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan.............................................................................................................13
BAB III........................................................................................................................15
PEMBAHASAN.........................................................................................................15
A. Kasus.................................................................................................................15
B. Analisa Kasus....................................................................................................16
C. Kerangka pemecahan dilema etik.....................................................................17
D. Pembahasan.......................................................................................................20
BAB IV........................................................................................................................22
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................22
A. Kesimpulan.......................................................................................................22
B. Saran..................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................24

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap individu atau organisasi tidak akan terlepas dari masalah. Masalah pada
dasarnya adalah penyimpangan atau ketidaksesuaian dari apa yang semestinya terjadi
atau tercapai. Kesalahan dalam melakukan identifikasi masalah akan menyebabkan
kesalahan dalam penyelesaiannya. Kesalahan identifikasi bisa disebabkan ketika salah
dalam menafsirkan gejala yang merupakan akibat dari masalah yang terjadi. Untuk
dapat menyelesaikan masalah, maka perlu dilakukan proses penyelesaian masalah
mulai dari mengumpulkan informasi yang terkait dengan gejala dan masalah yang
dihadapi, hingga kepada penyelesaian masalah yang mungkin dapat dilakukan. Proses
tersebut sering kali dinamakan sebagai proses penyelesaian masalah (problem
solving).
Penyelesaian masalah sering kali tidak mudah karena berbagai faktor yang
terkait dengan masalah sering kali tidak berpola tunggal, baik yang terkait dengan
faktor penyebab maupun alternatif penyelesaiannya. Tidak berpola tunggal artinya
faktor penyebab dan alternatif penyelesaiannya bisa saja tidak satu. Pertanyaannya
adalah alternatif mana yang akan dipilih. Jawaban atas pertanyaan terakhir membawa
kita kepada sebuah teori dalam penyelesaian masalah yang sering kali dinamakan
sebagai teori pengambilan keputusan.
Keputusan pada dasarnya merupakan proses memilih satu penyelesaian dari
beberapa alternatif yang ada. Keputusan yang akan kita ambil tentunya perlu
didukung berbagai faktor yang akan memberikan keyakinan kepada kita sebagai
pengambil keputusan bahwa keputusan tersebut adalah tepat. Keputusan yang tepat
pada dasarnya adalah keputusan yang bersifat rasional, sesuai dengan nurani, dan
didukung oleh fakta-fakta yang akurat, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Kadangkala keputusan dapat tidak bersifat rasional karena faktor-faktor yang terkait
dengan emosi, hubungan antarmanusia, faktor tradisi, lingkungan, dan lain
sebagainya. Sejauh keputusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan, biasanya
keputusan tetap akan diambil. Pengambilan keputusan akan sangat menentukan

4
keberhasilan suatu organisasi, karena keputusan apa pun yang akan diambil akan
mengarahkan organisasi tersebut mengarah kepada keberhasilan, kurang berhasil, atau
mungkin gagal. Organisasi dapat dikatakan sukses harus mampu dan mau membuat
keputusan yang memungkinkan organisasi mencapai sasaran dan mencapai kebutuhan
utama anggota organisasi. Sebab proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
dan pengawasan semuanya mengandung konsep dan perilaku pengambilan keputusan.
Dijelaskan oleh Adair dalam Susmaini dan Rifa’i, bahwa: the essence of management
is decision making”. Artinya esensi yang sesungguhnya dari manajemen adalah
pengambilan keputusan. Karena itu teori pengambilan keputusan perlu dipelajari dan
dipahami oleh para manajer yang ingin berhasil dalam mengelola organisasi.
Oleh karena pentingnya pengambilan keputusan, maka perlu diberlakukan
suatu pembahasan secara mendalam mengenai pengambilan keputusan yang akan kita
ikuti dalam mata kuliah pengambilan keputusan, agar kita dapat memahami esensi
dari pengambilan keputusan itu sendiri. Selain sebagai kewajiban tugas kelompok,
makalah ini ditulis bertujuan untuk memberi pemahaman kepada pembaca, agar
mampu memahami konsep dasar pengambilan keputusan secara sederhana dan jelas.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk menjelaskan Konsep Dasar Pengambilan Keputusan.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan Konsep Keputusan
b. Menjelaskan Konsep Pengambilan Keputusan
c. Menjelaskan Kasus yang banyak Terjadi di masyarakat dan organisasi
dalam Pengambilan Keputusan
d. Menjelaskan Langkah-Langkah dalam Pengambilan Keputusan
e. Menjelaskan dan memaparkan hasil program perubahan perilaku yang
telah diterapkan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Keputusan
Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapi dengan tegas untuk
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan.
Keputusan itu sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa
pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya. Terdapat beberapa pengertian keputusan
yang telah disampaikan oleh para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Ralp C. Davis
Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas.
Suatu keputusan merupakan jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan.
Keputusan harus menjawab pertanyaan tentang apa yang dibicarakan dalam
hubungannya dengan perencanaan.
2. Mary Follet
Keputusan adalah suatu hukum atau sebagai hukum situasi. Apabila semua
fakta dari situasi itu dapat diperoleh dan semua terlibat, baik pengawas
maupun pelaksana mau mentaati hukumnya atau ketentuannya, maka tidak
sama dengan mentaati perintah.
3. James A.F. Stoner
Keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif yang ada. Definisi ini
mengandung tiga pengertian, yaitu:
a) Ada pilihan dasar logika atau pertimbangan
b) Ada beberapa alternatif yang harus dan dipilih salah satu yang terbaik
c) Ada tujuan yang ingin dicapai, dan keputusan itu makin mendekatkan pada
tujuan tersebut.
4. Prof. Dr. Prajudi Atmosudirjo, SH.
Keputusan adalah suatu pengakhiran dari proses pemikiran tentang suatu
masalah untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi
masalah tersebut, dengan menjatuhkan pilihan pada suatu alternatif.
B. Pengertian Pengambilan Keputusan

6
Terdapat beberapa pengertian pengambilan keputusan yang telah disampaikan
oleh para ahli, diantaranya adalah:

1. George R. Terry
Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan)
tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.
2. S.P. Siagian
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap
hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut
perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
3. James A.F. Stoner
Pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu
tindakan sebagai cara pemecahan masalah.
Dari semua pendapat para ahli dapat disimpulkan pengambilan keputusan
merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara
sistematis untuk ditindaklanjuti (digunakan) sebagai suatu cara pemecahan
masalah.  Dalam manajemen, pengambilan keputusan (decision making)
memegang peranan penting karena keputusan yang diambil oleh manajer
merupakan hasil pemikiran akhir yang harus dilaksanakan oleh bawahannya atau
organisasi yang ia pimpin. Kelalaian dalam mengambil keputusan bisa merugikan
organisasi, mulai dari kerugian citra sampai pada kerugian uang.
C. Model Pengambilan Keputusan
Ada beberapa model pengambilan keputusan menurut para ahli yaitu:
1. Menurut Herbert A. Simon, ada tiga tahap dalam pengambilan keputusan
yaitu:
a) Penyelidikan (Inteligence). Mempelajari lingkungan untuk menentukan
kondisi keputusan. Data mentah diperoleh, diolah, dan disajikan untuk
dijadikan petunjuk yang dapat mengidentifikasi persoalan.
b) Perancangan (Design). Mendaftar, mengembangkan, dan menganalisis
arah tindakan yang mungkin. Hal ini meliputi proses-proses untuk
memahami persoalan, menghasilkan pemecahan, dan menguji kelayakan
pemecahan tersebut.
c) Pemilihan (Choice). Memilih arah tindakan tertentu dari semua yang ada.
Pilihan ditentukan dan dilaksanakan.

7
2. Menurut Rubenstein dan Haberstroh, ada beberapa langkah pengambilan
keputusan yaitu :
a) Pengenalan masalah atau kebutuhan untuk pengambilan keputusan
b) Analisis dan laporan alternative
c) Pemilihan diantara alternative
d) Komunikasi dan pelaksanaan keputusan
e) Langkah lanjutan dan umpan balik hasil keputusan.
3. Thompson dan Jameton
Metode Jameton dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah etika
keperawatan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan klien. Kerangka
Jameton, seperti yang ditulis oleh Fry (1991) adalah Model I yang terdiri atas
enam tahap, Model II yang terdiri atas tujuh tahap, dan Model III yang
merupakan keputusan bioetis.
a) Model I
1) Mengidentifikasi masalah.
Klasifikasi masalah dilihat dari nilai dan konflik hati nurani. Perawat
harus mengkaji keterlibatannya pada masalah etika yang timbul dan
mengkaji parameter waktu untuk proses pembuatan keputusan. Tahap
ini akan memberikan jawaban pada perawat terhadap pernyataan, “Hal
apakah yang membuat tindakan benar adalah benar?”. Nilai
diklasifikasikan dan peran perawat dalam situasi yang terjadi
diidentifikasi.
2) Perawat harus mengumpulkan data tambahan.
Informasi yang dikumpulkan meliputi orang yang dekat dengan klien,
yang terlibat dalam membuat keputusan bagi klien, harapan/ keinginan
klien dan orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan. Perawat
kemudian membuat laporan tertulis dari konflik yang terjadi.
3) Perawat harus mengidentifikasi semua pilihan atau alternatif secara
terbuka kepada pembuat keputusan.
Semua tindakan yang memungkinkan harus terjadi, termasuk hasil
yang mungkin diperoleh beserta dampakya. Tahap ini memberikan
jawaban atas pertanyaan, “Jenis tindakan apa yang benar?”
4) Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan.

8
Perawat mempertimbangkan nilai dasar manusia yang penting bagi
individu, nilai dasar manusia yang menjadi pusat masalah, dan prinsip
etis yang dapat dikaitkan dengan masalah. Tahap ini menjawab
pertanyaan, “Bagaimana aturan tertentu diterapkan pada situasi
tertentu?”
5) Pembuat keputusan harus membuat keputusan.
Bahwa pembuatan keputusan memilih tindakan yang menurut
keputusan mereka paling tepat. Tahap ini menjawab pertanyaan etika,
“Apa yang harus dilakukan pada situasi tertentu?”
6) Tahap terakhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan
dan hasil.
b) Model II
1) Mengenali dengan tajam masalah yang terjadi, apa intinya, apa
sumbernya, mengenali hakikat masalah.
2) Mengumpulkan data atau informasi yang berdasarkan fakta.
3) Menganalisis data yang telah diperoleh dan menganalisis kejelasan
orang yang terlibat, bagaimana kedalaman dan intensitas
keterlibatannya, relevansi keterlibatannya dengan masalah etika.
4) Berdasarkan analisis yang telah dibuat, mencari kejelasan konsep etika
yang relevan untuk penyelesaian masalah dengna mengemukakan
konsep filsafat yang mendasari etika maupun konsep sosial budaya
yang menentukan ukuran yang diterima.
5) Mengonsep argumentasi, semua jenis isu yang didapati merasionalisasi
kejadian, kemudian membuat alternatif tentang tindakan yang akan
diambil.
6) Mengambil tindakan, setelah semua alternatif diuji terhadap nilai yang
ada di dalam masyarakat, jika dapat diterima maka pilihan tersebut
dikatakan sah (valid) secara etis. Tindakan yang dilakukan
menggunakan proses yang sistematis.
7) Langkah terakhir adalah mengevaluasi, apakah tindakan yang
dilakukan mencapai hasil yang diinginkan mencapai tujuan
menyelesaikan masalah, bila belum berhasil, harus mengkaji lagi hal-
hal apa saja yang menyebabkan kegagalan, dan menjadi umpan balik

9
untuk melaksanakan pemecahan/ penyelesaian masalah secara
terulang.
c) Model III
1) Tinjau ulang situasi yang dihadapi untuk menentukan masalah
kesehatan, keputusan yang dibutuhkan, komponen etis individu
keunikan.
2) Kumpulkan informasi tambahan untuk memperjelas situasi.
3) Identifikasi aspek etis dari masalah yang dihadapi.
4) Ketahui atau bedakan posisi pribadi dan posisi moral profesional.
5) Identifikasi posisi moral dan keunikan individu yang berlainan.
6) Identifikasi konflik nilai bila ada.
7) Gali siapa yang harus membuat keputusan
8) Identifikasi rentang tindakan dan hasil yang diharapkan.
9) Tentukan tindakan dan laksanakan.
10) Evaluasi hasil dari keputusan atau tindakan.
D. Kerangka Kerja Konsep Pengambilan Keputusan
Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan pengambilan keputusan. Pemahaman
terhadap kerangka kerja dan konsepnya dapat dibahas sebagai berikut:
1. Sistem Pengambilan Keputusan.
a) Sistem Keputusan Tertutup
Dalam sistem keputusan tertutup menganggap bahwa keputusan terpisah
dari masukan yang tidak diketahui dari lingkungan. Dalam sistem ini
pengambil keputusan dianggap :
1) Mengetahui semua perangkat alternatif dan semua akibat atau hasilnya
masing-masing.
2) Memiliki metode yang memungkinkan dia membuat urutan
kepentingan semua alternatif.
3) Memilih alternatif yang memaksimalkan sesuatu, misalnya laba,
volume penjualan, atau kegunaan.
b) Sistem Keputusan Terbuka
Memandang keputusan sebagai berada dalam suatu lingkungan yang rumit
dan sebagian tak diketahui. Model keputusan terbuka menganggap bahwa
pengambil keputusan:
1) Tidak mengetahui semua alternatif dan semua hasil

10
2) Melakukan pencarian secara terbatas untuk menemukan beberapa
alternatif yang memuaskan.
3) Mengambil suatu keputusan yang memuaskan tingkat aspirasinya.
2. Pengetahuan terhadap hasil (Knowledge Of Outcomes)
Suatu hasil menentukan apa yang akan terjadi bila sebuah keputusan diambil.
Dalam pengambilan keputusan ada tiga jenis pengetahuan yang berhubungan
dengan hasil :
a) Kepastian (certainty).
Pengetahuan yang lengkap dan akurat mengenai hasil tiap pilihan.
Hanya ada satu hasil untuk setiap pilihan.
b) Resiko (risk).
Hasil yang mungkin timbul dapat diidentifikasi dan satu kemungkinan
yang terjadi dapat dihubungkan dengan masing-masing hasil. 
c) Ketidakpastian (uncertaninty).
Berbagai hasil mungkin terjadi dan dapat diidentifikasi, tetapi tidak ada
pengetahuan dari kemungkinan yang dapat dihubungkan dengan masing-
masing hasilnya.
E. Dasar Pengambilan Keputusan
1. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi
Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat
subjektif yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain.
Sifat subjektif dari keputusuan intuitif ini terdapat beberapa keuntungan yaitu :
a) Pengambilan keputusan oleh satu pihak sehingga mudah untuk
memutuskan.
b) Keputusan intuitif lebih tepat untuk masalah-masalah yang bersifat
kemanusiaan.
Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu
yang singkat. Untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pada
umumnya pengambilan keputusan yang bersifat intuitif akan memberikan
kepuasan. Akan tetapi, pengambilan keputusan ini sulit diukur kebenarannya
karena kesulitan mencari pembandingnya dengan kata lain hal ini diakibatkan
pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga
hal-hal yang lain sering diabaikan.
2. Pengambilan keputusan rasional

11
Keputusan yang bersifat rasional  berkaitan dengan daya guna. Masalah yang
dihadapi merupakan masalah yang memerlukan pemecahan rasional.
Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih bersifat
objektif. Dalam masyarakat, keputusan yang rasional dapat diukur apabila
kepuasan optimal masyarakat dapat terlaksana dalam batas-batas nilai
masyarakat yang di akui saat itu.

3. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta


Keputusan yang diambil didukung oleh fakta yang memadai yang
dikelompokkan secara sistematis dalam bentuk data. Selanjutnya informasi
didapatkan dari hasil pengolahan data yang menjadi dasar dalam pengambilan
keputusan. Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi
yang cukup itu memang merupakan keputusan yang baik dan solid, namun
untuk mendapatkan informasi yang cukup itu sangat sulit.
4. Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman
Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin diambil berdasarkan
pengalaman sebelumnya, mengingat-ingat apakah kasus seperti ini
sebelumnya pernah terjadi. Pengingatan semacam itu biasanya ditelusuri
melalui arsip-arsip penhambilan keputusan yang berupa dokumentasi
pengalaman-pengalaman masa lampau. Jika ternyata permasalahan tersebut
pernah terjadi sebelumnya, maka pimpinan tinggal melihat apakah
permasalahan tersebut sama atau tidak dengan situasi dan kondisi saat ini. Jika
masih sama kemudian dapat menerapkan cara yang sebelumnya itu untuk
mengatasi masalah yang timbul
5. Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang
Banyak sekali keputusan yang diambil karena wewenang (authority) yang
dimiliki. Setiap orang yang menjadi pimpinan organisasi mempunyai tugas
dan wewenang untuk mengambil keputusan dalam rangka menjalankan
kegiatan demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien.
Keputusan yang berdasarkan wewenang memiliki beberapa keuntungan.
Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain : banyak diterimanya oleh
bawahan, memiliki otentisitas (otentik), dan juga karena didasari wewenang
yang resmi maka akan lebih permanent sifatnya. Keputusan yang berdasarkan

12
pada wewenang semata maka akan menimbulkan sifat rutin dan
mengasosiasikan dengan praktik diktatorial.
F. Gaya Pengambilan Keputusan
Adapun gaya pengambilan keputusan antara lain
1. Karismatik (antusias, menarik, banyak bicara, dominan) : Richard Bronson
dari Virgin Atlantic atau Herb Kelleher, pendiri Southwest Airlines
2. Pemikir (kekuatan otak, pintar, logis, akademis) : Michael Dell dari Dell
Computer aim Bill Gates dari Microsoft
3. Skeptis (banyak permintaan, mengganggu, tidak menyenangkan, suka
melawan) : Steve Case dari AOL-Time Warner atau Tom Siebel dari
pengembang perangkat Siebel Systems
4. Pengikut (tanggung jawab, berhati-hati, mengikuti tren, tawar-
Menawar)Peter Coors dari Coors Brewery atau Carly Fiorina dari Hewlett
Packard.
5. Pengendali (logis, tidak emosional, bijaksana, cermat, akurat, analitis):
Mantan CEO Ford Jacques Nasser atau Martha Stewart dari Omnimedia)
Gaya-gaya ini merefleksikan sejumlah dimensi psikologi termasuk
bagaimana pembuat keputusan merasakan apa yang terjadi di sekitar
mereka dan bagaimana mereka memproses informasi.
G. Etik Keperawatan
1. Pengertian Etik Keperawatan
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos” berarti “kebiasaan”,
“model perilaku”atau “standar” yang diharapkan dan kriteria tertentu
untuk suatu tindakan. Menurut Ismani (2001) Etika adalah Ilmu tentang
kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup
didalam masyarakat yang menyangkut aturan – aturan dan prinsip –
prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar yaitu baik dan buruk
serta kewajiban dan tanggung jawab. Menurut Cooper (1991), dalam
Potter dan Perry (1997), etika keperawatan dikaitkan dengan hubungan
antar masyarakat dengan karakter serta sikap perawat terhadap orang lain.
Etika keperawatan merupakan standar acuan untuk mengatasi segala
macam masalah yang dilakukan oleh praktisi keperawatan terhadap para
pasien yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan
tugasnya (Amelia, 2013).

13
2. Tujuan Etik Keperawatan
Etika keperawatan memiliki tujuan khusus bagi setiap orang yang
berprofesi sebagai perawat, tak terkecuali juga bagi seluruh orang yang
menikmati layanan keperawatan. Tujuan etika keperawatan pada dasarnya
adalah agar perawat dalam menjalankan tugas dan fungsinya dapat
menghargai dan menghormati martabat manusia. Secara umum tujuan
etika keperawatan yaitu menciptakan dan mempertahankan kepercayaan
antara perawat dan klien, perawat dengan perawat, perawat dengan profesi
lain, juga antara perawat dengan masyarakat.
Menurut American Ethics Commission Bureau on Teaching, tujuan etika
keperawatan adalah mampu:
a) Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktek
keperawatan.
b) Membentuk strategi/cara menganalisis masalah moral yang terjadi
dalam praktek keperawatan.
c) Menghubungkan prinsip-prinsip moral yang baik dan dapat
dipertanggungjawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat dan
kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaannya.
Menurut National League for Nursing (NLN): Pusat Pendidikan
keperawatan milik Perhimpunan Perawat Amerika, pendidikan etika
keperawatan bertujuan:
a) Meningkatkan pengertian peserta didik tentang hubungan antar
profesikesehatan dan mengerti tentang peran dan fungsi masing-
masing anggota tim tersebut.
b) Mengembangkan potensi pengambilan keputusan yang berkenaan
denganmoralitas, keputusan tentang baik dan buruk yang akan
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan sesuai dengan
kepercayaannya.Mengembangkan sikap pribadi dan sikap profesional
peserta didik.
c) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan ilmu
dan prinsip-prinsip etika keperawatan dalam praktek dan dalam situasi
nyata.
3. Prinsip-prinsip Etik Keperawatan
a. Otonomi (Autonomy)

14
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa
dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih
dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai
oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap
seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan
bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan
kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek
profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak
klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
b. Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan
orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi
konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
c. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap
orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika
perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan.
d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis pada klien.
e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Informasi harus ada
agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi
pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang
sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun
demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan
untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien

15
untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors
knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak
untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kejujuran
merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
f. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya
dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan,
kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan
komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan
perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab
dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
g. Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien
harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam
dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi
tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan.
h. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali.
H. Peran Perawat dalam Pengambilan Keputusan Etik dalam Pemberian
Asuhan Keperawatan
Perawat sebagai tenaga kesehatan mayoritas di tempat pelayanan kesehatan,
termasuk rumah sakit, mempunyai posisi yang utama dalam pemberian pelayanan
kesehatan karena asuhan keperawatan yang diberikan perawat bersifat kontinyu,
konstan, koordinatif, dan advokatif, sehingga perawat mempunyai peran penting
yang kesinambungan demi tercapainya tujuan pelayanan kesehatan yaitu
pemberian asuhan keperawatan. Tenaga perawat sebagai anggota tim kesehatan
dalam menjalankan peran dan fungsinya bersifat mandiri, kolaboratif dan atau
saling tergantung dengan anggota tim kesehatan lain.

16
Menurut Potter and Perry (2005), bahwa perawat mempunyai fungsi yang
sangat luas yang membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan dalam lingkup area
yang bervariasi. Dalam melaksanakan fungsinya tersebut perawat melaksanakan
peran-peran yang saling berhubungan seperti sebagai pemberi pelayananan
keperawatan, pengambil kepututsan klinik dan etik, protector dan advokat dari
pasien, manajer, rehabilitator, comforter, komunikator, dan pendidik. Untuk dapat
berperan secara aktif dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan,
diperlukan perawat yang mampu berpikir kritis dan logis untuk mengambil
keputusan yang tepat dalam memecahkan masalah.
Beberapa hal yang dapat menimbulkan masalah peran yang ambigu
menimbulkan dilema etik. Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit
dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif
yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada
yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus
tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional. Kerangkan
pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan
kerangka proses keperawatan/ pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson &
Thopson, 1981).
Sebagai seorang profesional, perawat bertanggung jawab dan mengemban
tanggung gugat untuk membuat keputusan dan mengambil langkah-langkah
tentang asuhan keperawatan yang diberikan. Kemampuan pengambilan keputusan
yang tepat dan akurat sangat dibutuhkan perawat untuk dapat menyelamatkan
pasien yang dihadapi. Agar perawat dapat melakukan tugasnya dengan baik,
setiap perawat harus memahami dan mampu menerapkan pelayanan keperawatan
sesuai dengan standar profesi keperawatan (Hidayat, 2012).
Kemampuan perawat ketika menangani pasien dalam kondisi-kondisi kritis
tentu tidak lepas dari latar belakang pendidikan yang pernah ditempuh serta
pengalaman yang pernah dijalani. Termasuk di sini adalah kemampuan perawat
dalam mengambil keputusan saat gawat darurat. Perawat memiliki tanggung
jawab dan kewenangan untuk mengambil langkah-langkah keperawatan yang
diperlukan sesuai dengan standar keperawatan. Perawat dalam menjalankan
tugasnya harus sesuai dengan kode etik dan Standar Operasional Prosedur (SOP)
yang telah ditetapkan (Mudayana, 2014).

17
BAB III
ANALISA KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Kasus
Tn. A berumur 60 tahun seorang petani di desa. Tn.A memiliki seorang istri Ny.
B berumur 53 tahun dan memiliki tiga orang anak, dua orang laki-laki dan satu
orang perempuan. Anak pertama berinisial An. C 35 tahun, An.D 33 tahun dan
bungsu An.E 30 tahun. Tn. A dirawat disebuah pelayanan kesehatan, dengan hasil
rontgent diagnosa fraktur terbuka pada tibia dan tulang calcaneus remuk. Tn.A
sudah dirawat selama tiga hari, pada hari rawatan ke-empat dokter memanggil
Ny.B untuk memberitahukan kondisi suaminya, Ny.B panik dan gelisah ketika
dipanggil oleh dokter dan Ny.B berkata kepada dokter ” dokter apa yang terjadi
pada suami saya?, kenapa dokter memanggil saya? Apakah suami saya dalam
bahaya?” dari pertanyaan Ny.B dokter hanya menjawab ” Suami ibu harus segera
dioperasi untuk amputasi kaki kanannya karena sudah infeksi dan tidak mungkin
disembuhkan lagi, masalah biayanya nanti akan dijelaskan oleh perawat saya”.
Ny.B terdiam mendegar pembicaraan dokter, perawat M yang berada diruangan
hanya tersenyum dan berkata ”ibu biaya untuk operasi berkisar antara 35 juta
rupiah, dan ibu bisa bermusyawarah dengan keluarga terlebih dahulu”. An.C
bertanya pada perawat ”suster apa tidak ada jalan lain untuk kesembuhan ayah
saya selain kakinya diamputasi? Apakah pengobatan secara tradisional pada tabib
dapat menyembuhkan ayah saya?” perawat menjelaskan tentang kondisi penyakit,
efek dari diamputasi dan tidak diamputasi dan pengobatan secara tradisional
sejauh pehaman perawat.  Ny. B bermusyawarah dengan keluarga, dari ketiga
anaknya hanya  An.E  yang setuju untuk dilakukan operasi supaya bapaknya

18
cepat sembuh dan segala biaya operasi ditanggung olehnya. Karena tidak semua
anak mendukung dilakukannya operasi akhirnya Ny. B memutuskan untuk tidak
melakukan operasi pada suaminya, perawat M sulit menentukan pilihannya apa
harus mendukung untuk diamputasi atau pengobatan secara tradisional karena
perawat M juga menilai kalau pengobatan tradisional mungkin bisa disembuhkan
juga berdasarkan pengalaman dari keluarnganya.

B. Analisa Kasus
1. Otonomi pasien
Pada dilema etik autonomi ini perawat dan dokter harus menghargai hak
pasien dalam menerima atau menolak tindakan yang akan dilakukan. Prinsip
autonomy menegaskan bahwa seseorang mempunyai kemerdekaan untuk
menentukan keputusan dirinya menurut rencana pilihannya sendiri. Bagian
dari apa yang diperlukan dalam ide terhadap respect terhadap seseorang,
menurut prinsip ini adalah menerima pilihan individu tanpa memperhatikan
apakah pilihan seperti itu adalah kepentingannya. (Blais, 2007).
Penolakan Tn.A dan keluarga untuk dilakukan amputasi merupakan hak
pasien tetapi, hak dan kewajiban perawat juga untuk dapat memberikan
asuhan keperawatan yang optimal dengan membantu penyembuhan pasien
yaitu dengan jalan dilakukan dengan amputasi.
2. Benefience
Perawat berupaya memberikan pelayanan dan tindakan yang terbaik demi
meningkatnya derajat kesehatan pada pasien. Dan juga sudah memberikan
pendidikan kesehatan kepada keluarga secara komprehensif agar keluarga
dapat memahami keadaan dan kondisi pasien pada saat ini.
Pada kasus Tn. A bahwa pasien dan keluarganya masih menginginkan
informasi yang banyak tentang tindakan operasi yang akan dilakukan terhadap
Tn.A, informasi-informasi yang dibutuhkannya dari tenaga medis bukan hanya
informasi dari perawat saja. karena Tn.A berkeinginan bahwa ia masih ingin
melakukan aktivitas kembali ketika kakinya sembuh tapi kalau dilakukan
amputasi maka dia tidak bisa lagi melakukan aktifitasnya.  Tetapi keinginan

19
pasien untuk mendapat informasi yang lebih banyak tidak terpenuhi, hal inilah
yang menjadi dilema bagi pasien.
3. Justice (Keadilan)
Nilai ini direfleksikan dalam praktik profesional ketika perawat bekerja
untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang
benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Perawat seharusnya
memberikan penjelasan lebih rinci dan mendukung pasien agar dapat
berkonsultasi kepada tim dokter yang akan melakukan operasinya.
Perawat yang dapat dilakukan pada kondisi kasus Tn.A, dapat berupa:
penjelasan yang jelas dan terinci tentang kondisi yang dialami Tn.A,
melakukan konsultasi dengan tim medis berkaitan dengan maslah tersebut,
perawat bertindak sebagai perantara antara, dan perawat sebagai pelaku
dimana perawat secara langsung mengintervensi atas nama klien. Bentuk-
bentuk keadilan inilah yang memungkinkan tim baik keperawatan dan medis
akan bersama menjelaskan dengan lengkap dan baik. Bentuk lainnya adalah
Perawat ruangan dapat membuat tim keperawatan dan medis dan dapat
menberikan informasi dan komunikasi yang baik pada pasien.
4. Veracity (Kejujuran)
Pasien juga mempunyai hak-hak yang harus diperhatikan oleh perawatan
dalam praktek keperawatan, diantarannya yang berhubungan dengan kasus
Tn.A. Pasien berhak mendapatkan informasi yang lengkap jelas, pasien berhak
memperoleh informasi terbaru baik dari tim medis dan perawat yang
mengelolanya, pasien juga berhak untuk memilih dan menolak pengobatan
ataupun asuhan bila merasa dirinya tidak berkenan. Tn. A. merasa bahwa
dirinya tidak memperoleh informasi yang diharapkannya, pasien berharap
banyak informasi dan hal-hal yang berkaitan dengan kondisinya sehingga
pasien dapat menentukan pilihannya dengan tepat. Apapun pilihan pasien dan
keputusan pasien setelah mendapatkan informasi yang jelas merupakan hak
automi pasien.
C. Kerangka pemecahan dilema etik
Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Tn.A, dapat
diambil salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik
yang dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah sebagai
berikut:

20
1. Mengembangkan data dasar dalam hal klarifiaksi dilema etik, mencari
informasi sebanyaknya, berkaitan dengan:
a. Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, isteri pasien, anak-anak pasien, dokter,
dan perawat.
b. Tindakan yang diusulkan, yaitu: amputasi.
c. Maksud dari tindakan, yaitu: untuk mencegah infeksi lanjut dan
pengobatan tuntas.
d. Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan, yaitu: akan dilakukan amputasi
dan kaki kanan pasien akan diangkat dan pasien tidak dapat menjalankan
aktifitas kembali sebagai petani.
e. Konsekuensi dari pengobatan tradisonal yang diinginkan oleh pasien yaitu
pasien sembuh dan dapat menjalankan kembali aktifitasnya sebagai petani.
f. Mengenai pesan dokter untuk tidak menjelaskan hal-hal yang berkaitan
dengan rencana operasi Tn.A, bila dilaksanakan pesan tersebut, perawat
melanggar prinsip-prinsip moral, dan bila pesan dokter tersebut melanggar
janji terhadap teman sejawat.
2. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut.
Konflik yang terjadi pada perawat M, yaitu: Perawat M sulit menentukan
pilihannya apakah setuju dengan pasien untuk tidak dilakukan amputasi atau
setuju dengan dokter untuk menjalankan operasi tersebut.
3. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan
dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.
a. Menjelaskan secara rinci rencana tindakan operasi termasuk dampak
setelah dioperasi.
b. Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan
penyakit bila tidak dilakukan tindakan operasi.
c. Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas  penolakan
tindakan operasi dan memberikan alternatif tindakan yang mungkin dapat
dilakukan oleh keluarga.
d. Memberikan perlimdungam kepada pasien dan keluarga untuk dapat
bertemu dan mendapat penjelasan langsung pada dokter bedah, dan
memfasilitasi pasien dan keluarga untuk dapat mendapat penjelasan
seluas-luasnya tentang rencana tindakan operasi dan dampaknya bila
dilakukan dan bila tidak dilakukan.

21
e. Mendiskusikan dengan keluarga tempat pengobatan alternative yang bisa
digunakan oleh pasien.
4. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepat. Perawat tidak membuat keputusan untuk pasien, tetapi
perawat membantu dalam membuat keputusan bagi dirinya dan keluarganya,
tetapi dalam hal ini perlu dipikirkan, beberapa hal:
a. Siapa yang sebaiknya terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa
mereka ditunjuk.
b. Untuk siapa saja keputusan itu dibuat
c. Apa kriteria untuk menetapkan siapa pembuat keputusan (social, ekonomi,
fisiologi, psikologi dan peraturan/hukum).
d. Sejauh mana persetujuan pasien dibutuhkan
e. Apa saja prinsip moral yang ditekankan atau diabaikan oleh tindakan yang
diusulkan.
Dalam kasus Tn. A. dokter  yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau
tidaknya untuk dilakukan operasi adalah dirinya, dengan memperhatikan
faktor-faktor dari pasien, dokter akan memutuskan untuk memberikan
penjelasan yang rinci dan memberikan alternatif pengobatan yang
kemungkinan dapat dilakukan oleh Tn.A dan keluarga. Sedangkan perawat
seharusnya bertindak sebagai advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga
dapat membuat keputusan yang tidak merugikan bagi dirinya, sehingga pasien
diharapkan dapat memutuskan hal terbaik dan memilih alternatif yang lebih
baik dari penolakan yang dilakukan.
Bila beberapa kriteria sudah disebutkan mungkin konflik tentang
penolakan rencana operasi dapat diselesaikan atau diterima oleh pasien setelah
mendiskusikan dan memberikan informasi yang lengkap dan valid tentang
kondisinya, dilakukan operasi ataupun tidak dilakukan operasi yang jelas
pasien telah mendapat informasi yang jelas dan lengkap.
5. Mendefinisikan kewajiban perawat
Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat
daftar kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut:
a. Memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini
b. Meningkatkan kesejahteran pasien

22
c. Membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak dan
tanggung jawab keluarga tentang kesehatan dirinya.
d. Membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukung
e. Melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawat
f. Melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuikan
dengan kompetensi keperawatan professional dan SOP yang berlaku
diruangan tersebut.
6. Membuat keputusan.
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan
konsekuensi masing-masing terhadap pasien. Perawat perlu
mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan/ paling tepat
untuk pasien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih
dahulu misalnya manajemen pernapasan sambil menunggu hasil kesepakatan
dan keputusan dari keluarga.
Tetapi harus juga diingat dengan memberikan penjelasan dahulu beberapa
alternatif pengobatan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai kondisi Tn.A
sebagai bentuk tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip moral
profesionalnya. Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus disadari
oleh semua pihak yang terlibat, bahwa hal itu merupakan hak, ataupun
otonomi pasien dan keluarga.
D. Pembahasan
1. Metode pengambilan keputusan
Metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan ini adalah
menggunakan sistem keputusan tertutup. Dimana pengambilan keputusan ini
dianggap keputusan terpisah dari masukan yang tidak diketahui dari
lingkungan yaitu: Pada kondisi kasus Tn.A dapat diputuskan menerima
penolakan pasien dan keluarga tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan
medis, menjelaskan secara lengkap dan rinci tentang kondisi pasien dan
dampaknya bila dilakukan operasi atau tidak dilakukan operasi. Penjelasan
dapat dilakukan melalui wakil dari tim yang terlibat dalam pengelolaan
perawatan dan pengobatan Tn.A.
2. Langkah-langkah yang diambil dalam pengambilan keputusan
a. Mengetahui lebih dahulu apa tujuan dari pengambilan keputusan yaitu
mengetahui tujuan dari tindakan amputasi pada Tn. A.

23
b. Menilai identifikasi alternatif pengobatan tradisional mungkin bisa
disembuhkan juga berdasarkan pengalaman dari keluarnganya.
c. Memperhitungan mengenai faktor-faktor yang dapat diketahui sebelumnya
atau di luar jangkauan manusia yaitu faktor resiko yang terjadi bila TN. A
tidak dilakukan tindakan, tindakan tersebut semata- mata untuk kebaikan
dan kesembuhan Tn. A tersebut.
d. Sarana atau alat untuk mengevaluasi atau mengukur hasil dari suatu
pengambilan keputusan yaitu meyakinkan keadaan pada pasien Tn . A
pada keluarga jika tidak segera dilakukan amputasi banyak dampak buruk
yang akan timbul pada kondisi kesehatannya.

3. Laporan hasil program


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang resiko jika tidak dilakukan
amputasi dan manfaat jangka panjang jika dilakukan amputasi secepatnya
kepada pasien dan keluarga disampaikan oleh perawat dan bersamaan dengan
DPJP, maka keluarga menyetujui dan memperbolehkan tindakan amputasi
karena tidak ada cara lain yang tepat untuk kasus Tn. A.

24
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keputusan merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu
diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu
masalah yang tengah dihadapi. Pengambilan keputusan merupakan suatu proses
pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif yang ada secara sistematis
untuk ditindaklanjuti atau digunakan sebagai suatu cara pemecahan suatu
masalah. Terdapat beberapa komponen dalam pengambilan keputusan yaitu :
model, kriteria, kendala dan optimasi.
Proses pengambilan keputusan meliputi: pengumpulan dan analisis data,
pembuatan alternatif-alternatif kebijakan, pemilihan salah satu alternatif terbaik ,
pelaksanaan keputusan, pemantauan dan pengevaluasian hasil pelaksanaan. Hal
ini juga ditentukan dengan gaya kita dalam mengambilsuatu keputusan seperti
pengambilan keputusan secara rasional, berdasarkan fakta, berdasarkan
pengalaman dan berdasarkan wewenang yang ada.
Ruang lingkup perawat dalam hal mengambil keputusan berkaitan denga
napa yang dapat menimbulkan masalah peran yang ambigu menimbulkan dilema
etik. Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif
yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak
memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk
membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang
rasional dan bukan emosional. Kerangkan pemecahan dilema etik banyak
diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan atau
pemecahan masalah secara ilmiah.

25
DAFTAR PUSTAKA
Ernie T. S. dan Kurniawan S. (2010). Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana.
Kozier, B., et al. (2004). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice
(7th ed. Vol. 1st). New Jersey: Pearson Education.Mudayana, A. A. (2014).
Peran Aspek Etika Tenaga Medis dalam Penerapan Budaya Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit. Supplemen Majalah Kedokteran Andalas, 37, 69-74.
Mesiono. (2012). Manajemen Organisasi. Bandung: Cita Pustaka Media Perintis.
Nursalam. (2008). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.Potter & Perry. (2005). Fundamental of nursing: Concept, process
and practice (A. Yasmin, Trans. 4th ed.). Jakarta: EGC.
Rivai, Veithzal dan Deddy Mulyadi. (2011). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi,
Jakarta: Rajawali Pers.
Susmaini, Muhammad Rifa’i. (2007). Teori Manajemen Menuju Efektivitas
Pengelolaan Organisasi. Bandung: Cita Pustaka Media Perintis.
Siagian, P. S. (2007). Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan¸ Jakarta: Toko
Gunung Agung.
Umam, Khaerul. (2012). Manajemen Organisasi. Bandung: Pustaka Setia.
Ulrich, C. M. & Soeken, K. L. (2005). A Path Analytic Model of Ethical Conflict in
Practice and Autonomy an A Sample of Nurse Practicioners. Nursing Ethics.
doi: 10.1191/0969733005ne792oa.Thompson, J. B. & Thopson, H. O.
(1981).Ethics in Nursing. New York: Macmillan Publishing. 1
http://www.slideshare.net/alno-arjes/makalah-pengambilan-keputusan-dalam-
manajemen.

26

Anda mungkin juga menyukai