Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENELITIAN

“Laju Pertumbuhan Suksesi Alami dan Pemulihan di Lahan Pasca


Kebakaran Hutan Akibat Perambahan Hutan”
Gambar 1: Kondisi areal bekas karhutla (kanan) dan pasca karhutla (kiri) 2019 di areal
Sungai Jerat, Batang Hari

OLEH
YOSUA KALIMANTO/1903016045

SK. Menhut : 327/Menhut-II/2010 Tanggal 25 Mei 2010, Luas : 46.385

Ha Rencana Kerja : SK RKT IUPHHK-RE PT REKI Nomor :

57/Kpts/Dishut-2.2/2020

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................................3

DAFTAR GAMBAR, TABEL, DAN LAMPIRAN.....................................................................4

ABSTRAK..............................................................................................................................5

PENDAHULUAN...................................................................................................................6

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................7

METODE PENELITIAN.........................................................................................................8

HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................................11

A. Komposisi Jenis Plot Tanam (Pengayaan Buatan)..................................................11

B. Komposisi Jenis Plot Kontrol (Suksesi Alami)..........................................................14

C. Laju Pertumbuhan Tanaman....................................................................................23

D. Kondisi Lahan...........................................................................................................26

KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN..........................................................................................................................28

3
DAFTAR GAMBAR, TABEL, DAN LAMPIRAN

Gambar 1. Peta kerja lokasi pengamatan............................................................................8


Gambar 2. Gambaran plot dengan perlakuan tanam (A) dan perlakuan kontrol (B)............9
Gambar 3. Jumlah permudaan buatan dengan cara perlakuan tanam..............................11
Gambar 4. Persentase hidup dan mati tanaman untuk perlakuan tanam..........................12
Gambar 5. Pertumbuhan diameter untuk perlakuan tanam................................................13
Gambar 6. Pertumbuhan tinggi untuk perlakuan tanam.....................................................13
Gambar 7. Jumlah jenis berdasarkan kelompok jenis untuk permudaan alami.................15
Gambar 8. Jumlah individu berdasarkan kelompok jenis untuk permudaan alami............15
Gambar 9. Jumlah permudaan alami hasil suksesi alami...................................................18
Gambar 10. Persentase hidup dan mati di plot perlakuan kontrol......................................19
Gambar 11. Pertumbuhan diameter untuk perlakuan kontrol.............................................21
Gambar 12. Pertumbuhan tinggi untuk perlakuan kontrol..................................................21
Gambar 13. Pertumbuhan diameter berdasarkan stratifikasi jarak pohon induk................23
Gambar 14. Pertumbuhan tinggi berdasarkan stratifikasi jarak pohon induk.....................23
Gambar 15. Persentase hidup dan mati berdasarkan stratifikasi jarak pohon induk
perlakuan kontrol..............................................................................................25
Gambar 16. Persentase hidup dan mati berdasarkan stratifikasi jarak pohon induk
perlakuan tanam...............................................................................................25

Tabel 1. Kondisi lahan pada lokasi pengamatan................................................................26

Lampiran 1. Jumlah individu berdasarkan kelompok jenis.................................................28


Lampiran 2. Jumlah individu hasil suksesi alami berdasarkan stratifikasi.........................29
Lampiran 3. Jumlah individu hasil permudaan buatan berdasarkan stratifikasi.................30
Lampiran 4. Dokumentasi kegiatan....................................................................................31
Lampiran 5. Dokumentasi tanaman di plot tanam..............................................................34

4
Laju Pertumbuhan Suksesi Alami dan Pemulihan di Lahan Pasca
Kebakaran Hutan Akibat Perambahan Hutan

Oleh
Rohmat Eko
Santoso1
Elva Gemita2

ABSTRAK
Kebakaran yang terjadi di PT REKI terdapat unsur kesengajaan dari
kelompok perambah hutan ilegal yang menguasai lahan untuk membuka lahan.
Kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 2019 di areal Sungai Jerat dengan
luasan 4.200 ha. Menyikapi situasi tersebut, manajemen PT REKI meminta
bantuan kepada para pihak yang lebih luas yakni kepada Tim Terpadu
Penanganan Karhutla Kabupaten Batang Hari untuk memperoleh dukungan
penanganan kebakaran. PT REKI mengambil alih lahan (reclaim) yang telah
dirambah dan sudah melaksanakan penanaman pohon seluas 114 ha.
Tujuan dari kegiatan ini adalah regenerasi permudaan setelah terjadinya
kebakaran hutan. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kelola PT REKI yang
distratifikasikan menjadi 3 (tiga) berdasarkan jarak dengan pohon induk yaitu dekat
(0-100m), sedang (100-200m), dan jauh (200-300m) dengan total plot sebanyak 36
plot berukuran 50m x 50m. Terdapat dua perlakuan yaitu tanam dan kontrol.
Metode analisis data berupa analisis kuantitatif deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permudaan buatan dilakukan dengan
memperbanyak jenis klimaks diharapkan dapat membatu regenerasi untuk
mencapai suksesi klimaks. Jenis yang memiliki pertumbuhan paling baik adalah
balam merah (Palaquium gutta), meranti sapat (Hopea sangal), dan tembesu
(Fragraea gigantea). Permudaan alami dapat berlangsung dibuktikan dengan
ditemukan kelompok jenis pioner dan klimaks pada plot dengan perlakuan kontrol.
Jenis pioner mendominasi yang terdiri dari jenis bedih (Balakata baccata), pulai
(Alstonia scholaris), dan setepung (Callicarpa pentandra). Jarak dengan pohon
induk mempengaruhi regenerasi permudaan alami yang ditandai dengan jumlah
individu kelompok jenis pioner paling banyak, dengan jarak dengan pohon induk
paling dekat memiliki persentase hidup dan pertumbuhan tanaman paling tinggi.
Kondisi lahan terbuka masih didominasi oleh semak belukar yang berisi jenis
mahang dan ilalang.
Kata kunci: permudaan alami, permudaan buatan, klimaks, pioner

1
Staff Flora Departemen ERD PT REKI
2
Manager Departemen ERD PT REKI
5
PENDAHULUAN
Kebakaran merupakan masalah serius yang dihadapi dalam pengelolaan
kawasan hutan. Kebakaran hutan menimbulkan dampak dari segi ekologi,
ekonomi, bahkan secara politik. Dari segi ekologi, kebakaran hutan menyebabkan
berkurangnya keanekaragaman jenis flora dan fauna sebagai sumber plasma
nutfah, kualitas tanah yang semakin menurun, berubahnya fungsi hidrologis hutan
serta pemanasan global. Secara ekonomi, kebakaran hutan menimbulkan
kerugian berupa rusak dan hilangnya sumberdaya hutan, penurunan potensi hasil
hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Kerugian lain yaitu secara politis berupa
polusi asap yang mengganggu lingkungan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga
dirasakan di negara-negara tetangga.
Kebakaran yang terjadi di PT REKI terdapat unsur kesengajaan dari
kelompok masyarakat pendatang/perambah ilegal yang menguasai lahan untuk
membuka lahan. Kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 2019 di areal Sungai
Jerat dengan luasan 4.200 ha. Akibat adanya kebakaran hutan ini mengakibatkan
berkurangnya jenis flora dan fauna karena mati terbakar, menurunnya kualitas
tanah dan hidrologi, berkurangnya potensi hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan
kayu, sebagai contoh hilangnya pohon inang bagi lebah sialang sehingga
ketersediaan madu alam menurun. Dengan bantuan tim terpadu penanganan
karhutla Kabupaten Batang Hari, manajemen berhasil mengambil alih lahan yang
telah dirambah dan sudah melaksanakan penanaman pohon seluas 114 ha.
Selain dengan penanaman, upaya lain yang dilakukan oleh PT REKI adalah
melakukan perlindungan terhadap kawasan yang sudah direklaim untuk menjaga
pertumbuhan dari suksesi alami. Oleh karena itu, PT REKI melakukan penelitian
mengenai laju pertumbuhan regenerasi suksesi alami dan pemulihan secara
buatan yaitu penanaman sehingga dapat dilihat keberhasilan dari suksesi alami
dan penanaman yang dilakukan. Tujuan dari kegiatan ini adalah mengetahui
keanekaragaman hayati dan potensi permudaan setelah adanya kebakaran hutan.
Hasil dari kajian ini diharapkan mampu dijadikan acuan untuk menentukan
langkah rehabilitasi dan restorasi. Selain itu,
6
hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan yang terkait dengan restorasi dan sumber
informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai restorasi ekosistem
hutan.

7
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kebakaran Hutan


Kebakaran liar, atau juga kebakaran hutan, kebakaran vegetasi, kebakaran
rumput, atau kebakaran semak, adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam
liar, tetapi dapat juga memusnahkan rumah-rumah atau sumber daya pertanian.
Penyebab umum termasuk petir, kecerobohan manusia, dan pembakaran. Musim
kemarau dan pencegahan kebakaran hutan kecil adalah penyebab utama
kebakaran hutan besar.
Kebakaran hutan dalam bahasa Inggris berarti "api liar" yang berasal dari
sebuah sinonim dari Api Yunani, sebuah bahan seperti-napalm yang digunakan di
Eropa Pertengahan sebagai senjata maritim.
Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata dasar
yang sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran indentik dengan
kejadian yang tidak disengaja sedangkan pembakaran identik dengan kejadian
yang sengaja diinginkan tetapi tindakan pembakaran dapat juga menimbulkan
terjadinya suatu kebakaran. Penggunaan istilah kebakaran hutan dengan
pembakaran terkendali merupakan suatu istilah yang berbeda. Penggunaan
istilah ini sering kali mengakibatkan timbulnya persepsi yang salah terhadap
dampak yang ditimbulkannya.
Kebakaran hutan adalah “Suatu keadaan dimana hutan dilanda api
sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang
menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan.”1
Adapun definisi oleh pakar kehutanan, Saharjo B.H bahwa kebakaran hutan
adalah “Pembakaran yang penjalaran apinya bebas serta mengkonsumsi bahan
bakar alam dari hutan seperti serasah, rumput, ranting/cabang pohon mati yang
tetap berdiri, log, tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedaunan dan pohon-
pohon.”2

1
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-II/2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan
8
Dapat dijabarkan definisi dari kebakaran hutan adalah terkabakarnya
pepohonon, rumput dan sejenisnya didalam hutan baik yang disengaja ataupun
tidak disengaja sehingga menimbulkan kerusakan ekosistem yang berdampak
kurangnya produksi oksigen dan terjadinya pemanasan suhu serta mengecilkan
atau menghilangkan lingkungan bagi hewan yang hidup didalam hutan.

B. Jenis Kebakaran Hutan


Jenis Kebakaran Hutan dikategorikan menjadi tiga tipe, yaitu Surface
Fire, Crown Fire dan Ground Fire. Atau dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Surface Fire (Kebakaran Permukaan)

Kebakaran permukaan mengkonsumsi bahan bakar yang terdapat di


lantai hutan, baik berupa serasah, jatuhan ranting, dolok-dolok yang
bergelimpangan di lantai hutan, tumbuhan bawah, dan sebagainya yang
berada di bawah tajuk pohon dan di atas permukaan tanah.
b. Crown Fire (Kebakaran Tajuk)

Jenis lain kebakaran hutan adalah Crown Fire di mana mahkota


pohon dan semak terbakar, seringkali ditopang oleh api permukaan. Api
mahkota terutama sangat berbahaya di hutan jenis konifera karena bahan
resinous diberikan dari pembakaran kayu membakar marah. Pada lereng
bukit, jika api mulai menurun, menyebar dengan cepat seperti udara
dipanaskan berdekatan dengan lereng cenderung mengalir ke atas lereng
penyebaran api bersama dengan itu. Jika api mulai menanjak, ada
kemungkinan kurang dari itu menyebar ke bawah.
c. Ground Fire (Kebakaran Bawah)

Kebakaran ini biasanya berkombinasi dengan kebakaran permukaan,


kebakaran yang terjadi dipermukaan akan merambat mengkonsumsi bahan
bakar berupa material organik yang terdapat di bawah permukaan
tanah/lantai hutan melalui pori-pori tanah atau akar pohon sehingga kadang

2
Saharjo, B.H. 2003. Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Yang Lestari Perlukah Dilakukan. Departemen
Silvikultur. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
9
hanyai dijumpai asap putih yang keluar dari permukaan tanah. Kebakaran ini
umum terjadi pada lahan gambut.
C. Penyebab Terjadinya Kebakaran
Kebakaran hutan terjadi bukan dikarenakan illegal loging saja, tetapi sangat
banyak penyebabnya mulai dari faktor alam sampai yang disebabkan oleh
manusia. Berikut uraian penyebab terjadinya kebakaran hutan.

D. Factor ulah tangan dan kecerobohan manusia


a. Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-
pindah. Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di
kawasan hutan dimana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara
pembakaran karena cepat, murah dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk
perladangan tersebut umumnya sangat terbatas dan terkendali karena telah
mengikuti aturan turun temurun (Dove, 1988). Kebakaran liar mungkin terjadi
karena kegiatan perladangan hanya sebagai kamuflasa dari penebang liar
yang memanfaatkan jalan HPH dan berada di kawasan HPH.

b. Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) untuk
insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.

c. Pembukaan hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk


pengembangan tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup areal
yang cukup luas. Metoda pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan
pembakaran merupakan alternatif pembukaan lahan yang paling murah,
mudah dan cepat. Namun metoda ini sering berakibat kebakaran tidak hanya
terbatas pada areal yang disiapkan untuk pengembangan tanaman industri
atau perkebunan, tetapi meluas ke hutan lindung, hutan produksi dan lahan
lainnya.

d. Kecerobohan dengan merokok dan membuang puntung rokok di hutan Sikap


waspada di hutan dengan tidak menyalakan sumber api sembarangan sangat

10
di perlukan, karena menghindari terjadinya sambaran api dari sumber api ke
dedaunan atau kayu kering yang ada dihutan.

e. Bara api yang tidak dipadamkan secara benar-benar padam dapat tertiup
udara bebas dan akhirnya menimbulkan nyala api yang lebih besar dan
menyambar ke dedaunan atau kayu kering yang ada dihutan.

11
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Jerat dan dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Peta kerja lokasi pengamatan

Waktu pelaksanaan penelitian ini dibagi menjadi beberapa kegiatan:


1. Groundchek penentuan lokasi yang dijadikan plot penelitian pada bulan April 2020,
2. Pembuatan plot dan pengamatan pertama pada bulan Mei-Juni 2020, dan
3. Perawatan tanaman dan pengamatan kedua dilakukan pada bulan Juni-Agustus
2021.

12
Tahap penelitian ini dibedakan menjadi tiga tahapan yaitu tahap pra-
lapangan, tahap lapangan, dan tahap pasca-lapangan. Tahap pra lapangan
merupakan penentuan metode, rancangan penelitian, dan penentuan lokasi
penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Stratifikasi yang digunakan adalah membagi lokasi penelitian menjadi tiga
lokasi berdasarkan stratifikasi jarak dengan pohon induk (hutan dengan kondisi
bagus) yaitu jarak dekat (0-100 meter), jarak sedang (100-200 meter), dan jarak
jauh (>200 meter). Kemudian dalam masing-masing stratifikasi kebakaran
dilakukan dua perlakuan yaitu tanam dan kontrol. Perlakuan tanam untuk
mengetahui tingkat regenerasi dan pertumbuhan secara buatan dan perlakuan
kontrol untuk mengetahui tingkat regenerasi dan pertumbuhan secara alami.
Ukuran plot yang digunakan adala 50x50 meter. Perlakuan tanam menerapkan
jarak tanam 10x10 meter dengan jenis tanaman alami dan hhbk sehingga dalam 1
plot terdapat 25 tanaman. Kemudian dalam perlakuan kontrol dilakukan dengan
pembuatan jalur sebanyak 5 jalur. Replikasi yang dibuat untuk masing-masing
stratifikasi adalah 6 kali untuk masing-masing perlakuan sehingga total plot
sebanyak 36 plot. Ilustrasi plot dengan perlakuan tanam dan perlakuan kontrol
dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 3.Gambaran plot dengan perlakuan tanam (A) dan perlakuan kontrol (B)
13
Tahap lapangan yaitu tahap pengambilan data yang diawali dengan
pembuatan plot sesuai dengan metode yang diterapkan. Pengambilan data di
tingkat semai dan pancang berupa jumlah, diameter, tinggi, dan jenis tumbuhan
untuk perlakuan kontrol. Sedangkan untuk perlakuan tanam dilakukan penanaman
sesuai dengan metode yang diterapkan kemudian dilakukan pendataan diameter
dan tinggi tanaman serta mencatat tanaman dengan permudaan alami yang
ditemukan dalam plot. Tahap pasca lapangan merupakan kegiatan menganalisa
komposisi dan struktur jenis dan laju pertumbuhan. Komposisi dan struktur
tegakan dilakukan dengan analisis deskriptif. Kemudian laju pertumbuhan dihitung
dengan persentase tanaman hidup, persentase tanaman mati, dan pertumbuhan
diameter dan tinggi tanaman.

14
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Komposisi Jenis Plot Tanam (Pengayaan Buatan)
Penerapan metode permudaan buatan dengan cara perlakuan tanam
dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Jumlah permudaan buatan dengan cara perlakuan tanam


Gambar 4 menunjukkan jenis tanaman dan jumlah yang ditanam untuk
kegiatan permudaan buatan. Permudaan buatan ini dilakukan dengan 2 jenis yaitu
jenis kayu alam dan jenis hhbk. Jenis kayu alam terdiri dari balam merah
(Palaquium gutta), bulian (Eusideroxylon zwageri), keruing (Dipterocarpus
hasseltii), meranti sapat (Hopea sangal), merawan (Hopea mengarawan), merbau
(Intsia palembanica), merpayang (Scaphium macropodum), dan tembesu
(Fragraea gigantea). Sedangkan jenis hhbk terdiri dari jenis durian (Durio
zibethinus), jengkol, petai (Parkia speciosa), gaharu (Aquilaria malaccensis), dan
jelutung (Dyera costulata). Jumlah tanaman yang ditanam sebanyak 450 individu
dengan rincian kelompok jenis alami sebanyak 213 individu dan kelompok jenis
hhbk sebanyak 237 individu. Permudaan buatan dilakukan dengan jumlah hhbk
lebih banyak
15
diharapkan mampu memberikan rekomendasi jenis kayu alam yang mampu
memberikan hasil selain kayu baik berupa buah maupun getahnya. Kemudian
untuk kelompok jenis pioner sebanyak 37 individu jenis jengkol dan 52 individu
jenis gaharu. Sedangkan untuk kelompok jenis klimaks yang merupakan jenis
selain jengkol sebanyak 361 individu. Permudaan buatan dilakukan dengan
memperbanyak jenis klimaks diharapkan dapat membatu regenerasi untuk
mencapai suksesi klimaks.

Gambar 5. Persentase hidup dan mati tanaman untuk perlakuan tanam


Pada gambar 4 juga dapat dilihat tanaman yang hidup pada tahun kedua
pengamatan yang dilakukan pada tahun 2021. Berdasarkan hasil tersebut jumlah
tanaman yang masih hdup adalah sebanyak 320 individu atau 71% dari tanaman
dari tahun pertama. Jumlah kelompok jenis kayu alami yang masih hidup sebanyak
173 individu dan kelompok jenis hhbk sebanyak 147 individu. Dari gambar 5
kelompok jenis kayu alami yang memiliki pertahanan untuk tetap hidup adalah jenis
merpayang (92%), meranti sapat (93%), merbau (88%), merawan (89%), dan
balam merah (87%), semua jenis tersebut memiliki persentase hidup lebih dari
80%. Kemudian untuk jenis pioner memiliki

16
persentase hidup di bawah 70% yang menunjukkan pertahanan dan kemampuan
adaptasi lingkungan rendah.

Gambar 6. Pertumbuhan diameter untuk perlakuan tanam

Gambar 7. Pertumbuhan tinggi untuk perlakuan tanam

17
Berdasarkan gambar 6 dan gambar 7 dapat dilihat nilai pertumbuhan
diameter dan tinggi untuk perlakuan tanam. 4 jenis tanaman yang memiliki
pertumbuhan diameter paling besar mengalami pertumbuhan lebih dari jelutung
(0,82 cm/tahun), balam merah (0,78 cm/tahun), dan meranti sapat (0,75
cm/tahu0,7 cm/tahun. Rincian jenis tanaman tersebut adalah jenis tembesu (1,13
cm/tahun), n). Sedangkan 4 jenis tanaman yang memiliki pertumbuhan tinggi
paling besar mengalami pertumbuhan lebih dari 80 cm/tahun. Rincian jenis
tanaman tersebut adalah jenis merawan (102 cm/tahun), balam merah (88
cm/tahun), meranti sapat (87 cm/tahun), dan meranti sapat (81 cm/tahun). Dari
ketiga hasil parameter tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 jenis yang
mampu hidup dan tumbuh optimal adalah jenis balam merah, meranti sapat, dan
tembesu.
Perbedaan nilai tersebut dipengaruhi adanya persaingan hidup dan tumbuh
dengan semak belukar dan ilalang yang mencapai 2 meter sehingga menggurangi
intensitas cahaya untuk tanaman yang ditanam. Selain itu,pertumbuhan juga
dipengaruhi kondisi soil tanah yang tipis akibat kebakaran sehingga unsur hara
yang dibutuhkan tanaman kurang, dan persediaan air yang kurang bagi tanaman.

B. Komposisi Jenis Plot Kontrol (Suksesi Alami)


Ketiga kondisi dengan stratifikasi jarak pohon induk tersebut yang memiliki
karakteristik yang berbeda. Perbedaan tersebut akan menciptakan susunan
komposisi jenis hasil suksesi alami yang berbeda. Dalam penelitian ini terbagi
menjadi dua kelompok jenis yaitu pioner dan klimaks. Komposisi jenis pionir dan
klimaks hasil suksei alami dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 8 dan gambar 9 merupakan data pengamatan pada tahun pertama
setelah kebakaran yaitu tahun 2020. Pada gambar 8 dapat dilihat bahwa jumlah
jenis untuk kelompok jenis klimaks paling besar pada jarak lebih dari 200 meter
dan kelompok jenis pioner paling besar pada jarak 100-200 meter. Hal tersebut
menandakan bahwa ada beberapa indukan pada jarak >200 yang telah mati
terbakar kebakaran sehingga

18
keberadaan pohon induk akan berdampak pada jenis yang tumbuh setelah
beberapa tahun pasca kebakaran. Kemudian faktor lain yang mempengaruhi
adalah keberadaan pohon induk merupakan jenis pioner sehingga lebih banyak
jeni pioner yang tumbuh dibandingkan jenis klimaks.

Gambar 8. Jumlah jenis berdasarkan kelompok jenis untuk permudaan alami

Gambar 9. Jumlah individu berdasarkan kelompok jenis untuk permudaan alami

19
Berdasarkan gambar 8 kelompok jenis pioner jumlah individu lebih
mendominasi dibandingkan dengan jenis klimaks. Hal tersebut menandakan
bahwa lahan masih berusaha beradaptasi dan menciptakan suksesi yang diawali
dengan jenis pioner. Kemudian jumlah jenis pioner paling besar pada jarak 0-100
meter dan pada jarak 100-200 meter dan >200 meter jumlah individu jenis pioner
tidak berbeda jauh. Hal tersebut menandakan bahwa jarak dengan pohon induk
mempengaruhi regenerasi permudaan alami.
Gambar 9 menunjukkan jenis dan jumlah tanaman hasil suksesi alami yang
dalam penelitian ini dijadikan plot kontrol. Dari plot kontrol ini, untuk
mempermudah identifikasi maka jenis yang ditemukan dibedakan menjadi
kelompok jenis klimaks dan kelompok jenis pioner. Kelompok jenis klimaks terdiri
dari 17 jenis yaitu bidang (Artocarpus kemando), kayu biawak (Popowia
pisocarpa), kelat (Syzygium sp.), kelat merah (Syzygium laxiflorum), kelapa tupai
(Porterandia anisophylla), putat (Barringtonia macrostachya), sempagar
(Ixonanthes icosandra), serkit (Gonocaryum gracile), medang (Beilschmiedia
madang), terap (Artocarpus elasticus), berumbung (Pertusadina multifolia),
medang telur (Alseodaphne malabonga), kedondong (Canarium patentinervium),
medang jahe (Terminalia foetidissima), ramanas (Nephelium uncinatum),
rambutan (Nephelium lappaceum), dan siluk (Gironniera hirta). Sedangkan
kelompok jenis pioner 14 jenis yaitu bedih (Balakata baccata), berkum (Ficus
variegata), jambu eropa (Bellucia pentamera), kayu bangun (Melicope latifolia),
mahang putih (Macaranga conifera), meli-meli (Leea indica), perkat (Macaranga
gigantea), pulai (Alstonia scholaris), setepung (Callicarpa pentandra), simpur
(Dillenia ovata), balik angin (Mallotus paniculatus), jabon (Neolamarckia
cadamba), semubi (Pternandra cordata), dan sendok-sendok (Endospermum
diadenum). Kemudian untuk jumlah individu yang paling mendominasi adalah
kelompok jenis pioner yang terdiri dari jambu eropa (tahun 1=45 individu & tahun
2=35 individu), bedih (tahun 1=79 individu & tahun 2=57 individu), berkum (tahun
1=74 individu & tahun 2=57 individu), pulai (tahun 1=88 individu & tahun 2=73
individu), dan perkat (tahun 1=29 individu & tahun 2=26 individu). Keempat jenis

20
tersebut mendominasi

21
dikarenakan ditemukan di setiap plot dan jarak dari pohon induk dan jumlahnya
yang paling dominan.

22
Gambar 10. Jumlah permudaan alami hasil suksesi alami

18
Gambar 11. Persentase hidup dan mati di plot perlakuan kontrol

19
Kelompok jenis pioner memiliki persentase hidup lebih dari 70% untuk semua
jenis kecuali jenis jabon. Jenis jabon ditemukan mati total pada pengamatan
kedua. Hal tersebut tidak menjadi masalah karena jenis jabon bukan merupakan
jenis asli dari hamparan lanskap Hutan Harapan seperti jenis jambu eropa.
Kemudian untuk jenis klimaks dikarenakan jumlah individu yang ditemukan di
lapangan sedikit dan mampu bertahan hidup sehingga nilai persentase hidupnya
tergolong tinggi.
Berdasarkan gambar 12 dan gambar 13 dapat dilihat nilai pertumbuhan
diameter dan tinggi untuk perlakuan kontrol. 3 jenis yang terdiri dari bidang, kelat,
dan medang merupakan jenis yang baru ditemukan pada pengamatan kedua
sehingga belum mengalami pertumbuhan diameter dan tinggi. Terdapat 3 jenis
tanaman yang memiliki pertumbuhan diameter paling besar mengalami
pertumbuhan lebih dari 2 cm/tahun. Rincian jenis tanaman tersebut adalah jenis
bedih (2,64 cm/tahun), pulai (2,57 cm/tahun), dan setepung (2,07 cm/tahun).
Sedangkan 4 jenis tanaman yang memiliki pertumbuhan tinggi paling besar
mengalami pertumbuhan lebih dari 175 cm/tahun. Rincian jenis tanaman tersebut
adalah jenis berkum (185 cm/tahun), berumbung (178 cm/tahun), jengkol (177
cm/tahun), dan siluk (190 cm/tahun). Dari ketiga hasil parameter tersebut dapat
disimpulkan bahwa terdapat 3 jenis yang mampu hidup dan tumbuh optimal adalah
jenis kelompok pioner yaitu bedih, berkum, setepung, dan pulai.

20
Gambar 12. Pertumbuhan diameter untuk perlakuan
kontrol

21
Gambar 13. Pertumbuhan tinggi untuk perlakuan
kontrol

22
C. Laju Pertumbuhan Tanaman

Gambar 14. Pertumbuhan diameter berdasarkan stratifikasi jarak pohon


induk

Gambar 15. Pertumbuhan tinggi berdasarkan stratifikasi jarak pohon induk


Berdasarkan gambar 14 dan gambar 15 dapat dilihat nilai pertumbuhan
diameter dan tinggi untuk masing-masing stratifikasi berdasarkan jarak dengan
pohon induk di
23
perlakuan tanam dan kontrol. Pertumbuhan diameter dan tinggi perlakuan kontrol
lebih besar dibandingkan dengan perlakuan tanam. Pertumbuhan diameter di
perlakuan tanam memiliki nilai lebih dari 0,5 cm/tahun sedangkan untuk perlakuan
kontrol lebih dari 1,3 cm/tahun. Kemudian pertumbuhan diameter di perlakuan
tanam memiliki nilai lebih dari 42 cm/tahun sedangkan untuk perlakuan kontrol
lebih dari 110 cm/tahun. Pertumbuhan diameter dan tinggi untuk jarak 200-300
meter dari pohon induk memiliki nilai yang paling kecil di semua perlakuan karena,
semakin jauh jarak dengan pohon induk maka tidak ada jenis tumbuhan yang
hidup kecuali ilalang. Pertumbuhan ilalang yang cepat dan tinggi ilalang (2 meter)
menghambat sinar matahari untuk sampai ke tanaman lain dan dikarenakan
ilalang memiliki akar serabut yang kuat maka tanaman lain akan kalah bersaing
untuk memperebutkan unsur hara. Perbedaan nilai tersebut dipengaruhi adanya
jumlah tanaman yang ditemukan saat dilakukan pendataan, tanaman yang mati,
tanaman yang patah karena binatang, dan adanya tunas di tanaman setelah
patah. Pertumbuhan jenis dengan perlakuan kontrol lebih besar dikarenakan
tanaman yang berasal dari hasil permudaan alami lebih bisa beradaptasi dan
bersaing dengan tanaman dominansi tutupan hutan. Adanya weeding/pembersihan
dan pembebasan dapat memberikan ruang bagi tanaman untuk meningkatkan
pertumbuhan diameter dan tinggi.
Persentase hidup tanaman merupakan jumlah tanaman yang hidup diakhir
periode dibandingkan dengan jumlah tanaman diawal periode. Persentase
kematian tanaman merupakan jumlah tanaman yang mati diakhir periode
dibandingkan dengan jumlah tanaman diawal periode. Berdasarkan gambar 16
dan gambar 17 dapat dilihat persentase hidup tanaman perlakuan kontrol lebih
besar dibandingkan dengan perlakuan tanam. Persentase hidup di perlakuan
tanam memiliki nilai di bawah 75% sedangkan untuk perlakuan kontrol lebih dari
73%. Kemudian persentase tanaman mati di perlakuan tanam memiliki nilai lebih
dari 25% sedangkan untuk perlakuan kontrol kurang dari 27%. Persentase hidup
tanaman dipengaruhi oelh persaingan dengan kondisi yang ada di lapangan yang
didominasi oleh semak belukar dan ilalang.

24
Gambar 16. Persentase hidup dan mati berdasarkan stratifikasi jarak pohon
induk perlakuan kontrol

Gambar 17. Persentase hidup dan mati berdasarkan stratifikasi jarak pohon
induk perlakuan tanam

25
D. Kondisi Lahan
Tabel 1. Kondisi lahan pada lokasi pengamatan

Stratifikasi Karakteristik
CASM
Capability Availability Suitablity Manageability
Jarak 0-100  Lokasi di blok T  Lahan merupakan  Jarak dari hutan yang  Lahan yang dijadikan plot
meter dari  Jenis tanah latosol reklaim lahan bekas masih masuk dalam zona lindung
pohon  Curah hujan kebakaran akibat bagus 1-100 meter  Aksesibilitas mudah
induk 2.500- perambahan di  Didominasi oleh semak dekat dengan jalan
3.000mm/tahu Sungai Jerat belukar dengan jenis utama Basecamp-
n  Terdapat di blok T mahang (tinggi ≤ 2 meter) Sungai Jerat
Jarak 100-  Kelerengan 0-20%  Di masing-masing  Jarak dari hutan yang  Penyemprotan
200 meter  Terdapat stratifikasi dibuat 12 masih herbisida untuk
dari pohon sumber air yaitu kali ulangan dengan 6 bagus 100-200 meter pengendalian gulma
induk Danau Jerat plot tanam (1,5 ha)  Didominasi oleh semak
 Tidak ada bangunan dan 6 plot kontrol (1,5 belukar dengan jenis
KTA ha) mahang dan ilalang
 Solum tanah tipis  Dekat dengan
Jarak 200-  Jarak dari hutan yang
pos patroli
300 meter  Suhu rata-rata masih bagus 200-300
Sungai jerat
dari pohon harian 25-32°C meter Didominasi oleh
induk semak
ilalang (tinggi ≤2 meter)

26
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Permudaan buatan dilakukan dengan memperbanyak jenis klimaks
diharapkan dapat membatu regenerasi untuk mencapai suksesi klimaks.
Jenis yang memiliki pertumbuhan paling baik adalah balam merah
(Palaquium gutta), meranti sapat (Hopea sangal), dan tembesu (Fragraea
gigantea).

2. Permudaan alami dapat berlangsung dibuktikan dengan ditemukan


kelompok jenis pioner dan klimaks pada plot dengan perlakuan kontrol.
Jenis pioner mendominasi yang terdiri dari jenis bedih (Balakata baccata),
pulai (Alstonia scholaris), dan setepung (Callicarpa pentandra)

setepung (Callicarpa pentandra).


Jarak dengan pohon induk mempengaruhi regenerasi permudaan alami yang ditandai dengan jumla
Kondisi lahan terbuka masih didominasi oleh semak belukar yang berisi jenis mahang dan ilalang.

27
a. Saran
Dalam mengantisipasi dan mengurangi kejadian kebakaran hutan, maka perlu tindak
nyata pada semua pihak terkait/stakeholder secara jelas, pasti dan cepat sehingga
degradasi lingkungan dan hutan dapat diatasi. Hal ini dapat melalui jalan pendekatan
dengan berbagai metode pada semua pelaku peran baik dari lembaga pemerintah
sebagai pihak yang merupakan produk izin, pengusaha yang bergerak dalam kegiatan ini,
masyarakat sebagai peran lainnya, tenaga ahli yang memahami teori dengan benar dan
pihak-pihak pengamat yang membantu meluruskan adanya kekeliruan dalam hal ini
lembaga swadaya masyarakat baik lokal maupun internasional, perguruan tinggi dan
sebagainya.

28
DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, Wahyu Catur. 2009. Bagaimana Kebakaran Hutan Terjadi. Bogor: Paper

MK Kebakaran Hutan.

Adinugroho, Wahyu Catur dan INN Suryadiputra. 2003. Kebakaran Hutan dan Lahan.

Bogor: Seri Pengelolaan Hutan dan Lahan Gambut.

Tacconi, Luca. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya dan Implikasi

Kebijakan. Bogor: Center For International Forestry Research (CIFOR). Paper.

Yuwono, Arief. 2014. Penanganan Kasus Dan Upaya Pengendalian Kebakaran Hutan

Dan Lahan (KARHUTLA) KLH. Diakese pada tanggal 9 Juni 2015,

darihttp://www.menlh.go.id/penanganan-kasus-dan-upaya-pengendalian-

kebakaran-hutan-dan-lahan-krhutla-klh/

http://air.bappenas.go.id/main/doc/pdf/yang_telah_disahkan/

UU_41_1999_KEHUTAAN.html

http://indonesianforest.com/frameset.php

http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/lingkungan/10/11/04/144702-luas-

kebakaran-hutan-di-indonesia-menurun

29
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jumlah individu berdasarkan kelompok jenis
Kelompok jenis klimaks Kelompok jenis pioner
Jumla Jumlah
Jeni h Jeni
s s
2020 2021 2020 2021
Kontrol
Berumbung 3 3 Balik angin 1 1
Bidang 0 1 Bedih 79 57
Jelutung 1 1 Berkum 74 57
Kayu biawak 1 1 Jabon 3 0
Kedondong 1 0 Jambu eropa 45 35
Kelapa tupai 5 6 Jengkol 3 3
Kelat 0 1 Kayu bangun 7 5
Kelat merah 2 2 Mahang putih 13 11
Medang jahe 1 1 Meli-meli 8 7
Medang sp 0 1 Perkat 29 26
Medang telor 2 2 Pulai 88 73
Putat 18 13 Semubi 1 1
Ramanas 3 0 Sendok-sendok 1 1
Rambutan 1 1 Setepung 26 20
Sempagar 6 5 Simpur 9 9
Serkit 19 16
Siluk 2 3
Tembesu 5 5
Terap 17 11
Tanam
Balam merah (A) 23 20 Jengkol (H) 37 19
Bulian (A) 50 37 Gaharu (H) 52 34
Durian (H) 53 34
Jelutung (H) 50 36
Keruing (A) 14 9
Meranti sapat (A) 30 28
Merawan (A) 18 16
Merbau (A) 17 15
Merpayang (A) 12 11
Petai (H) 45 24
Tembesu (A) 49 37

Keterangan
A : jenis tanaman
alami H : jenis
tanaman hhbk

30
Lampiran 2. Jumlah individu hasil suksesi alami berdasarkan stratifikasi
Klimaks Pioner
Perlakuan 0-100 100-200 200-300 0-100 100-200 200-300
2020 2021 2020 2021 2020 2021 2020 2021 2020 2021 2020 2021
Kontrol 19 19 26 20 42 28 171 135 104 96 112 83
Balik angin 1 1
Bedih 44 24 22 20 13 12
Berkum 41 35 13 9 20 13
Berumbung 1 2 3
Bidang 1
Jabon 3
Jambu eropa 20 17 7 7 18 11
Jelutung 1 1
Jengkol 3 3
Kayu bangun 2 2 4 2 1 1
Kayu biawak 1 1
Kedondong 1
Kelapa tupai 1 1 1 4 4
Kelat 1
Kelat merah 1 1 1 1
Mahang putih 5 4 3 3 5 4
Medang jahe 1 1
Medang sp 1
Medang telor 1 1 1 1
Meli-meli 7 6 1 1
Perkat 9 8 10 9 10 9
Pulai 35 29 29 29 24 15
Putat 4 4 8 6 6 3
Ramanas 3
Rambutan 1 1
Sempagar 3 2 3 3
Semubi 1 1
Sendok-sendok 1 1
Serkit 6 6 9 8 4 2
Setepung 5 4 9 9 12 7
Siluk 1 2 2
Simpur 3 3 2 2 4 4
Tembesu 5 5
Terap 3 3 4 4 10 4
Total 19 20 26 24 42 29 171 132 104 92 112 81

31
Lampiran 3. Jumlah individu hasil permudaan buatan berdasarkan stratifikasi
0-100 100-200 200-300 Total Total
Jenis n
N N N N N N n
Tanaman 2020
2020 2021 2020 2021 2020 2021 2021
Balam merah 20 17 3 3 23 20
Bulian 21 16 17 13 12 8 50 37
Durian 8 6 22 13 23 15 53 34
Gaharu 12 7 15 9 25 18 52 34
Jelutung 16 14 16 9 18 13 50 36
Jengkol 5 3 13 6 19 10 37 19
Keruing 6 3 8 6 14 9
Meranti sapat 18 18 8 7 4 3 30 28
Merawan 14 13 4 3 18 16
Merbau 4 3 7 6 6 6 17 15
Merpayang 9 9 3 2 12 11
Petai 11 5 17 12 17 7 45 24
Tembesu 12 7 19 14 18 16 49 37
Total 150 118 150 100 150 102 450 320

32
Lampiran 4. Dokumentasi kegiatan
Kegiatan Dokumenta
si
Pembuatan jalur

Pemasangan
patok

Pembuatan
piringan

Pengukuran
tanaman

33
Lampiran 5. Dokumentasi tanaman dalam plot
Dokumenta Dokumenta Dokumenta Dokumentasi Dokumenta
si si si si

Balam Jelutung Merpayang Gaharu Merbau

Bulian Jengkol Petai Durian Merawan

Cengal Keruing Tembesu Kelapa Tupai Pulai

34

Anda mungkin juga menyukai