Disusun oleh:
Dosen Pengampu:
JURUSAN GIZI
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penyusunan Makalah Penyajian dan
Inttervensi Data Penyakit Pekanbaru 2019 ini dapat terselesaikan dengan baik
tanpa kendala. Maksud dan tujuan penyusunan ini adalah untuk melengkapi tugas
dalam mata kuliah Epidiomologi.
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
Daftar Isi…..…………………………………………………………………………..…….. 3
Daftar Tabel….………………………………………………………………………….….. 4
BAB II PEMBAHASAN………………………………………….…………………..……...8
2.1 Penyajian Dan Intervensi Data Penyakit Di Pekanbaru Pada Tahun 2019………………..7
2.2 Analisis Dan Interpretasi Data Dalam Surveilans Penyakit Pekanbaru 2019……………..9
3.2 Saran………….……………………………………………………………………..……21
3
DAFTAR TABEL
Tabel 3 : Grafik jenis penyakit dan jumlah penduduk di pekanbaru tahun 2019 …….…….8
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus
menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang
mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar
dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan.(Hamsinar, 2019)
Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya
pemberantasan penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan pada
setiap upaya kesehatan masyarakat, baik upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular, maupun terhadap upaya kesehatan lainnya.(Hamsinar, 2019)
Pelaporan Penyakit Menular hanya salah satu bagian saja namun yang paling penting
dari suatu system surveilans kesehatan masyarakat. Bertambahnya jumlah penduduk dan
“overcrowding” mempercepat terjadinya penularan penyakit dari orang ke orang. Faktor
pertumbuhan dan mobilitas penduduk ini juga memperngaruhi perubahan gambaran
Epidemiologis serta virulensi dari penyakit menular tertentu. (Hamsinar, 2019)
Perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah baru yang mempunyai ekologi lain
membawa konsekuensi orang-orang yang pindah tersebut mengalami kontak dengan agen
penyakit tertentu yang dapat menimbulkan masalah penyakit baru. Apapun jenis
penyakitnya, apakah dia penyakit yang sangat prevalens di suatu wilayah ataukah penyakit
yang baru muncul ataupun penyakit yang digunakan dalam bioteririsme, yang paliang
penting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan adalah mengenal dan
mengidentifikasinnya sedini mungkin. Untuk mencapai tujuan tersebut maka system
surveilans yang tertata rapi sangat diperlukan.(Hamsinar, 2019)
Surveilans kesehatan masyarakat merupakan instrumen penting untuk mencegah
outbreak penyakit dan mengembangkan respons segera ketika penyakit mulai menyebar.
Informasi dari surveilans juga penting bagi kementerian kesehatan, kementerian keuangan,
dan donor/stakeholder, untuk memonitor sejauh mana populasi telah terlayani dengan baik.
Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa. Surveilans dilakukan secara
terus menerus tanpa terputus (kontinu), sedang pemantauan dilakukan intermiten atau
5
episodik. Dengan mengamati secara terus-menerus dan sistematis maka
perubahanperubahan kecenderungan penyakit dan faktor yang mempengaruhinya dapat
diamati atau diantisipasi, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah investigasi dan
pengendalian penyakit dengan tepat.(Hamsinar, 2019)
Pada makalah kali ini kami akan membahas bagaimana Penyajian dan Intervensi Data
Penyakit Pekanbaru 2019.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
DAFTAR 10 PENYAKIT TERBESAR KOTA PEKANBARU TAHUN 2019
1. ISPA 42.201
2. HIPERTENSI ESSENSIAL 21.656
3. DIABETES MELISTUS TIDAK BERGANTUNG 8.852
INSULIN
4. PENYAKIT PULPA DAN PERIPIKAL 5.083
5. INFLUENZA 2.277
6. ARTRITIS REUNATOID 3.291
7. PENYAKIT KULIT DAN JARINGAN SUBKUTAN 3.171
8. GASTRITIS DAN DUODENUM 4.964
9. DISPEPSIA 5.239
10. DERMATOSIS AKIBAT KERJA 3.472
Selain dapat disajikan ke dalam bentuk tabel sebagaimana dikemukakan di atas, data-data
kuantitatif (numerik) yang terkumpul juga dapat disajikan ke dalam bentuk grafik. Penyajian
data dalam bentuk grafik adalah menggambarkan data secara visual dalam sebuah gambar.
Beriut adalah gambar grafik dari jenis penyakit dan jumblah penduduk di pekanbrau 2019.
8
Table 3. grafik jenis penyakit dan jumlah penduduk di pekanbaru tahun 2019
2.2 Analisis Dan Interpretasi Data Dalam Surveilans Penyakit
Pekanbaru 2019
1. ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) didefinisikan sebagai penyakit saluran
pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke
manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai
beberapa hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok,
coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran pernanafasan mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah). Penularan ISPA yang utama melalui
droplet yang keluar dari hidung/mulut penderita saat batuk atau bersin yang
mengandung bakteri. Beberapa kasus ISPA dapat menyebabkan Kejadian Luar Biasa
(KLB) dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi, sehingga menyebabkan
kondisi darurat pada kesehatan masyarakat dan menjadi masalah nasional. (Megasari
2018)
9
tersebut terdapat di Negara berkembang, dimana ISPA merupakan salah satu penyebab
utama kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun.
Jumlah balita yang meninggal akibat ISPA di Indonesia dapat mencapai
150.000 orang per tahun, 12.500 per bulan, 416 per hari, 17 orang per jam atau 1 orang
balita tiap menit. Usia yang rawan adalah usia bayi (dibawah 1 tahun), karena sekitar
60-80% kematian terjadi pada bayi. Survey ini juga mengungkapkan bahwa penyebab
kematian terbesar pada bayi adalah ISPA.
Jumlah penderita ISPA bukan pneumonia di kota Pekanbaru dengan umur diatas
5 tahun pada tahun 2016 berjumlah 44.492 kasus. Kasus ISPA di Puskesmas sangat
tinggi salah satunya Puskesmas Harapan Raya dimana pada bulan November 2017
berjumlah 241 kasus, pada bulan Desember meningkat sebanyak 34,85% dan pada
bulan Januari 2018 meningkat sebanyak 41,49%. Peningkatan jumlah kasus ISPA ini
memerlukan pemeriksaan diagnostik yang tepat yaitu pemeriksaan kapasitas paru.
(Priwahyuni et al. 2020)
Wilayah Puskesmas Garuda ini mencakup 3 kelurahan yaitu Tangkerang
Tengah, Tangkerang Barat dan Wonerojo, kelurahan Tangkerang Tengah ini jumlah
penduduknya paling tinggi yaitu 35.823, perempuan berjumlah 18.106 orang dan laki
– laki berjumlah 17,717 orang dan ibu yang memilki balita berjumlah 6.347. Kejadian
ISPA paling tinggi juga terdapat di Kelurahan Tangkerang Tengah. Diambil 100 sampel
responden dari ibu yang memiliki balita diwilayah Kelurahan Tangkerang Tengah,
diperoleh hasil dapat dilihat sebagian responden yang mengalami ISPA yaitu 82 orang
(82,0%). (Kursani, Yulianto, and Ramadhan 2019)
Munculnya penyakit ISPA dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko
penyebabnya. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ISPA terbagi atas
faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik yaitu meliputi umur, jenis
kelamin, status gizi, berat badan lahir rendah (BBLR), status imunisasi, pemberian air
susu ibu (ASI), dan pemberian vitamin. Faktor ekstrinsik meliputi kepadatan tempat
tinggal, ventilasi rumah, polusi udara, ventilasi, asap rokok, penggunaan bahan bakar
untuk memasak, penggunaan obat nyamuk bakar, serta factor ibu baik pendidikan,
umur, maupun pengetahuan ibu. Diantara faktor risiko yang sangat berpengaruh
terhadap kejadian ISPA adalah Pengetahuan orang tua dan kondisi lingkungan serta
status gizi anak (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Bayi dan balita para perokok yang terpapar asap rokok orang lain akan
menderita sudden infant death syndrome, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA),
10
asma, bronchitis dan infeksi telinga bagian tengah yang dapat berlanjut hilangnya
pendengaran. Mereka juga akan menderita terhambatnya pertumbuhan fungsi paru,
yang akan menyebabkan berbagai penyakit paru ketika dewasa (Rosmayati, 2014).
Apabila ventilasi rumah tidak memenuhi syarat maka akan memiliki dampak
yaitu dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan manusia (Kemenkes RI, 2011). Antara
ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita, bahwa balita yang rumahnya
mempunyai ventilasi dengan kategori tidak memenuhi syarat berisiko 4,58 kali
menderita ISPA dibandingkan dengan balita yang rumahnya mempunyai ventilasi
rumah kategori memenuhi syarat (Nani, 2012).
2. HIPERTENSI ESSENSIAL
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal yang dapat mengakibatkan angka kesakitan (morbiditas) dan angka
kematian (mortalitas). Hipertensi berarti tekanan darah di dalam pembuluh-pembuluh
darah sangat tinggi yang merupakan pengangkut darah dari jantung yang memompa
darah ke seluruh jaringan dan organ-organ tubuh. (Aryantiningsih and Silaen 2018)
Hipertensi merupakan masalah utama yang serius dan sering ditemukan pada
masyarakat, baik di negara maju ataupun negara berkembang terutama di negara
Indonesia. Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan tekanan
darah sistol ≥140 mmHg atau tekanan diastol ≥90 mmHg atau keduanya. Hipertensi
11
sering kali tidak menunjukan suatu gejala apapun dalam kurun waktu yang lama dan
sering dikenal sebagai the silent killer. Hipertensi pada umumnya dapat diketahui ketika
telah terjadi komplikasi pada organ seperti otak, mata, jantung, dan ginjal sehingga
hipertensi merupakan salah satu faktor resiko berbagai penyakit. (Setiawan 2021)
Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2016) menyebutkan bahwa hipertensi primer
termasuk sepuluh besar kasus penyakit terbanyak di Pekanbaru yaitu menduduki urutan
kedua terbesar setelah Infeksi Saluran Nafas Bagian Atas Akut lainnya (ISPA). Pada
tahun 2013 angka penderita hipertensi tercatat sebanyak 20.005 kasus. Pada tahun 2014
berjumlah 20.601 kasus, jumlah ini meningkat pada tahun 2015 dengan jumlah 31.437
kasus, tetapi jumlah angka penderita hipertensi pada tahun 2016 sedikit mengalami
penurunan dengan jumlah 31.396 kasus. Jumlah angka penderita hipertensi pada tahun
2017 adalah 12.391 kasus. Jumlah angka penderita hipertensi pada tahun 2018 adalah
51.474 kasus. Jumlah angka penderita hipertensi pada tahun 2019 adalah 21.656 kasus.
(Syahputra, Dewi, and Novayelinda 2019)
Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru tahun 2019
dari 21 puskesmas di Kota Pekanbaru, Puskesmas Lima Puluh merupakan puskesmas
dengan angka kejadian hipertensi 3 tertinggi di Kota Pekanbaru dengan jumlah 2.319
kasus. (Puswati, Yanti, and Yuzela 2021)
Bertambahnya umur seseorang semakin banyak pula penyakit yang muncul
khususnya pada lanjut usia, sehingga para lansia mudah sekali terkena penyakit tidak
menular atau degenarif seperti Hipertensi. Anak muda dan remaja bisa menderita
hipertensi bila memiliki kondisi medis tertentu, yang umumnya karena penyakit ginjal
turunan/bawaan, kelainan fungsi/bentuk aorta, sleep apnea, penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK), atau masalah tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme).
Mengonsumsi obat-obatan tertentu juga bisa menyebabkan hipertensi di usia muda.
Namun, sebagian besar kasus tekanan darah tinggi pada remaja usia muda tergolong ke
dalam hipertensi primer, yang berarti tidak diketahui penyebabnya.
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hipertensi
esensial atau primer (90% dari kasus hipertensi) yang peyebabnya tidak diketahui dan
hipertensi sekunder (10% dari kasus hipertensi) yang disebabkan oleh penyakit gijal,
endokrin dan penyakit jantung. Hipertensi sangat erat hubungannya dengan faktor
genetik, usia, dan jenis kelamin dan lingkungan seperti gaya hidup masyarakat kota
seperti kegemukan, konsumsi garam berlebih, kurang olahraga, merokok, dan
konsumsi alkohol. (Raihan, Erwin, and Dewi 2014)
12
Dengan demikian, kedua faktor tersebut dianggap sebagai penyebab terbanyak yang
mendasari angka kejadian hipertensi terutama pada hipertensi esensial. Kasus
hipertensi esensial atau primer merupakan suatu keadaan dimana kausal hipertensi
sekunder tidak ditemukan, yaitu tidak adanya kondisi penyakit seperti steonosis arteri
renalis, renal tumor, polikistik renal, polyartritis nodusa renal, oklusi arteri renalis,
malformasi arteri renalis, glomerulonephritis, analgesic nephropathy, dan penyakit
parenkimal lainnya.
3. DIABETES MELLITUS TIDAK BERGANTUNG INSULIN
Riau merupakan salah satu dari 17 provinsi yang dikategorikan memiliki prevalensi
penderita diabetes mellitus tipe II, tahun 2013 prevalensi diabetes mellitus tipe II
13
sebesar 1,5% dan pada tahun 2018 memiliki prevalensi yang lebih tinggi sebesar 1,8%.
Hal ini membuktikan adanya kenaikan angka diabetes mellitus tipe II dari tahun 2013-
2018 sebesar 0,3%.
Pada tahun 2016, angka kejadian DM di kota Pekanbaru sebanyak 15.233 kasus dan
di Puskesmas Rumbai Pesisir Pekanbaru, penyakit DM merupakan penyakit kedua
terbesar di Puskesmas Rumbai Pesisir Pekanbaru (Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru,
2016). Diabetes mellitus menempati posisi ketiga dalam sepuluh penyakit terbesar yang
ada di Kota Pekanbaru dengan prevalensi pada tahun 2017 berjumlah 11.329 orang
(Dinkes Kota Pekanbaru, 2018). Pada tahun 2018, angka kejadian DM di kota
Pekanbaru sebanyak 3.819 kasus. Pada tahun 2019, angka kejadian DM di kota
Pekanbaru sebanyak 8.852 kasus. Serta Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) melaporkan
tahun 2018, prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk semua umur
sebanyak 1,3% penduduk Riau terdiagnosis diabetes mellitus. (Simamora 2020)
Menurut Priscilla LeMone, dkk, 2016 adapun faktor-faktor resiko DM tipe II yaitu:
1) Riwayat DM pada orang tua dan saudara kandung. Meski tidak ada kaitan HLA
yang terindentifikasi, anak dari penyandang DM tipe II memiliki peningkatan
resiko dua hingga empat kali menyandang DM tipe II dan 30% resiko mengalami,
intoleransi aktivitas (ketidakmampuan memetabolisme karbihodrat secara normal).
2) Kegemukan, didefinisikan kelebihan berat badan minimal 20% lebih dari berat
badan yang diharapkan atau memiliki indeks massa tubuh (IMT) minimal 27 kg/m.
Kegemukan, khususnya viseral (lemak abdomen ) dikaitkan dengan peningkatan
resistensi insulin.
3) Tidak ada aktivitas fisik.
4) Ras/etnis.
14
5) Pada wanita, riwayat DM gestasional, sindrom ovarium polikistik atau
melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg.
6) Hipertensi (≥ 130/85 pada dewasa), kolesterol HDL ≥ 35 mg/dl dan atau kadar
trigliserida ≥ 250 mg/dl.
Menurut (Decroli 2019) Kejadian hiperglikemia pada DMT2 setidaknya dikaitkan
dengan beberapa kelainan pada tubuh penderita DMT2, yang disebut omnious octet
yaitu :
1) Pada sel beta pankreas terjadi kegagalan untuk mensekresikan insulin yang
cukup dalam upaya mengkompensasi peningkatan resistensi insulin.
2) Pada hepar terjadi peningkatan produksi glukosa dalam keadaan basal oleh
karena resistensi insulin.
3) Pada otot terjadi gangguan kinerja insulin yaitu gangguan dalam transportasi
dan utilisasi glukosa.
4) Pada sel lemak, resistensi insulin menyebabkan lipolisis yang meningkat dan
lipogenesis yang berkurang.
5) Pada usus terjadi defisiensi GLP-1 dan increatin effect yang berkurang.
6) Pada sel alpha pancreas penderita DMT2, sintesis glukagon meningkat dalam
keadaan puasa.
7) Pada ginjal terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2 sehingga reabsorpsi
glukosa meningkat.
8) Pada otak, resistensi insulin dikaitkan dengan peningkatan nafsu makan.
15
jaringan periapikal sehingga memicu respon inflamasi seperti pembengkakkan dan rasa
sakit. Bakteri utama penyebab terjadinya karies yaitu Streptococcus mutan. Bakteri ini
berperan dalam proses awal terjadinya karies meskipun bakteri ini termasuk flora
normal dalam rongga mulut manusia.
Salah satu penyakit periapikal yang paling sering terjadi yaitu abses periapikal.
Abses periapikal adalah kumpulan pus yang terlokalisir dibatasi oleh jaringan tulang
yang disebabkan oleh infeksi dari pulpa dan atau periodontal. Sebagian besar kasus
abses periapikal biasanya diawali oleh invasi dari bakteri yang ada pada karies.
Penyakit pulpa dan periapikal disebabkan oleh bakteri yang bervariasi. Bakteri
yang paling banyak ditemukan adalah bakteri anaerob obligat,dengan sedikit bakteri
anaerob fakultatif dan jarang sekali ditemukan yang aerob. Mengisolasi bakteri anaerob
obligat dalam hal ini merupakan hal yang cukup sulit karena bakteri ini tidak dapat
bertahan jika terpapar oleh oksigen dan sangat membutuhkan perlakuan khusus agar
dapat dibiakkan (Bakland 2009)
5. INFLUENZA
Influenza (flu) adalah penyakit pernapasan menular yang disebabkan oleh virus
influenza yang dapat menyebabkan penyakit ringan sampai penyakit berat. Penyebab
influenza adalah virus RNA yang termasuk dalam keluarga Orthomyxoviridae yang
dapat menyerang burung, mamalia termasuk manusia. Virus ditularkan melalui air liur
terinfeksi yang keluar pada saat penderita batuk, bersin atau melalui kontak langsung
dengan sekresi (ludah, air liur, ingus) penderita. Ada dua jenis virus influenza yang
utama menyerang manusia yaitu virus A dan virus B. Virus ini beredar di seluruh dunia
dan dapat mempengaruhi orang tanpa memandang usia dan jenis kelamin. Influenza
diketahui menyebabkan epidemi tahunan dan umumnya mencapai puncaknya pada
musim dingin di daerah beriklim sedang. Sampai saat ini sudah ditemukan beberapa
vaksin yang bisa menangani virus influenza.
16
musiman. Influenza musiman menyebar dengan mudah Saat seseorang yang terinfeksi
batuk, tetesan yang terinfeksi masuk ke udara dan orang lain bisa tertular. Mekanisme
ini dikenal sebagai air borne transmission. Virus juga dapat menyebar oleh tangan yang
terinfeksi virus. Untuk mencegah penularan, orang harus menutup mulut dan hidung
mereka dengan tisu ketika batuk, dan mencuci tangan mereka secara teratur.
Virus influenza A inang alamiahnya adalah unggas akuatik. Virus ini dapat
ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak besar pada
peternakan unggas domestik atau menimbulkan suatu wabah influenza manusia. Virus
A merupakan patogen manusia yang paling virulen di antara ketiga tipe infleuenza dan
menimbulkan penyakit paling berat, yang paling terkenal di Indonesia adalah flu babi
(H1N1) dan flu burung (H5N1). Virus influenza B hampir secara ekslusif hanya
menyerang manusia dan lebih jarang dibandingkan virus influenza A. karena tidak
mengalami keragaman antigenik, beberapa tingkat kekebalan diperoleh pada usia
muda, tapi sistem kekebalan ini tidak permanen karena adanya kemungkinan mutasi
virus. Virus influenza C menginfeksi manusia, anjing dan babi, kadangkala
menyebabkan penyakit yang berat dan epidemi lokal. Namun, influenza C jarang terjadi
disbanding jenis lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak -
anak(Abelson 2011).
6. ARTRITIS REUMATOID
17
Menurut Arthritis Foundation (2015), sebanyak 22% atau lebih dari 50 juta
orang dewasa di Amerika Serikat berusia 18 tahun atau lebih didiagnosa arthritis. Dari
data tersebut, sekitar 3% atau 1,5 juta orang dewasa mengalami RA. RA terjadi pada
0,5-1% populasi orang dewasa di negara maju (Choy, 2012). Prevalensi RA di
Indonesia menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Nainggolan (2010), jumlah
penderita RA di Indonedsia tahun 2009 adalah 23,6% sampai 31,3%.
Kulit adalah organ manusia yang paling besar dan terluas dibandingkan dengan
organ-organ lain di dalam tubuh, bahkan luas permukaannya bisa mencapai kurang
lebih 6-7 m2. Kulit manusia berfungsi untuk melindungi manusia dari berbagai paparan
lingkungan luar seperti bakteri, virus, menjaga suhu tubuh, serta sebagai alat peraba
agar bisa melakukan sentuhan dan merasakan rasa panas serta dingin.
a. Lapisan epidermis, adalah lapisan terluar dari kulit yang membentuk warna
kulit kita.
b. Lapisan dermis, merupakan lapisan yang berada di bawah lapisan epidermis
dan terdiri dari berbagai jaringan ikat, kelenjar keringat, serta akar bulu-bulu
halus.
c. Lapisan dalam jaringan subkutan atau hipodermis, yang terdiri dari jaringan
ikat dan timbunan lemak.
18
Karena kulit merupakan lapisan paling luar tubuh, maka kulit yang sering
terpapar berbagai zat asing yang bisa menginfeksi tubuh. Oleh sebab itu, kulit tidak
jarang berisiko untuk mengalami infeksi untuk melindungi organ dalam manusia.
Namun kulit tidak dengan mudah terinfeksi atau terkena berbagai bakteri dari
lingkungan, karena sebenarnya lapisan epidermis merupakan penghalang fisik yang
tangguh dan mampu menolak bakteri serta berbagai racun yang dapat menginfeksi
tubuh.
19
Penyakit ini juga mempengaruhi kesehatan masyarakat sebanyak 41%. Angka
kematian yang diakibatkan penyakit ini lebih banyak dialami perempuan dibandingkan
laki-laki. Pada hitungan per 100 ribu wanita terdapat 15,3 kematian, sedang untuk pria
memakan korban sebanyak 12 per 100 ribu laki-laki.
Berdasarkan katalog Kota Pekanbaru dalam angka, gastritis merupakan salah satu
kasus penyakit dalam 10 besar kasus penyakit yang ditangani puskesmas di kota
Pekanbaru tahun 2018. Gastritis termasuk nomor 5 terbanyak yaitu 1.346 kasus.
Kalangan remaja biasanya menderita gastritis yang disebabkan oleh berbagai faktor,
seperti pola makan yang tidak teratur, gaya hidup yang salah satunya adalah
peningkatan aktivitas (mengajar), sehingga siswa tidak memiliki waktu untuk
menyesuaikan kebiasaan makannya dan menjadi malas makan. Pola makan yang baik
dan teratur merupakan salah satu cara untuk mengendalikan gastritis dan juga sebagai
tindakan preventif untuk mencegah maag kembali kambuh. Penyembuhan gastritis
memerlukan pengaturan pola makan untuk memperlancar pencernaan. Selain itu,
gastritis juga dapat disebabkan oleh stress. (Maharani et al., 2021)
9. DISPEPSIA
Gejala – gejala yang timbul di sebabkan berbagai faktor seperti gaya hidup
merokok, alkohol, berat badan berlebih, stres, kecemasan, dan depresi yang relevan
dengan terjadinya dispepsia. Berdasarkan penyebab dan keluhan gejala yang timbul
maka dispepsia dibagi 2 yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dispepsia
organik apabila penyebab dispepsia sudah jelas, misalnya adanya ulkus peptikum,
karsinoma lambung, dan cholelithiasis yang bisa ditemukan secara mudah melalui
pemeriksaan klinis, radiologi, biokimia, laboratorium, maupun gastroentrologi
konvensional (endoskopi). Sedangkan dispepsia fungsional apabila penyebabnya tidak
diketahui atau tidak didapati kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi konvensional
atau tidak ditemukan adanya kerusakan organik dan penyakit - penyakit sistemik.
20
Selain pola makan yang tidak teratur, jenis – jenis makanan yang
dikonsumsipun yang merangsang peningkatan asam lambung seperti makanan pedas,
asam serta minuman beralkohol, kopi dimana kafein yang terdapat pada kopi pada
sistem gastrointestinal akan meningkatkan sekresi gastrin sehingga akan merangsang
produksi asam lambung. Tingginya asam menyebabkan peradangan serta erosi pada
mukosa lambung sehingga dapat memunculkan gangguan dispepsia.
Penyakit Akibat Kerja yang sering terjadi adalah dermatitis kontak. Dermatitis
kontak adalah dermatitis yang disebabkan bahan atau substansi yang menempel pada
kulit. Penyakit kulit akibat kerja dapat berupa dermatitis atau urtikaria. Dermatitis kerja
adalah peradangan kulit yang menyebabkan gatal, nyeri, kemerahan, dan
pembengkakan lepuh kecil dan ini sering terjadi pada pekerja informal. Dermatitis yang
terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja. Dermatitis kontak akibat
kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di tempat kerja merupakan
faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor.
Dengan perkembangan industri yang sangat pesat di negara kita, maka adanya
alergen kontak dalam lingkungan sulit untuk dihindari. Bahan-bahan seperti logam,
karet dan plastik hampir selalu ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula
kosmetik, obat-obatan, terutama obat gosok yang populer di masyarakat, sehingga
diduga insidensi dermatitis kontak alergi akibat alergen-alergen tersebut cukup tinggi.
kebersihan juga sangat penting diperhatikan untuk mencegah terjadinya penyakit
dermatis kontak karna kalau kebersihan pekerja kurang diperhatikan ini bisa menjadi
penyebab memperparah penyakit dermatitis kontak yang di derita pekerja spraying.
Selain menjaga kebersihan diri pekerja juga harus betul-betul memahami bahwa begitu
berbahayanya larutan kimia yang mereka gunakan setiap hari. Herbisida ini bukan saja
membunuh gulma akan tetapi bisa saja membunuh pekerja itu sendiri kalau
pekerjatidak mau peduli terhadap kesehatan dirinya. Beberapa penelitian menunjukkan
21
bahwa penyakit dermatitis kontak merupakan penyakit yang lajim terjadi pada pekerja-
pekerja yang berkerja pada bahan kimia dan panas, serta faktor mekanik sebagai
gesekan, tekanan dan trauma. Beberapa jenis dermatitis seperti dermatitis iritan
disebabkan oleh bahan iritan absolut seperti asam basa, basa kuat, logam berat dan
konsetrasi kuat dan bahan relatif iritan minsalnya sabun, deterjen dan pelarut organik,
sedangkan dermatitis jenis lain adalah dermatitis kontak alergi biasanya di sebabkan
oleh paparan bahan- bahan kimia atau lainnya yang meninggalkan sensitifitas kulit.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Data yang dikumpulkan dari setiap
variabel ditentukan oleh definisi operasional variabel yang bersangkutan. Metode
pengumpulan data yang umumdigunakan dalam suatu penelitian adalah kuesioner,
observasi, dan wawancara. Dari hasil pengumpulan data di dapatkan 10 penyakit
tertinggi di pekanbaru pada tahun 2019 yaitu ISPA, Hipertensi Essensial,, Diabetes
Mellitus Tidak Bergantung Insulin, Penyakit Pulpa Dan Peripikal, Influenza,
Artritis Reumatoid, Penyakit Kulit Dan Jaringan Subkutan, Gastritis dan
Duodenitis, Dispepsia, dan Dermatosis Akibat Kerja.
Kegiatan pengumpulan data di lapangan, akan menghasilkan angka-angka yang
disebut data kasar. Penyebutan dengan istilah data kasar atau data mentah
menunjukkan bahwa data itu belum diolah dengan teknik statistik tertentu, maka
dilakukan pengolahan data dan kemudian data yang telah diolah disajikan dengan
beberapa Teknik yaitu berupa tabel ataupun grafik.
3.2Saran
Sebaiknya didalam pelaksanaan penelitian waktu yang digunakan dengan baik
agar praktikum berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Dan juga praktikan harus
teliti pada dalam saat pelaksanaan penelitian, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Aryantiningsih, Dwi Sapta, and Jesika Br Silaen. 2018. “Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat
Di Wilayah Kerja Puskesmas Harapan Raya Pekanbaru.” Jurnal Ipteks Terapan 12(1):
64.
Decroli, Eva. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.
Fitri S, Rahmi Pramulia, Iyang Maisi Fitriani, and Indri Aryana. 2020. “Faktor Lingkungan
Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada
Balita.” Dinamika Lingkungan Indonesia 7(1).
Megasari, Kiki. 2018. “Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Di Puskesmas Rejosari.” Jurnal Ilmu Kebidanan (Journal of Midwifery Sciences) 7(2):
13.
Priwahyuni, Yuyun et al. 2020. “Cegah Penyakit ISPA Di Puskesmas Kecamatan Limapuluh
Kota Pekanbaru.” Jurnal Pengabdian Untuk Mu NegeRI 4(1): 55.
Raihan, Lailatun Najmi, Erwin, and Ari Pristiana Dewi. 2014. “Hipertensi Primer Pada
Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai Pesisir.” Jurnal Majority 1(2): 1–10.
Setiawan, Topan Dwi. 2021. Faktor Risiko Hipertensi Esensial Pada Petugas Kesehatan Di
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
Simamora, Renika. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Keluarga Tn.A Dengan Diabetes
Mellitus Tipe II Pada NY. S Di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai Pesisir Pekanbaru.
http://repository.pkr.ac.id/455/1/KTI-Renika Simamora-P031714401064-DIII
Keperawatan.pdf.
Syahputra, Andika, Wan Nishfa Dewi, and Riri Novayelinda. 2019. “Studi Fenomenologi:
Kualitas Hidup Pasien Hipertensi Setelah Menjalani Terapi Bekam.” Jurnal Ners
Indonesia 9(1): 19.
Kementerian Kesehatan RI. (2016). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Kementerian
24
Kesehatan Republik Indonesia.
Rosmayati. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA Pada Balita Di Desa
Rantau Sialang Kecamatan Kuantan Mudik Tahun 2014. Pekanbaru: STIKes Payung
Negeri Pekanbaru
Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru. (2018). Profil Kesehatan Kota Pekanbaru Tahun 2018.
Pekanbaru: Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru
LeMone, Priscilla, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Intergumen,
Gangguan Endokrin, dan Gangguan Gastrointestinal Vol 2 Edisi 5. Terjemahan oleh,
Bhetsy Angelina, et al. 2015. Jakarta: EGC.
Indramaya, Sp.KK, dr.Diah Mira. 2019. “‘Faeohipomikosis Subkutan’ Penyakit Kulit Langka
Akibat Infeksi Jamur.” http://news.unair.ac.id/2019/12/02/faeohipomikosis-subkutan-
penyakit-kulit-langka-akibat-infeksi-jamur/.
Maharani, R. et al. (2021) ‘Perilaku Pencegahan Gastritis Pada Mahasiswa Kesehatan di Hang
Tuah Pekanbaru’, Jurnal Kesehatan Global, 4(2), pp. 75–83.
25
Riau, D. K. (2017). PROFIL KESEHATAN PROVINSI RIAU 2017.
26